Belum semua daerah di Papua alokasikan 20 persen APBD untuk pendidikan

Papua
Ilustrasi siswa SMA di Papua - Jubi. Dok

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Makassar, Jubi – Kepala Dinas Pendidikan Papua, Christian Sohilait mengatakan berbagai masalah masih menghantui dunia pendidikan Papua.

Masalah itu di antaranya, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, lingkungan, serta regulasi.

Read More

Menurutnya, terkait regulasi hingga kini pendidikan belum diletakkan sebagai prioritas utama.

Masih ada kabupaten/kota di Papua yang belum melaksanakan regulasi nasional terkait 20 persen APBD mesti dialokasikan untuk pendidikan.

Pernyataan itu dikatakan Christian Sohilait dalam diskusi daring “Otsus, Pendidikan dan Masa Depan Papua,” yang digelar Jaringan Damai Papua bersama Jubi, awal pekan ini.

Sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 4 dan UU Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 49 ayat 1, besaran anggaran pendidikan dari postur APBD dan APBN adalah 20 persen.

“Hingga kini masih jadi pertanyaan apakah benar 20 persen APBD kabupaten-kota di Papua untuk pendidikan? Ternyata tidak,” kata Chistian Sohilait saat itu.

Menurutnya, dalam beberapa waktu terakhir ia mencoba melihat APBD kabupaten-kota di Papua. Ada daerah yang hanya mengalokasikan 9 persen, 12 persen dan 14 persen APBD-nya untuk pendidikan.

“Itu pun dana-dana itu diambil dari Diklat, kemudian ada [dana] pelatihan dan digabung-gabung. Jadi [pelaksanaan] regulasi kita masih punya masalah,” ujarnya.

Ia mengakui hingga kini kualitas pendidikan Papua masih jauh dari yang diharapkan. Papua juga belum memiliki grand design pendidikan jangka panjang.

Belum lagi sarana dan prasarana yang masih mini, juga perbedaan kualitas pendidikan sekolah satu dengan yang lainnya. Akibatnya mayoritas orang tua siswa ingin anaknya masuk sekolah-sekolah tertentu yang dianggap berkualitas.

“Ke depan, saya memprogramkan semua sekolah setara. Tidak boleh lagi ada sekolah yang lebih baik dan ada yang tidak. Sarana pra sarana dilengkapi, guru-gurunya kita siapkan dengan baik,” ucapnya.

Dalam diskusi yang sama, Ketua Yayasan Papua Muda, Rini Modouw menyatakan mesti ada standar pencapaian dunia pendidikan di Papua sejak era Otonomi Khusus atau Otsus.

“Standar pendidikan di Papua sejak Otsus itu berapa [persentasenya] dan apakah sudah tercapai. Kemudian hal (berbagai masalah) lain ini mesti dipetakan dan dibenahi. Apa yang tercapai dan belum tercapai,” kata Rini Modouw.

Menurut guru salah satu Sekolah Menengah Atas atau SMA di Kota Jayapura itu, meski Otsus Papua sudah bergulir 20 tahun akan tetapi masih terjadi sengkarut dalam dunia pendidikan di provinsi paling Timur Indonesia tersebut.

Berbagai kekurangan dan kesenjangan masih mewarnai dunia pendidikan di bumi Cenderawasih.

“Di Jayapura saja yang memiliki kelengkapan [dan aksesnya mudah] masih banyak keurangan. Apalagi di daerah pedalaman,” ujarnya.

Katanya, selain masalah kekurangan guru dan sarana prasarana penunjang, hingga kini biaya pendidikan gratis yang selalu digaungkan pemerintah selama ini, belum sepenuhnya terlaksana di Papua. (*)

Editor: Edho Sinaga

Related posts

Leave a Reply