Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua menilai proses penetapan lima pelayat Awii Pahabol sebagai tersangka pengeroyokan polisi tidak adil, karena mengabaikan proses hukum terhadap dua polisi yang dikeroyok karena mengganggu iring-iringan jenazah Awii Pahabol. LBH Papua meminta dua polisi yang mengganggu iring-iringan jenazah itu juga dihukum.
Hal itu dinyatakan Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay dalam keterangan pers tertulisnya pada Rabu (30/3/2022). Gobay menyatakan Kepolisian Resor Kota Jayapura pada 28 Maret 2022 menangkap 83 orang pelayat dan pengiring jenazah Awii Pahabol. Gobay menyatakan penangkapan itu terjadi setelah sekelompok pelayat dan pengiring jenazah mengeroyok dua polisi yang mengganggu iring-iringan jenazah Awii Pahabol. Polisi kemudian menetapkan lima pelayat sebagai tersangka kasus pengeroyokan, dan melepaskan pelayat lainnya.
Gobay menilai penetapan kelima pelayat sebagai tersangka pengeroyokan tidak adil, karena polisi yang mengganggu iring-iringan jenazah itu justru tidak dihukum. “Tindakan kedua oknum polisi bertentangan dengan ketentuan Pasal 134 huruf f Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU Lalu Lintas) yang menyatakan iring-iringan pengantar jenazah punya hak utama untuk didahulukan. Keduanya juga melanggar Kode Etik Kepolisian,” kata Gobay sebagaimana dikutip dari keterangan pers tertulisnya, Rabu.
Baca juga: Selama 2021, LBH Papua tangani 57 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
LBH Papua menyatakan Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Jayapura telah melindungi kedua oknum polisi yang melanggar ketentuan UU Lalu Lintas dan Pasal 3 huruf g Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. “Kepala Kepolisian Daerah Papua [harus] segera memerintahkan Kapolresta Jayapura memproses hukum kedua oknum polisi,” kata Gobay.
Ia menyatakan jika kepolisian tidak ingin menghukum kedua polisi yang mengganggu iring-iringan jenazah itu, maka seharusnya Polresta Jayapura mengedepankan mekanisme Restoratif Justice sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam Penyelesaian Perkara Pidana.
“Berdasarkan prinsip ‘Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum’ sebagaimana diatur Pasal 28d ayat (1) Undang-undang Dasar 1945, maka dalam kasus ini semestinya Polresta Jayapura mengedepankan mekanisme Restoratif Justice,” kata Gobay.
Baca juga: Natalius Pigai: Lebih baik Gubernur memfasilitasi LBH Papua dan WALHI Papua
Gobay juga mempertanyakan cara polisi menetapkan lima pelayat sebagai tersangka. Ia menyatakan kelima orang yang dijadikan tersangka pengeroyokan justru tidak berada di lokasi pengeroyokan. Sebagian dari mereka berada di Sentani, dan sebagian lainnya justru berada di pemakaman karena menjadi penggali kubur.
“Fakta itu secara langsung menunjukan bukti bahwa penetapan tersangka terhadap kelima orang [itu] dilakukan tanpa didukung oleh alat bukti yang kuat. Sangat mungkin dapat dilakukan upaya hukum Praperadilan,” kata Gobay.
Ia juga merasa Polresta Jayapura menyulitkan para advokat yang ditunjuk keluarga untuk mendampingi para pelayat yang diperiksa penyidik. “Kuasa hukum dari LBH Papua sudah datangi Mapolresta Jayapura pada pukul 20.00 WP, untuk mendampingi 83 orang yang ditangkap. Pada pukul 22.30 WP, barulah Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Jayapura keluar menemui kuasa hukum dari LBH Papua, dan mempersilahkan dua kuasa hukum menemui 83 orang yang ditangkap. [Saat itu], kurang lebih 13 orang sudah diperika [penyidik] tanpa didampingi oleh kuasa hukum,” ujar Gobay.
Baca juga: LBH Papua minta Brimob tinggalkan 3 bangunan sekolah di Yahukimo
Kantor Berita Antara pada Rabu melansir pernyataan Kapolresta Jayapura, Kombes Gustav R Urbinas terkait penetapan kelima pelayat sebagai tersangka pengeroyokan dua orang polisi. Menurutnya, ES, FE, YK, LW, dan DE, dijadikan tersangka karena bersama-sama di muka umum melakukan kekerasan terhadap orang.
Kantor Berita Antara melansir pengeroyokan itu terjadi Senin sore (28/3), ketika para pelayat mengiringi jenazah Awii Pahabol menuju kuburan. Pada waktu bersamaan, Bripda Jason Ohee dan Bripda Bonjosi melintas menggunakan motor dan melewati iring-iringan jenazah itu. Keduanya kemudian dikejar dan dihentikan, lalu dikeroyok sejumlah orang.
Bripda Bonjosi lolos dari keroyokan itu, sedangkan Bripda Jason ditangkap dan diseret sampai ke pemakaman. “Para pelaku selain melakukan pengeroyokan juga sudah ada potensi penyanderaan dan perampasan handphone milik korban,” Urbinas, sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Antara. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G