Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Pemerintah Malaysia melarang ojek online dengan alasan risiko keamanan dan tingkat kecelakaan yang tinggi. Hal itu menjadi dalih negara itu kembali menangguhkan lagi izin layanan raid hailing atau ojek online
“Saat ini Kementerian Perhubungan belum ada rencana memperkenalkan e-hailing sepeda motor mengingat masalah keselamatan dan risiko bagi penumpang,” kata Henry Wakil Menteri Perhubungan Malaysia, Henry Sum Agong, Senin (15/11/2021).
Baca juga : Covid-19 belum reda, Malaysia bahas kebijakan rencana kemungkinan lockdown
Ini alasan Medsos Cina hilangkan nama penyanyi Malaysia dan Australia
Dampak lockdown, maskapai asal Malaysia ini rugi hingga Rp85 triliun
Henry mengatakan saat ini kementeriannya belum ada rencana memperkenalkan izin operasional layanan ojol dalam waktu dekat. Keputusan itu dibuat setelah pemerintah menerima data kecelakaan lalu lintas dari polisi. Dari data itu, kematian akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 64 persen, atau lebih dari 3.900 kasus dari total 6.167 kasus kematian.
“(Keputusan) ini memperhitungkan risiko keselamatan dan kecelakaan lalu lintas yang sangat tinggi di antara pengendara dan penumpang yang dibonceng di Malaysia,” kata Henry menambahkan.
Pernyataan Henry menimbulkan tanggapan negatif dari salah satu anggota Dewan Rakyat sekaligus mantan menteri pemuda dan olah raga Malaysia, Syed Saddiq Syed Abdul Rahman.
Syed Saddiq mempertanyakan mengapa pemerintah Malaysia tidak mencontoh Thailand dan Indonesia yang telah melegalkan operasi ojol sebagai salah satu alternatif transportasi publik meski dikelola oleh swasta.
“Thailand dan Indonesia telah mengizinkan perusahaan untuk mengoperasikan layanan ojek online. Jawaban Anda (Henry) tidak meyakinkan karena jika negara tetangga bisa, mengapa Malaysia tidak?” ucap Syed Saddiq.
Syed menyatakan Malaysia sepatutnya bisa mencontoh Indonesia dan Thailand terkait penerapan hukum dan kebijakan layanan taksi online berbasis sepeda motor, bukan malah langsung melarangnya.
“Meskipun masalah keselamatan menjadi alasannya, kementerian seharusnya dapat memperkenalkan pedoman yang ketat daripada melarang ojol,” kata Syed menegaskan.
Pada 2019, pemerintah Malaysia yang dipimpin PM Mahatir Mohammad sebagai perdana menteri, sempat memberikan izin kepada layanan taksi online berbasis sepeda motor seperti Dego Ride hingga Gojek untuk mengaspal di Negeri Jiran dengan sederet syarat.
Syed Saddiq bahkan mengaku menjadi salah satu pihak yang melobi Gojek agar ekspansi ke Malaysia. Namun, pemerintahan koalisi Pakatan Harapan itu runtuh pada Maret 2020 dan membuat pembahasan kebijakan transportasi online ini terbengkalai.
Henry pun lagi-lagi membela keputusan pemerintahan saat ini yang dipimpin Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob soal layanan ojol tersebut.
“Seperti yang telah saya tegaskan, pemerintah selalu memperhitungkan kebutuhan transportasi publik seperti taksi online, sejauh ini keputusan pemerintah seperti yang saya sebutkan tadi,” kata Henry menjelaskan. (*)
CNN Indonesia
Editor : Edi Faisol