Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Muhammad Zaki, 32 tahun, seorang guru SD asal Aceh yang memilih bertugas di pedalaman Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Ia meninggal dunia karena sakit, setelah sekitar seminggu koma di RSUD Nabire, Papua. Ia meninggal pada Senin, 29 Juni 2020 dini hari dan dimakamkan di TPU Girumulyo Nabire pada hari yang sama.
Ketua Komunitas Nabire Membaca (Koname) Tri Wahyu Budi Saputra mengaku merasa sangai kehilangan Zaki.
“Ia baik dan sangat perhatian pada anak-anak Papua di Nabire dan Intan Jaya, dia selalu datangkan buku-buku bacaan dan berikan pada kami untuk membantu anak-anak membaca,” kata Wahyu.
Wahyu menyesal karena terlambat datang dan baru bisa saat pemakaman.
“Saya dengan kabar kalau kawan ini sedang sakit, tiba-tiba dengar lagi sudah meninggal, saya sedih sangat kehilangan seorang sahabat yang sangat peduli anak-anak Papua,” ujarnya.
Seorang dosen di mantan almamater Zaki di Aceh menulis bahwa Zaki pernah menyebarkan brosur mencari donator buku-buku untuk anak-anak di pedalaman Papua dengan memanfaatkan pengiriman buku gratis dari seluruh Nusantara via Pos Indonesia.
Zaki juga pernah menawarkan saat pulang ke Aceh untuk berbagi pengalamanan kepada mahasiswa menghadapi daerah pedalaman.
Zaki termasuk guru muda bermental pejuang. Demi memajukan dunia pendidikan, ia rela bertugas di daerah terpencil yang jauh dari fasilitas memadai.
Pemuda asal Krueng Mane, Kabupaten Aceh Utara tersebut lulusan Program Studi Bahasa Indonesia FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan) Universitas Almuslim Peusangan, Bireun.
Ia ikut seleksi program Guru Penggerak Daerah Tertinggal (GPDT) yang diselenggarakan Gugus Tugas Papua UGM (Universitas Gadjah Mada) Yogyakarta pada Desember 2015 dan lulus untuk masa kontrak dua tahun (2016-2018).
Lokasi tempat ia lulus bukan di kampung halamannya di ujung barat Indonesia, yaitu Aceh, melainkan di ujung timur Indonesia, yaitu di Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua.
Setelah kontrak berakhir, ia bukan kembali ke kampung halamannya, melainkan melanjutkan sebagai tenaga guru honor di SD Mbiandoga, Distrik Mbiandoga, Kabupaten Intan Jaya.
Salamon Edison Pally, guru asal Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah teman Zaki sesama peserta program GPDT di Intan Jaya yang juga melanjutkan sebagai guru honor, tapi di SMP Negeri Satu Atap Mbiulagi, Kampung Jae, Distrik Wandai, masih di Intan Jaya.
Kepada Jubi, Pally menceritakan, ia bersama peserta lain, termasuk Zaki, berangkat ke Intan Jaya pada Desember 2015. Mereka memang tidak terlalu akrab dan tak sering bertemu karena bertugas di sekolah berbeda.
“Saling kenal, tapi tidak akrab, kalau ketemu saling sapa,” ujarnya.
Setelah kontrak habis pada 2018, kontrak peserta tidak dilanjutkan. Zaki dan Pally melanjutkan pengabdian sebagai guru honor oleh Pemkab Intan Jaya.
Pada Februari 2020, Pally turun ke Nabire untuk keperluan. Namun ia tidak bisa kembali ke tempat tugas karena adanya pembatasan aktivitas masyarakat dan transportasi akibat pandemi Covid-19.
“Waktu di Nabire saya dengar kabar Zaki sedang sakit dan saya mengunjunginya, waktu itu ia terlihat masih kuat,” kata Pally.
Tapi pada Maret hingga April kondisi Zaki terlihat kurang bagus.
“Ia didiagnosis paru dan menjurus ke TB (Tuberculosis-red),” katanya.
Pally mengaku iba melihat kondisi Zaki. Ia mendatangi rumah yang ditempati Zaki, yaitu rumah kerabat Zaki.
“Waktu itu saya meminta Zaki untuk berhenti merokok, saya tdai begitu akrab, tapi dengan kondisi yang saya lihat, hati saya tergerak untuk menolongnya, apalagi Zaki tinggal sendirian di rumah itu karena pemilik rumah sedang pulang ke Aceh,” kata Pally.
Pada 26 April 2020, Zaki dibawanya ke klinik di Nabire dan dirawat selama enam hari. Ia mengurus segala keperluan Zaki. Untuk biaya berobat di klinik, mereka kawan-kawan Zaki para mantan peserta GPDT patungan Rp7 juta.
Setelah sembuh, Zaki kembali ke rumah. Pally sering menemani dan memberi semangat agar bisa sehat.
“Saat itu saya sudah tidak tega meninggalkan Zaki dengan kondisi yang sangat memprihatinkan, saya selalu menemaninya,” katanya.
Pally mengatakan, Zaki sempat meneteskan air mata, karena tidak menyangka Pally mengurusnya, padahal hampir lima tahun di Papua tidak akrab.
Kondisi Zaki semakin memburuk, sempat bolak-balik ke puskesmas berobat. Terakhir ia dilarikan ke IGD RSUD Nabire pada Senin 22 Juni 2020. Sempat dirawat seminggu dan meninggal pada 29 Juni 2020.
Jenazahnya diurus teman-temannya. Perawat di RSUD Nabire memandikan dibantu teman-teman dan Kepala Bidang Pembinaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Intan Jaya, Oktovianus Talatuni.
“Dari rumah sakit kami mengantarkan jezah ke TPU Girumulyo,” kata pria 33 tahun tersebut.
Zaki beruntung memiliki bapak angkat dan kawan-kawan Papua, sebab ia hidup sendirian, jauh dari keluarga.
Zaki meninggalkan ibu kandung di kampungnya. Sahabatnya di Aceh, Syahrul, yang dikontak Jubi mengatakan, setelah mendengar kabar anaknya koma di rumah sakit, ibunya hendak menuju Banda Aceh untuk terbang ke Nabire menjenguk anaknya. Namun di perjalanan ia menerima kabar putranya meninggal.
“Ibunya tetap akan ke Nabire untuk menengok makam anaknya,” kata Syahrul. (*)
BAGIAN KEDUA: Zaki, guru asal Aceh yang ikut membangun literasi di Intan Jaya (2)
Editor: Syofiardi