Papua No.1 News Portal
Nabire, Jubi – Banyak isu negatif beredar di masyarakat. terhadap pasien terkait Covid-19 yang sedang menjalani perawatan di ruang isolasi RSUD Nabire.
Padahal menurut penanggungjawab gugus tugas percepatan covid-19 Kabupaten Nabire, Daniel Maipon, status pasien selalu berubah-ubah. Yakni dari hasil pemeriksaan rapid test reaktif, swab negatif dan hasil swab berikut kembali positif, bahkan terdapat pasien yang tidak pernah mengalami status positif.
Kondisi ini menurutnya mempengaruhi warga masyarakat yang tidak memahami bagaimana kondisi pasien yang sesungguhnya.
“Jadi, dari ketidaktahuan ini, muncul berbagai macam opini dengan pandangan miring yang menimbulkan hoax di tengah masyarakat, melalui medsos seperti Facebook dan sebagainya. Penyebaran berita bohong menimbulkan pemahaman yang berbeda di masyarakat yang akibat tidak paham tentang cara dan prosedur penanganannya.
Akhirnya kata dia, mereka berpandangan penetapan status positif bagi pasien covid atas kemauan tim gugus tugas. “Bahkan ada warga yang sangat mempercayai berita bohong,”ujar Daniel Maipon dalam konperensi pers di Gedung Guest House jalan merdeka Nabire, Senin petang (22/6/2020).
Pihaknya mengharapkan pengertian dan pemahaman masyarakat atas penjelasan tim medis tentang penanganan pasien. Mengingat, dalam menentukan status seseorang positif maupun negatif, ditentukan
berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium.
Pemerintah Daerah bersama tim gugus tugas menegaskan terhitung tanggal (22/06/2020), bersama pihak keamanan akan memantau langsung orang yang menyebar isu hoax dan provokator terkait proses penanganan pasien covid-19 di Kabupaten Nabire.
Kemudian,apabila isu dapat dikategorikan sebagai informasi hoax, maka pihaknyaakan memproses yang bersangkutan melalui jalur hukum, tidak terkecuali untuk TNI, POLRI dan ASN.
“Masyarakat agar tidak mudah percaya isu hoax. Jika ada isu tidak benar maka kami akan memproses hukum, walaupun yang bersangkutanadalah seorang TNI, Polri dan ASN. Biarlah hal ini jika terjadi, makapengadilan yang akan meluruskan jika ada yang keliru,” kata Sekda Nabire itu.
Menurut Maipon. Hal tersebut harus dilakukan demi memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat. Selain itu untuk memberikan kepastian perlindungan kepada tenaga medis tim gugus tugas dalam
melakukan pelayanan kepada masyarakat.
Karena, selama ini banyak informasi yang berkembang di tengah masyarakat dan sangat menyudutkan tim medis dalam menanggani pasien Covid-19.
Juru bicara tim gugus tugas penanggulangan covid-19, dokter Frans Sayori mengatakan, kesehatan itu mahal dan ditentukan oleh banyak aspek. jika masyarakat masih bertanya, mengapa sampai saat pasien covid di Nabire belum sembuh-sembuh. Maka secara epidemologi, tingkat kesehatan 40 persen ditentukan oleh perilaku.
“Yakni 40 persen dari perilaku, 30 persen dari lingkugan, 20 persen dari tenaga medis. Serta 10 persen adalah genetik. Jadi tidak ada hal yang direkayasa oleh tim medis dan menjadikannya proyek di tengah
pandemi. Namun tim kesehatan bekerja atas dasar pedoman, maka patokan medis adalah hasil swabnya,” kata Sayori.
Tim gugus tugas bagian penanganan, dokter Andreas Pekei, menambahkan tenaga medis tidak asal menentukan seseorang terjangkit satu penyakit.
Namun merupakan tanggungjawab moral yang sangat besar. Pekerja medis bekerja di bawah sumpah .
Maka, seseorang ditetapkan sebagai pasienn covid-19 tidak serta merta dan seenaknya lantaran titipan dan atau kepentingan tertentu.
“Tidak. tenaga medis disumpah. Kalau positif ya positif, negatif ya negatif. Virus itu makluk hidup yang tidak kelihatan dengan kasat mata tetapi membutuhkan mikroskop. Karena barang tidak kelihatan maka
oraang mengangap tidak ada dan dibuat – buat,” tambah dokter Pekei.
Contoh kasus adalah Malaria. Direktur RS Nabire ini menjelaskan bahwa malaria juga sama seperti virus Korona. Sehingga bila tidak menggunakan mikroskop maka tidak akan kelihatan.
Namun malaria adalah penyakit lama yang gejalanya sudah dikenal banyak orang, sementara
covid adalah pandemi yang baru muncul.
Ia berharap kepada masyarakat agar tidak lagi memberikan komentar yang tidak mendasar dan tidak bertanggungjawab. Tenaga medis bisa dituntut secara hukum jika melakukan hal yang tidak benar.
“Dengan demikian kami harap ridak ada lagi yang memberikan pernyataan dan menyebar berita bohong tentang pasien. Kami juga harap sembilan pasien segera sembuh dan kita menuju new normal,”.
Editor: Syam Terrajana