4 warga Kampung Kensi di Kaimana terkena tumor, 20 lainnya diduga TBC

Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1,

Jayapura, Jubi – Tercatat sebanyak 4 Warga di Kampung Kensi terkena Tumor, 2 orang berjenis kelamin perempuan dan 2 orang berjenis kelamin laki-laki.

Pada Minggu 25 september 2016 saat ditemui kondisi mereka sangat memprihatinkan, masyarakat yang terkena tumor tidak punya biaya untuk berobat. Selama ini sebagai masyarakat adat Suku Mairasi, mereka mengharapkan bantuan perusahaan kayu yang beroperasi di wilayah adat mereka, yakni PT. Wanakayu Hasilindo. Namun, harapan kompensasi hak ulayat pada setiap pembayaran, ternyata mereka terima kertas kosong. Sehingga rencana untuk operasi tumor pun kandas di Kampung Kensi.

Data yang diperoleh dari Obet Jefata mantri Kampung Kensi menunjukan selain penyakit tumor, setidaknya terdapat 20 warga kampung yang menderita batuk menahun diduga mereka mengidap TBC, tetapi Obet Jefata selaku Mantri Kampung Kensi enggan memvonis mereka dengan penyakit tersebut. Menurut Obet, TBC hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan sedangkan kami di pustu Kampung Kensi tidak punya alat untuk pemeriksaan. Obet Jefata menambahkan yang baru diketahui mengidap TBC 2 orang dan 1 orang diantaranya menderita Asma. Upaya Obet Jefata selaku mantri Kampung Kensi berharap ada perhatian dari pemerintah Kabupaten Kaimana, dan Provinsi Papua Barat untuk merujuk masyarakat ke Kabupaten Kaimana agar melakukan pemeriksaan serta pengobatan medis yang teratur di RSUD Kaimana. Karena masyarakat tidak punya biaya untuk menempuh perjalanan laut ke Kota Kaimana. Jarak sangat jauh, ada longboat, tapi butuh biaya mahal untuk belanja BBM. Perusahaan Kayu, PT. Wana Kayu Hasilindo tidak bisa diharapkan.

Berdasarkan catatan Pustu Kampung Kensi, terhitung warga yang dirujuk untuk pemeriksaan di Kota Kabupaten Kaimana sudah 3 orang, setelah pemeriksaan positif TBC. Masalah biaya menjadi keluhan tersendiri bagi warga yang sakit, transportasi dari kampung ke Kota Kaimana dan biaya pengobatan dirumah sakit.

“Warga yang dirujuk untuk berobat di Kaimana dibantu oleh PT Wanakayu Hasilindo dengan perhitungan pinjaman tutur Obet Jefata. Biasanya perusahaan bantu dengan potongan pada kompensasi hak ulayat. Besarnya biaya yang diberikan perusahaan 1,5-2 juta sehingga terkadang tidak cukup. Warga yang pernah dirujuk antara lain Hendrika 32 tahun, Ringgo 29 tahun dan Novita 9 tahun,” kata Mantri Obet.

Warga yang sakit tumor saat ditemui kondisi sangat memprihatinkan, tampak benjolan sudah sangat besar sehingga saat tidur sangat susah. Sarlota Jefata umur 35 tahun tinggal dikebun kilometer 26, Karel Jefata umur 49 tahun tinggal di kilometer 49, Regina Asafa umur 36, dan Daniel Jefata 50 Tahun semua penderita benjolan warga Kampung Kensi.

Benjolan yang tumbuh semakin hari semakin besar jika tidak secepatnya diangkat. Faktor biaya menjadi alasan bapak Karel Jefata apabila dioperasi. Ada kompensasi hak ulayat dari kayu-kayu yang dikeluarkan dari wilayah adat kami oleh PT Wanakayu Hasilndo tetapi setiap kali pembayaran habis dipotongan pinjaman dan kantin perusahaan, kalaupun terima 1 keluarga paling tinggi 1 juta.

Soleman Jefata selaku kepala Kampung Kensi, berharap agar pemerintah Kabupaten Kaimana dan Provinsi Papua Barat membantu pengobatan warganya.

Dana Otsus yang diperuntukan untuk kesehatan orang asli Papua, peruntukannya belum menyentuh orang asli Papua yang tinggal di pedalaman dan kampung-kampung, seperti fakta di kampung Kensi, Arguni Atas, Kaimana. Bahkan dalam konteks Layanan Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB), Pemerintah Daerah Kabupaten Kaimana belum menunjukkan keberadaan kehadiran Negara Indonesia bagi masyarakat adat Suku Mairasi di kampung Kensi, Pedalaman Kaimana.

“Warga yang sakit bukan hanya kampung Kensi tetapi mereka di Kampung lain di Kecamatan Teluk Arguni pasti ada yang sakit berat namun tidak ada biaya untuk berobat. Saya yakin mantri yang bertugas di Kampung Kensi sudah melaporkan bahwa ada warga yang sakit ke Kepala Dinas Kesetan Kaimana namun tidak ada tindak lanjut,” tutur kepala kampung ini dengan nada kesal. (*)

Artikel ini ditulis oleh Pietsaw Amafnini, Kordinator JASOIL

 

Related posts

Leave a Reply