Amnesty sebut larangan FPI berpotensi gerus kebebasan sipil

Amnesty International Indonesia, Papua
Ilustrasi, lambang Amnesty International Indonesia. - www.amnesty.id

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi Amnesty International Indonesia menilai pelarangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam (FPI) berpotensi mendiskriminasi dan melanggar hak berserikat dan berekspresi. “Keputusan ini berpotensi mendiskriminasi dan melanggar hak berserikat dan berekspresi, sehingga semakin menggerus kebebasan sipil di Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, Rabu (30/12/2020).

Read More

Usman menilai seharusnya pemerintah tidak membuat keputusan sepihak. Jauh lebih baik mengutamakan pendekatan hukum dan peradilan ketimbang langsung menetapkan FPI sebagai organisasi terlarang.

“Misalnya, proses hukum pengurus ataupun anggota FPI yang diduga terlibat tindak pidana, termasuk ujaran kebencian dan hasutan melakukan kekerasan berdasarkan agama, ras, asal usul kebangsaan maupun minoritas gender. Itu kewajiban negara.” kata Usman menambahkan.

Baca juga : Pendeta Yeremia meninggal, Amnesty Indonesia : negara gagal hadirkan perdamaian di Papua 

Keluarga anggota FPI korban penembakan polisi serahkan bukti ke Komnas HAM

Penembakan anggota FPI, rekonstruksi menunjukkan empat orang ditembak di mobil polisi

Ia membenarkan ada unsur masyarakat yang menentang sikap intoleran berbasis kebencian agama, ras, atau etnis yang kerap ditunjukkan oleh pengurus dan anggota FPI. Namun , Usman tetap menganggap pelarangan FPI sebagai keputusan yang berlebihan karena dilakukan tanpa proses pengadilan.

“Yang perlu diperbaiki adalah mekanismenya. Amnesty menyarankan pemerintah untuk membuat mekanisme yang lebih adil sesuai standar-standar hukum internasional, termasuk pelarangan dan pembubaran sebuah organisasi melalui pengadilan yang tidak berpihak,” ujar Usman menjelaskan.

Menurut dia, pelarangan FPI sebagai dampak Perppu nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas yang telah ditetapkan menjadi undang-undang nomor 16 tahun 2017. UU tersebut tidak mensyaratkan pembubaran atau pelarangan ormas lewat proses pengadilan.

“UU ini bermasalah dan harus diubah. Menurut hukum internasional sebuah organisasi hanya boleh dilarang atau dibubarkan setelah ada keputusan dari pengadilan yang independen dan netral,” kata Usman menjelaskan .

Tercatat pemerintah menetapkan FPI sebagai organisasi terlarang. Pelarangan tertuang dalam surat keputusan bersama (SKB) yang ditandatangani enam pejabat tinggi negara tanpa ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. (*)

CNN Indonesia

Editor : Edi Faisol

 

Related posts

Leave a Reply