Papua No. 1 News Portal | Jubi
Merauke, Jubi – Penggagas Kampung Buti, Burhanudin Zein, mengungkapkan sekitar 40 tahun, masyarakat Buti kehilangan kampungnya, tepatnya sejak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa diterbitkan.
“Dulunya Buti adalah desa yang saat itu dijabat oleh Yohanes T Ndiken (kepala desa). Lalu lebih tak jelas lagi ketika awal tahun 1980-an, berubah lagi,” kata Zein kepada Jubi Jumat (29/3/2019).
Dari Desa Buti berubah lagi menjadi Desa Samkai dan kini menjadi Kelurahan Samkai, di situlah pelayanan kepada masyarakat lokal semakin jauh dan mereka tak merasakan adanya sentuhan dalam bidang pembangunan karena berada di bawah kelurahan.
Dengan kelurahan, demikian Zein, masyarakat Marind-Buti sulit mengakses program pemerintahan berkaitan dengan kesejahteraan.
“Ya, kini dengan adanya Kampung Buti, kita bisa akses yang namanya dana desa, ADK maupun program lain dari pemerintah,” ungkapnya.
“Kami memberikan apresiasi kepada mantan Bupati Merauke, Romanus Mbaraka, yang telah menerbitkan Perda Kampung Buti. Juga Bupati Merauke sekarang, Frederikus Gebze, yang telah melantik Kepala Kampung Buti pada tahun 2016 silam,” katanya.
Dijelaskan, secara de facto dan de jure, hari ini Kampung Buti berdiri. Bahkan dana desa tahun 2015 telah dikucurkan untuk pelayanan kantor dan lain-lain.
“Saya memastikan tanggal 1 April 2019, roda pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, sudah bisa berjalan sebagaimana biasa,” ujarnya.
Kepala Kampung Buti, Junaidy Sarendo Gebze, menambahkan pelayanan kepada masyarakat lokal akan dilakukan secara kontinu, setelah dilakukan perbaikan beberapa ruangan kantor.
“Oleh karena baru dua minggu kami berada di sini, sehingga masih dilakukan renovasi di bagian dalam. Rekan wartawan bisa melihat kegiatan perbaikan ruangan yang masih berjalan,” katanya. (*)
Editor: Dewi Wulandari