Papua No. 1 News Portal | Jubi
PANTAI Pasir Enam begitu mempesona, tapi menjajal siapa saja karena jalannya yang terjal dan belum teraspal.
Akibat rute menuju ke pantai cukup ekstrem, banyak penggemar off-road dan motor trail kerap kali menguji nyali di sana. Namun letih akan sirna, ketika terpikat dengan pantai berpasir putih itu.
Pantai yang terletak di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua ini, berdekatan dengan pusat kota. Hanya butuh menanjak ke puncak di Kelurahan Angkasa, kompleks perumahan dinas pejabat termasuk gedung negara atau rumah dinas Gubernur Papua.
Setelah itu perjalanan bisa dilanjutkan dengan berpatokan pada simpang empat. Kita tinggal mengambil lajur kiri yang lebih kecil ukuran jalannya, tepat di samping pos polisi. Dari sini, jarak menuju ke pantai sekitar empat kilo meter.
Selanjutnya jalan yang akan disusuri berupa tanah padat. Seratusan meter ke dalam masih ada permukiman. Tapi setelah itu, jalan menanjak dan menurun akan dipenuhi kerikil. Semakin ke dalam, jalan menjadi tanah merah. Kondisi ini akan lebih parah jika turun hujan.
Namun menurut warga sekitar, sejak 2018 jalan itu terus diupayakan diperbaiki agar aman bagi para pengunjung. Karena itu, sekarang motor-motor matic saja bahkan ada yang nekat ke pantai, tapi aman-aman saja dan sampai dengan selamat. Pengunjung bisa menyewa ojek, dengan tarif Rp 50 ribu sekali turun, tergantung negosiasi.
Dulunya jika hendak berkunjung ke pantai ini, pengunjung harus melalui jalur laut. Perahu-perahu mesin bisa ditemui di lokasi bernama Dok VIII di Kota Jayapura. Tarif sekitar Rp 100 per orang dengan waktu tempuh berkisar 30 menit.
Pesona pantai dan air terjun
Di samping kiri pantai kita bisa menanjaki bukit, agar panoramanya lebih indah. Jika diperhatikan dari atas ketinggian, pantai ini berlekuk serupa bulan sabit. Di bawah kaki bukit, ada sungai kecil yang bermuara ke pantai. Karena itu, tak perlu khawatir jika hendak berbilas.
Ombaknya setinggi empat meter bahkan bisa lebih. Tapi pesisirnya memanjang tak lebih dari dua ratus meter. Di samping kanan pantai, karang dan tebing membentengi lautan. Bagi peselancar amatir, disarankan tak usah mencoba ombaknya.
Bagi anak-anak, bisa memilih pesisir sebelah kiri yang lebih tenang, tapi harus terus diawasi orangtua. Bahkan yang dewasa pun, banyak yang memilih hanya berbenam saja, tanpa perlu berenang ke sana kemari, karena ombaknya yang besar.
Tak hanya pantai, air terjun mungil setinggi empat sampai lima meter, berada di dekat pantai. Hanya butuh mendaki beberapa menit, air sejuk dari alam itu bisa membasuh garam yang menempel di tubuh pengunjung. Kendati sebenarnya di lokasi pantai, telah tersedia kamar mandi, yang airnya berasal dari pegunungan.
Jika hendak bersantai, bisa mendirikan tenda, menggantung hammock, atau menaiki rumah pohon. Karena ketenangan pantai ini, banyak yang memilih bermalam. Warga sekitar pun cukup ramah kepada pengunjung.
Kejutan lainnya, ketika bangun pagi, di garis pantai semburat matahari terbit.
Semarak Festival Cycloop
Tifa diketuk-ketuk, lalu para penari menghentak-hentakkan kaki dan bergerak maju mundur.
Sesekali para penari berpasang-pasangan. Pakaian mereka dipenuhi hiasan burung-burung khas Papua, tapi aksesori sampai penghias kepala terbuat dari replika bulu cenderawasih dan kasuari. Sebagai simbolisasi kekayaan alam Papua. Tarian kontemporer secara kolosal ini berasal dari Kampung Waibron, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua.
Ratusan pengunjung dibuat terpesona. Puncak pelaksanaan Festival Cycloop yang digelar 6 sampai 8 Desember 2018, memang ditata apik. Panggung terbuat dari bambu, dan sebuah rumah pohon dibangun pula. Atraksi demi atraksi dilaksanakan. Lokasi festival di Pantai Pasir Enam.
Rilis satwa juga dilaksanakan, dengan pelepasan belasan burung kakatua dan nuri. Dilanjutkan pagelaran teater yang mengisahkan tentang pelestarian Kawasan Cagar Alam Cycloop.
Masyarakat turut merasakan manfaatnya. Stan-stan yang disediakan panitia, dipakai mama-mama Papua untuk menjual hasil kerajinan tangan seperti noken, kalung, gelang, dan aksesori lainnya. Para pengrajin pahat pun turut ambil bagian. Harga-harganya terjangkau, dari aksesori Rp 20 sampai 50 ribuan, noken Rp 100 sampai 200 ribu, dan ukir-ukiran Rp 100 sampai 200 ribu.
Untuk mencairkan suasana, pengunjung dihibur para komika. Kemudian pagelaran musik folk dan pembacaan puisi.
Jaga kelestarian Cycloop
Festival Cycloop bertujuan untuk mengampanyekan kelestarian Kawasan Cagar Alam Cycloop yang membentang seluas 31 hektare, dari Kabupaten Jayapura hingga Kota Jayapura sebagian ibu kota Provinsi Papua.
Masyarakat sekitar menamai Kawasan Pegunungan Cycloop dengan sebutan Pegununan Dobonsolo atau Pegunungan Robhong Holo. Ada sekitar enam gunung dalam kawasan itu, di antaranya Gunung Dafonsoro (1.580 Mdpl), Gunung Butefon (1.450 Mdpl), Gunung Robhong (1.970 Mdpl), Gunung Haelufoi (1.960 Mdpl), Gunung Rafeni (1.700 Mdpl), dan Gunung Adumama (1.560 Mdpl).
Penamaan Cycloop berasal dari Bahasa Belanda, Cycoop Op. Cycoop berarti awan dan Op artinya puncak. Namun tidak diketahui kenapa penamaan itu bergeser menjadi Cycloop, raksasa bermata satu, sosok mitologi dari Yunani.
Pegunungan Cycloop ditunjuk sebagai Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 56/Kpts/Um/1/1978 tanggal 26 Januari 1978 dan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 365/Kpts-II/1987 tanggal 18 November 1987.
Tak hanya kekayaan satwa khas seperti kuskus tutul hitam, kanguru pohon, bandikut (semacam tikus berkantung), burung mandar gunung hingga ekidna, kemudian burung cenderawasih, kakatua, nuri, dan lain-lain, tapi Pegunungan Cycloop menjadi penting sebab sebagai sumber air bagi masyarakat Jayapura.
Belakangan kondisi kawasan Cycloop mempriharinkan. Banyak aktivitas di kawasan penyangga. Tahun 2002 pernah terjadi banjir bandang. Puluhan rumah hanyut, jalan utama putus, dan harta benda hilang.
Bupati Jayapura Mathius Awoitauw mengatakan Pemerintah Provinsi Papua harus berinisiatif terlibat dalam proses pelestarian kawasan penyangga dan cagar alam ini.
“Jangan hanya aksi-aksi yang tidak disertai dengan regulasi yang menjadi dasar hukum terkait pelestarian gunung Cycloop,” kata Awoitauw. (*)
Reporter: Kristianto Galuwo
Editor: Timoteus Marten