Asosiasi Bupati Meepago dianggap tak perhatikan kondisi riil

Sekretaris Fraksi Membangun Papua, Alfred Fredy Anouw - Jubi/IST
Sekretaris Fraksi Membangun Papua, Alfred Fredy Anouw. – Ist

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Hingga saat ini Asosiasi Bupati Meepago terus berusaha agar Presiden Joko Widodo, Menteri Dalam Negeri, DPR RI, dan DPD RI segera menyetujui pemekaran Provinsi Papua Tengah. Ada empat bupati yang mati-matian agar pemekaran itu segera dilaksanakan, di antaranya bupati Nabire, Intan Jaya, Mimika, dan Puncak yang semuanya notabene memimpin dua periode.

Read More

Menurut Sekretaris Fraksi Membangun Papua (MP) DPR Papua, Alfred Fredy Anouw, para bupati Meepago itu tidak memperhatikan kondisi riil dari sejumlah kabupaten.

“Sebagai anak muda asal Meepago, saya sangat prihatin terhadap kondisi riil anak muda di tanah adat Meepago saat ini. Masih kabupaten kecil saja belum terurus baik, apalagi mau urus Provinsi Papua tengah yang besar ruang lingkupnya ini. Saya minta hentikan mimpi kesiangan dari para bupati,” ujar Anouw, Kamis (21/11/2019).

Menurutnya, Isaias Douw telah memimpin Kabupaten Nabire hampir sembilan tahun tapi persoalan honorer dan masalah sampah belum terselesaikan dengan baik, atau menyoal pemerintahan dinasti. Sementara itu, Eltinus Omaleng memimpin Mimika periode kedua, dan baru saja memimpin tapi di Timika sering kacau serta semua pejabat OAP di birokrasi dipangkas habis.

“Willem Wandik pimpin Kabupaten Puncak kurang lebih delapan tahun, tapi korban dari warga sipil terus menerus berjatuhan, dan Natalis Tabuni jadi Bupati Intan Jaya kurang lebih tujuh tahun tapi berkantor di Nabire, semua pegawainya pulang pergi Sugapa dari Nabire, tidak pernah menetap di sana,” ungkapnya.

Atas kebijakan yang diterapkan selama masih menjabat bupati, Anouw mempertanyakan pemekaran Papua Tengah ini diperuntukkan untuk siapa. “Sampai sejauh ini mereka siapkan SDM OAP untuk membangun Papua Tengah itu berapa orang atau sudah sampai di mana? Kalau belum pernah siapkan SDM, ya sudah pasti bahwa hanya mau datangkan malapetaka yang sangat besar,” ujarnya.

“Saya harus akui dan jujur katakan, usulan pemekaran harus ikuti aturan, mulai dari aspirasi masyarakat, persetujuan MRP dan DPR Papua dan selanjutnya. Saya tegaskan, menolak DOB Papua Tengah,” tegasnya.

Lelaki asal Dogiyai ini mengatakan, sebagai sekretaris Fraksi Membangun Papua, meminta secara terhormat kepada pimpinan DPR Provinsi Papua sementara, Jhonny Banua Rouw, untuk segera mengklarifikasi pertemuan beliau bersama Mendagri beberapa waktu lalu di Jakarta yang pada prinsipnya membahas terkait DOB di Papua.

“Ketua sementara harus tahu tupoksi bahwa tugas dia hanya bisa melengkapi alat kelengkapan dewan. Tidak bisa urus hal yang bersifat umum. Jangan jual lembaga DPR Provinsi Papua dengan kepentingan sekelompok orang,” ucap pria 28 tahun ini.

Naftali Magai, DPRD terpilih Kabupaten Deiyai turut mendukung pernyataan penolakan dari MRP dan DPR Papua. Ia juga tetap menolak pemekaran, sebab dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 pada Pasal 76 dijelaskan, bahwa pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP.

“Kerja para bupati atau pemerintah daerah seharusnya berupaya menyelesaikan masalah-masalah yang ada di kabupaten masing-masing, seperti persoalan rasisme yang berujung pada kematian dan penangkapan, perusahaan tambang emas ilegal di Degeuwo, Paniai, Yahukimo, dan Korowai serta perusahaan kelapa sawit di Mimika itu harus ditutup, karena kehadiran perusahan itu banyak masyarakat lokal mati brutal atas kekayaannya sendiri,” kata Naftali Magai. (*)

 

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply