Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua meminta pemerintah dan Palang Merah Indonesia atau PMI turun tangan menangani warga sipil yang mengungsi karena konflik bersenjata di sejumlah wilayah Tanah Papua. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Perwakilan Papua juga diminta memantau kondisi pengungsi serta penanganan pengungsi oleh pemerintah dan PMI itu.
Hal itu dinyatakan Direktur LBH Pers, Emanuel Gobay dalam keterangan pers tertulisnya, Senin (25/10/2021). Gobay menyatakan kewajiban pemerintah dan PMI menangani warga sipil yang mengungsi karena konflik itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan.
“Banyak kasus pengungsi yang dialami oleh masyarakat sipil Papua, baik di Kabupaten Nduga (2018), Kabupaten Intan Jaya (2019 – 2020), Kabupaten Mimika (2020), Kabupaten Puncak Papua (2021), Kabupaten Maybrat (2020), Kabupaten Tambrauw (2021) dan Kabupaten Pegunungan Bintang (2021). Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat sudah harus memikirkan sebuah langkah hukum untuk membentuk sebuah regulasi daerah yang dapat berfungsi untuk melindungi masyarakat sipil papua yang menjadi korban pengungian akibat konflik maupun bencana alam,” demikian keterangan pers LBH Papua.
Baca juga: Warga 4 Distrik di Pegunungan Bintang mengungsi hingga ke PNG
Gobay menegaskan penanganan pengungsi merupakan bagian langsung dari kerja penyelenggaraan kepalanggmerahan yang dilakukan oleh pemerintah dan PMI, sesuai ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2O18 Tentang Kepalangmerahan (UU Kepalangmerahan). “Mengingat dua institusi itu yang diberikan kewenangan untuk menjamin pelaksanaan kebijakan yang terkait dengan penemuan, penampungan, pelindungan, dan pengawasan bagi para pengungsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Secara khusus PMI [diberi mandat] untuk pendirian dan/atau pengelolaan darurat, [melakukan] pelayanan kesehatan, pelayanan sosial,” kata Gobay, sebagaimana dikutip dalam keterangan pers LBH Pers.
Gobay menekankan pemerintah dan PMI harus segera menangani para pengungsi dari empat distrik di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, yakni Distrik Kiwirok, Distrik Oklib, Distrik Okyob dan Distrik Okika. Warga di keempat distrik itu dilaporkan mengungsi pasca operasi aparat keamanan yang berlangsung di Pegunungan Bintang pada 10 Oktober 2021.
Operasi itu dilakukan menyusul penyerangan puskesmas dan kontak tembak antara TNI/Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang terjadi di Distrik Kiwirok pada 13 September 2021. Warga sipil dilaporkan mengungsi ke sejumlah wilayah, termasuk Oksibil, ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang, dan ke wilayah perbatasan negara Papua Nugini.
Sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Ikut Serta Negara Republik Indonesia Dalam Seluruh Konpensi Jenewa Tanggal 12 Agustus 1949, Gobay menyatakan pemerintah dan PMI berkewajiban untuk memperlakuan orang yang tidak terlibat dalam konflik itu, termasuk para kombatan yang telah berhenti berperang, secara manusiawi. Mereka harus diperlakukan dengan kemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas suku, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan. Semestinya UU Kepalangmerahan berlaku di seluruh wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat yang [menjadi lokasi] kontrak senjata antara TNI/Polri dan TPNPB, seperti yang saat ini sedang terjadi di Kabupaten Pegunungan Bintang,” kata Gobay.
Baca juga: Pengungsi Nduga di Distrik Muliama, ibadah pengucapan syukur dua tahun di pengungsian
Gobay menyatakan setiap warga sipil yang mengungsi berhak atas perlindingan hak beribadah, hak atas tempat tinggal, hak atas pendidikan, hak atas rasa aman, hak atas tanah ulayat dan hak-hak lainnya yang dijamin dalam UUD 1945 maupun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM). Gobay menyatakan situasi yang dialami warga sipil dari empat distrik di Pegunungan Bintang menunjukkan dugaan terjadinya serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, dan perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang.
“Komnas HAM RI Pusat dan Komnas HAM RI Perwakilan Papua wajib menjalankan tugas pengamatan pelaksanaan HAM, penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut, penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang patut diduga [menjadi korban] pelanggaran HAM Pasal 89 ayat (3) huruf a dan huruf b UU HAM di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Presiden RI [harus] segera mengimplementasikan UU Kepalangmerahan di seluruh wilayah kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat,” kata Gobay, sebagaimana dikutip dari keterangan pers LBH Papua.
Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Provinsi Papua Barat diminta segera menjalankan tugasnya untuk menemukan, menampung, melindungi, dan mengawasi para pengungsi di berbagai wilayah konflik bersenjata. “PMI harus turun menangani pengungsi, sesuai perintah UU Kepalangmerahan. “Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Papua maupun Papua Barat harus segera membentuk Peraturan Daerah tentang Kepalangmerahan, untuk memberikan kepastian hukum dan jaminan perlindungan bagi warga sipil yang mengungsi,” kata Gobay.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G