Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Sejak 31 Januari 2020, Pengadilan Negeri Balikpapan telah mengeluarkan Surat Penetaran Nomor : 34/Pid.B/2020/PN.Bpp yang di dalamnya menjelaskan tentang waktu sidang ketujuh tahanan politik (tapol) Papua pada Selasa, 11 Februari 2020, pukul 09.00 WITA di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan.
Koordinator Litigasi Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua, Emanuel Gobay, mengatakan secara praktis dalam rangka penuntutan berkas perkara ketujuh tapol Papua dipisahkan menjadi tujuh berkas secara terpisah-pisah.
Menurut Gobai, mereka akan diadili oleh tiga kelompok Majelis Hakim dari lingkungan PN Balikpapan. Untuk diketahui kebijakan penggabungan dan pemisahan berkas merupakan kewenangan Kejaksaan yang akan bertindak selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam pemeriksaan di PN sebagaimana diatur pada pasal 141 KUHAP dan 142 KUHAP.
“Sidang perdana akan dilakukan pada tanggal 11 Februari 2020 di PN Balikpapan. Nah, melalui fakta pemisahan atau splitsing menjadi tujuh berkas, menunjukkan bahwa dalam kasus tujuh tapol Papua itu, Kejaksaan menggunakan kewenangan yang diatur pada pasal 142 KUHAP,” ujar Emanuel Gobai, kepada Jubi melalui keterangannya, Jumat (7/2/2020).
Melalui pemisahaan berkas, ia menjelaskan, tujuh Tapol Papua secara teknis telah terregistrasi dengan nomor perkara di PN Balikpapan yang berbeda-beda, di antaranya Hengky Hilapok terregistrasi dalam Berkas Perkara Pidana Nomor : 30/Pid.B/2020/PN. BPP, Alexsander Gobay terregistrasi dalam Berkas Perkara Pidana Nomor : 31/Pid.B/2020/PN. BPP, Steven Itlay terregistrasi dalam Berkas Perkara Pidana Nomor : 32/Pid.B/2020/PN. BPP, Buchtar Tabuni tertegistrasi dalam Berkas Perkara Pidana Nomor : 33/Pid.B/2020/PN. BPP, Irwanus Uropmabin teregistrasi dalam Berkas Pemeriksaan Perkara Pidana Nomor : 34/Pid.B/2020/PN. BPP, Ferry Kombo terregistrasi dalam Berkas Perkara Pidana Nomor : 35/Pid.B/2020/PN. BPP, dan Agus Kossay terregitrasi dalam Berkas Perkara Pidana Nomor : 36/Pid.B/2020/PN. BPP.
“Walaupun begitu, pada prinsipnya dalam penerapan sistem peradilan di Indonesia mengenal asas peradilan yang sederhana, cepat, ringan, dan biaya murah sebagaimana diatur pada pasal 2 ayat (4), UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Atas dasar itu dengan adanya kebijakan pemeriksaan tujuh tapol Papua di Pengadilan Negeri Balikpapan yang dikeluarkan Mahkamah Agung Republik Indonesia secara langsung telah menihilkan asas peradilan yang sederhana, cepat, ringan, dan biaya murah,” ungkapnya.
Selain itu, berdasarkan implementasi Pasal 85 KUHAP terhadap kasus tujuh tapol Papua yang tidak sesuai prosedur dan dinilai masuk dalam kategori dugaan tindakan maladministrasi sebab dilakukan oleh pejabat yang tidak diberikan wewenang oleh KUHAP untuk melakukan pemindahan tempat diadilinya tujuh tapol Papua yang didasari pula oleh fakta kondisi persidangan di PN Jayapura sejak bulan oktober 2019 – Februari 2020 yang berjalan dengan aman damai tanpa ada hambatan apapun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PN Balikpapan tidak berwenang mengadili perkara tujuh tapol Papua.
Gustaf R. Kawer, rekan pengacara hukum, mengatakan terlepas dari hal-hal di atas, berdasarkan penggunaan pasal dan peraturan perundang-undangan dalam berkas perkara terdakwa Agus Kossay yang jumlahnya lebih dari satu yang digunakan JPU dalam mendakwa tujuh tapol Papua secara langsung menunjukkan bahwa JPU juga masih ragu-ragu dalam melihat perkara tersebut.
“Atas dasar itu, secara singkat dapat disimpulkan bahwa tujuh tapol Papua adalah korban kriminalisasi pasal makar sebagaimana biasanya dialami oleh mayoritas aktivis pejungan hak-hak orang asli Papua (OAP),” ujar Kawer.
Pihaknya menegaskan gabungan Advokat dari Papua, Kalimantan Timur, dan Jakarta berjumlah 54 orang siap mendampingi tujuh tapol Papua menjalani pemeriksaan di PN Balikpapan.
“Kebijakan pemeriksaan tujuh tapol Papua di Pengadilan Negeri Balikpapan yang dikeluarkan Mahkama Agung Republik Indonesia bertentangan dengan pasal 2 ayat (4), UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Maka, Pengadilan Negeri Balikpapan tidak berwenang mengadili tujuh tapol Papua, sebab sejak bulan Oktober 2019 sampai Februari 2020 yang berjalan dengan aman dan damai tanpa ada hambatan apapun,” tuturnya.
Ia minta segera hentikan kriminalisasi pasal makar terhadap kliennya. (*)
Editor: Dewi Wulandari