Papua No.1 News Portal
Manokwari, Jubi – Belasan mama-mama yang merupakan ibu rumah tangga asal RT I RW IV kelurahan Sanggeng, Manokwari memilih bermalam di pintu masuk Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Fuel Manokwari.
Mereka melakukannya untuk menanti kepastian pembayaran ganti rugi dugaan pencemaran air sumur, akibat rembesan minyak dari salah satu tangki milik Pertamina.
Aleda Erari, salah satu mama Papua yang ditemui Jubi, meminta Pertamina harus bertanggungjawab atas dugaan pencemaran sumur air bersih milik warga.
“Pertamina harus bertanggung jawab. Kami bertahan di sini untuk pastikan TBBM Pertamina tidak beraktivitas sampai ada kepastian ganti rugi sesuai tuntutan warga,” katanya.
Sementara, Pjs Bupati Manokwari Roberth Rumbekwan diketahui sedang melakukan pertemuan terbatas di salah satu hotel, bersama pihak Pertamina, ketua tim advokat Manokwari bersatu, melibatkan tokoh masyarakat, ketua RT setempat yang difasilitasi oleh Kapolres Manokwari, AKBP Dadang Kurniawan.
Hingga berita ini diturunkan , situasi di sekitar TBBM Pertamina Fuel Manokwari masih disegel warga, namun tetap dalam pengawasan aparat TNI dari Kodim 1801 Manokwari.
Diketahui, gugatan warga 20 kepala keluarga pemilik sumur air bersih, terhadap PT.Pertamina dan Menteri BUMN [para tergugat], sedang berproses di Pengadilan Negeri Manokwari.
Juru bicara Advokad Manokwari bersatu, Yan Christian Warinussy, menyatakan 60 hari waktu mediasi di Pengadilan Negeri Manokwari oleh hakim mediator, tak ada titik temu [kata sepakat] antara penggugat dan tergugat. Sehingga tahap mediasi pun dinilai ‘gagal’.
“Tahap mediasi gagal, karena ada beberapa faktor. Salah satunya, permintaan [nilai] ganti rugi Rp26 oleh warga selaku penggugat material, belum dapat dikabulkan oleh pihak Pertamina,” katanya.
Dampak lain dari aksi pemalangan warga di TBBM Pertamina Fuel Manokwari, saat ini layanan PLN mulai terkendala BBM untuk suplai energi listrik ke rumah-rumah warga, bahkan terjadi kelangkaan BBM di sejumlah stasiun pengisian BBM di kota Manokwari dan empat daerah lainnya. (*).
Editor: Syam Terrajana