Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ketua Sinode Gereja Kemah Injil Kingmi di Tanah Papua, Benny Giyai menghadiri sidang online (daring/ dalam jaringan) sebagai saksi ahli untuk terdakwa Agus Kossay dan Feri Kombo.
Dalam kesempatan itu, Benny menjelaskan perlakuan rasis yang terjadi di berbagai negara hingga perlakukan Indonesia terhadap Orang Asli Papua (OAP).
Giyai menyampaikan pengalaman atas peristiwa rasisme yang terjadi di berbagai negara di dunia, seperti Malaysia dan Afrika.
Kata dia, banyak kasus rasisme yang memperlihatkan bagaimana orang kulit putih merampas tanah orang kulit hitam.
Usai persidangan, Giyai melihat majelis hakim sedikit ragu dalam keterangan disampaikan oleh saksi ahli.
“Padahal pengalaman rasisme yang terjadi di negara-negara lain tidak berbeda jauh dengan yang sedang terjadi pada masyarakat Papua,” katanya saat diwawancarai Jubi, di Kantor Elsham Papua, Jumat (29/5/2020).
Giyai mengaku, bahwa saat diwawancarai, ia sempat dihentikan ketika menjelaskan mengenai perlakuan rasis Malaysia terhadap masyarakat pribumi Filipina. Sebagai Saksi ahli, ia sedikit ragu dengan tindakan Majelis Hakim tersebut.
“Karena mereka meragukan apa yang disampaikan peristiwa rasisme di manila pada tahun 1980-combatan rasisme di Malaysia. Saat itu saya sedang studi di sana dan saya mengikuti demonstrasi menolak rasisme ketika itu, Jadi karena itu kami belajar teologi di Filipina. Kami juga sempat berdemo tentang rasisme di Manila. Bagaimana orang kulit putih harus serahkan kepada pemilik negeri. Barang ini kita belajar di teologi, baru mereka ragukan tadi,” kata Giyai.
Giyai mengatakan, ia berbicara berdasarkan ilmu yang pernah diterimanya saat belajar teologi di Manila, Filipina. Dan berdasarkan referensi buku-buku yang ditulis oleh Alan Topan, tentang orang kulit putih yang memihak kepada kulit hitam.
“Pengalaman ini yang menginspirasi asrama mahasiswa Uncen, sehingga mereka membentuk satu spirit Black is black movement, black is good itu mereka yang membuat,” kata Giyai.
Giyai mengatakan, perlakukan rasisme di Indonesia terhadap OAP itu bercampur baur dengan dipraktekkan negara dalam berbagai aspek, politik, militerisme, pendidikan, media, politik, dan birokrasi.
“Kami Orang Papua dibuat bangsa tidak punya sejarah tidak punya masa lalu. Tidak punya pahlawan, semua digantungkan kepada Indonesia, dan ketika kami berbicara soal kebenaran kami dilabelkan dengan separatis makar dan sebagainya, tidak ada masa depan di bangsa yang rasis,” katanya.
Sementara itu, Penasehat Hukum terdakwa, Yuliana Yabansabra mengatakan, sidang terhadap tujuh tahanan Politik sudah diselenggarakan sejak tanggal 15 April 2020.
“Sekarang masih menjalani persidangan, hari ini Agus Kossay dan Ferry Kombo menjalani persidangan disusul Alexander Gobay,” katanya. (*)
Editor: Edho Sinaga