Akademisi: PSU dan Pemilu susulan berimbas terhadap kepercayaan publik

Ilustrasi kotak suara Pemilu 2019 – Jubi/Dok.
Ilustrasi kotak suara Pemilu 2019 – Jubi/Dok.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Pemilihan Umum (Pemilu) susulan dan Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang terjadi di beberapa daerah di Papua mendapat tanggapan dari akademisi.

Read More

Elvira Rumkabu yang merupakan akademisi dari Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Papua mengatakan, Pemilu susulan dan PSU akan berdampak pada legitimasi dari proses Pemilu itu sendiri.

Kata Rumkabu, Pemilu susulan dan PSU terdapat dua konsekuensi, yaitu pertama partisipasi masyarakat akan menurun.

“Tapi ini perlu diriset (diteliti) lagi. Banyak masyarakat merasa lelah, dan di hari kedua ada kemungkinan partisipasi masyarakat menurun,” katanya kepada Jubi, Rabu (24/4/2019) saat ditemui di Kantor Bawaslu Kota Jayapura.

Dikatakan, konsekuensi kedua adalah permasalahan soal legitimasi orang yang terpilih. Kalau prosesnya sudah bermasalah maka konsekuensi paling mengerikan adalah masyarakat menjadi tidak percaya terhadap orang terpilih betul-betul legitimer atau sah.

“Prosesnya saja sudah dipermasalahkan apalagi hasilnya. Saya pikir bagian ini bagian sangat bermasalah,” kata Rumkabu yang juga alumni Australian National University itu.

Ia pun berharap, Bawaslu Papua harus melakukan investigasi secara mendalam soal Pemilu susulan yang terjadi di Distrik Abepura dan Distrik Jayapura Selatan (Japsel)

“Perasaan saya (kecewa) sama seperti masyarakat yang lainnya ketika sudah berbondong-bondong ke TPS malah proses pencoblosannya ditunda. Kita tidak pernah berekspektasi kemudian bisa terjadi pembatalan pencoblosan karena belum dilakukan pendistribusian logistik dan ini terjadi di Kota Jayapura, di mana Kota Jayapura merupakan barometer demokrasi di tanah Papua,” katanya.

Sesuai dengan undang-undang, menurut Rumkabu, penundaan Pemilu bisa dilakukan apabila ada gangguan kemananan maupun  bencana alam yang tidak terduga.

“Jadi ada faktor yang merasionalisasi atau menjustifikasi bahwa kemudian ada penundaan. Kalau faktor-faktor ini tidak terjadi dan terjadi penundaan maka hal ini adalah bentuk dari pelanggaran. Pelanggaran itu disengaja atau tidak disengaja hanya Bawaslu yang bisa menjawabnya. Menurut saya harus ada tindakan yang diambil oleh pihak Bawaslu karena konsekuensinya banyak sekali,” ujarnya.

Sementara, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Jayapura Frans Rumsarwir mengatakan pihaknya saat ini sedang mengkaji laporan dari pengawas distrik terkait Pemungutan Suara Ulang (PSU) di dua Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang ada di Distrik Jayapura Utara (Japut).

“Kami mendapat informasi akan ada PSU di dua TPS yang ada di Distrik Japut. Sementara akan kami kaji, apakah dapat dilakukan PSU atau tidak,” katanya kepada Jubi, Selasa (23/4/2019) malam saat ditemui di Kantor Bawaslu Kota Jayapura.

Kata Rumsarwir, kejelasan terkait TPS belum jelas karena masih dikaji dari laporan-laporan yang disampaikan oleh pengawas dua TPS tersebut. Laporan serupa juga sudah diajukan ke Panitia Pengawas Distrik (PPD).

“Sesuai ketentuan, PSU harus diajukan dari pengawas TPS. Apabila ada hal-hal yang memenuhi syarat terjadinya PSU, maka harus merekomendasikan ke tingkat pimpinan yakni tingkat kelurahan dan tingkat distrik,” ujarnya.

Rumsarwir menambahkan, apabila dalam kajian-kajian, terpenuhi syarat-syarat ketentuan maka bisa diputuskan pelaksanaan PSU.

Sebelumnya Ketua KPU Papua,  Theodorus Kossay mengaku kecewa dengan kinerja dari KPUD Kota Jayapura yang menyebabkan Pemilu di Kota Jayapura mengalami penundaan pelaksanaan.

“Saya sangat kecewa dengan kinerja dari KPUD Kota Jayapura. Saya sendiri bingung dengan apa yang mereka lakukan sehingga hari pelaksanaan pencoblosan tidak bisa dilakukan karena logistik belum tiba di TPS-TPS,” katanya kepada Jubi belum lama ini di Kantor KPUD Kota Jayapura.

Padahal menurut Kossay, koordinasi pihaknya dengan KPUD Kota Jayapura H-1 pelaksanaan pencoblosan bahwa seluruh logistik sudah siap dan akan dilakukan pendistribusian pada pagi harinya.

“H-1 malam mereka bilang sudah oke, tinggal pendistribusian logistik pagi harinya. Saya jadi kaget ketika diinformasikan bahwa logistik belum bisa disalurkan karena masih dilakukan penyortiran oleh pihak KPUD. Lah, mereka kerja apa, kok bisa seperti itu,” ujarnya. (*)

Editor       : Edho Sinaga

Related posts

Leave a Reply