Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) dituntut untuk bersikap bersih dan integritas dalam melaksanakan tugasnya untuk mengawal suara rakyat dalam proses pencoblosan pada 17 April 2019 lalu.
Namun kenyataannya ada beberapa oknum penyelenggara yang bertindak jauh dari sikap bersih dan integritas tersebut. Dugaan proses jual beli suara pun dilakukan untuk memenangkan salah satu kandidat. Baik itu tingkatan pada pemilihan presiden dan wakil presiden, calon legislatif (caleg) DPRD, DPRP, DPD, hingga DPR RI.
Bagaimana pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua menyikapi hal tersebut? Ketua KPU Papua, Theodorus Kossay mengatakan jual beli suara bukan lagi rahasia namun sudah diketahui oleh masyarakat.
“Jual beli suara ini bukan hanya terjadi pada Pemilu tahun ini, tapi proses ini sudah berjalan pada Pilkada-Pilkada terdahulu. Dan praktek ini terus dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” kata Kossay menjawab pertanyaan Jubi, Jumat (17/5/2019) dini hari.
Kata Kossay, untuk di Papua pihaknya banyak mendapatkan laporan dari masyarakat terkait dengan aggota Panitia Pemilihan Distrik (PPD) yang membawa lari surat suara untuk dijual ke para caleg baik itu caleg DPRD, DPRP, DPD, maupun DPR RI.
“Hal ini yang mengakibatkan banyak terjadi perubahan-perubahan perolehan suara yang awalnya dipleno tingkat distrik namun ketika sampai pada pleo tingkat kabupaten berubah,” ujarnya.
Dikatakan, keterlambatan proses rekapitulasi tingkat provinsi yang hingga kini belum selesai menurutnya ada dua aspek pnghalang. Dua aspek tersebut yaitu keterlambatan administrasi atau pelanggaran administrasi dan pelanggaran prosedural yang dilakukan oleh pihak penyelengara tingkat bawah (KPUD, PPD).
Disinggung apakah akan ada konsekuensi hukum terhadap penyelenggara baik komisiner KPUD maupun PPD yang melakukan praktek jual beli suara, Kossay mengatakan bahwa konsekuensi hukumnya pasti ada yaitu pidana.
“Pasti ada, dan itu sudah pasti pidana. Jadi proses pidana jalan, proses DKPP juga jalan. Ini ranahnya Bawaslu dan Gakumdu, dan saya berharap pihak Bawaslu maupun Gakumdu dapat memproses ini dengan cepat,” ujarnya sembari menegaskan bahwa poin penting dari Pemilu 2019 dari KPU adalah pelaksanaan Pemilu sudah dilaksanakan, sedangkan dalam proses administrasi terlambat maka itu adalah hal yang wajar.
Bawaslu terima 100 laporan
Komisioner Bawaslu Papua, Jamaludin mengatakan, hingga Jumat (17/5/2019) pukul 19.00 WP pihaknya telah menerima sedikitnya 100 laporan pengaduan terkait dengan pelanggaran Pemilu baik itu untuk tingkatan pemilihan DPRD, DPRP, DPR RI dan DPD.
“Sudah ada 100 laporan yang kami terima, dan laporan tersebut masih kami dalami satu persatu,” katanya kepada Jubi usai penetapan rekapitulasi Kabupaten Kepualuan Yapen tingkat provinsi di Grand Abe Hotel.
Kata Jamaludin, dari 100 laporan tersebut hampir 80 persen mengeluhkan kinerja dari pihak penyelenggara baik itu KPU Papua, KPUD di 29 kabpaten/kota, PPD, dan KPPS.
“Saat kami sedang mengidentifikasi laporan. Apakah lapran tersebut masuk dalam tindak pidana, administrasiatau etik dari para penyelenggara. Contoh di Kabupaten Tolikara 14 laporan, Lanny Jaya 12 laporan, Mappi ada dua laporan, dan ada beberapa laporan lainnya,” ujarnya. (*)
Editor : Edho Sinaga