Papua No. 1 News Portal | Jubi
“Karya budaya ini ditangguhkan karena belum lengkapnya kajian ilmiah tentang tata ruang dan proses pembuatannya.”
Mungkin ingatan tentang warisan budaya takbenda lebih banyak terfokuskan pada noken atau tas tradisional masyarakat Papua sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada 2012 lalu. Apalagi bagi orang Papua, kemahiran seorang perempuan Papua merajut noken dianggap sebagai tanda kedewasaan.
Noken bukan hanya sekadar tas pengisi barang dalam kehidupan sehari hari, melainkan nilai-nilai luhur budaya nenek moyang lintas generasi.
Hal ini pula yang membuat Google pada 4 Desember 2020 memilih noken sebagai bagian dari Google Doodle dalam hari pengakuan tas tradisional masyarakat Papua.
“Kita harus kembali mendalami ilmu noken ini. Noken mengajarkan kita tentang berbagi, demokrasi, dan kebenaran,” kata Titus Pekei, Ketua Yayasan Noken Papua, mengutip laman Kemendikbud.
Melalui pesan singkat kepada Jubi beberapa waktu lalu, Pekei mengatakan 4 Desember 2021 adalah hari ulang tahun ke-9 noken sedunia. Sidang Noken Warisan Dunia dihadiri 184 negara pihak sebagai delegasinya.
Titus Pekei hadir mempertahankan tradisi warisan budaya Papua melalui sidang bergengsi antar kawasan negara ini. Ia pun bangga memikul noken, membawa busur, dan panah menjadi saksi sidang warisan budaya dunia.
“Tak ada negara bangsa peserta yang keberatan dan tolak. Hingga mengakui, tepuk tangan yang meriah tanpa tolak noken, busur, dan panah Papua,” ujarnya kepada Jubi.
Sidang noken pun diselenggarakan sangat singkat, tak seperti sidang warisan budaya lain dari Indonesia dan negara-negara lain.
“Memang noken Papua itu khas, unik, dan tak tergantikan,” ujarnya.
Pihaknya mengusung tema “Manusia Papua Melawan Covid-19 Pakai Masker Noken” pada HUT ke-9 bulan Desember nanti.
Pada 4 Desember 2012, noken ditetapkan sebagai warisan budaya dunia takbenda oleh UNESCO di Paris, Prancis, bersama dengan sejumlah warisan budaya lainnya dari Kyrgyzstan, Uganda, dan Botswana. Noken dari Pegunungan Arfak Papua Barat
Menurut UNESCO noken digolongkan dalam kategori “in Need of Urgent Safeguarding” atau warisan budaya yang membutuhkan perlindungan mendesak.
“Noken adalah jaring rajutan atau tas anyaman buatan tangan dari serat kayu atau daun oleh masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat, Indonesia,” tulis UNESCO dalam pengumuman penetapan.
“Digunakan untuk membawa hasil bumi, tangkapan, kayu bakar, bayi, atau binatang kecil, serta untuk berbelanja dan menyimpan barang-barang di rumah, noken juga bisa dikenakan atau diberikan sebagai persembahan perdamaian,” lanjut UNESCO.
“Namun, jumlah orang yang membuat dan menggunakan noken berkurang dalam menghadapi persaingan dari tas buatan pabrik dan masalah dalam memperoleh bahan baku.” tulis UNESCO.
Beragam budaya takbenda Papua
Bumi Cenderawasih memiliki beragam budaya, mulai dari jumlah bahasa yang mencapai 250 suku tentunya menarik bagi semua pihak. Tiga tahun lalu dilakukan Penetapan Warisan Budaya Takbenda Nasional Tahun 2018 sebanyak 225 karya budaya yang dilaksanakan oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Hotel Millenium Jakarta Pusat, 1-4 Agustus 2018.
Laman kebudayaan.kemdikbud.go.id menulis, tujuh karya budaya Papua ditetapkan sebagai warisan budaya nasional. Penetapan ini dilakukan melalui berbagai tahapan, antara lain, pengajuan karya budaya dari pemerintah daerah, seleksi berkas dan kelengkapan data pendukung, sidang penetapan, dan keputusan.
Tim ahli warisan budaya takbenda menetapkan pada 2018 Provinsi Papua mengajukan 8 karya budaya dan yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Nasional sebanyak 7 karya budaya antara lain:
- Tarian Aimaro Hena Taje (Kampung Kayu Batu, Kota Jayapura)
- “Bhukere” (tradisi menangkap ikan tradisional masyarakat Sentani) Kabupaten Jayapura
- “Hellaehili” Nyanyian Ratapan (Tradisi Masyarakat Sentani) Kabupaten Jayapura
- Karamo Tarian Tradisional Orang Isirawa (Kabupaten Sarmi)
- Sirew pakaian tradisional Wanita suku bangsa Mangkaruai Robaha-Ansus, Pom, dan Serewen Yapen Barat Kabupaten Kepulauan Yapen)
- “Snapmor” (Menangkap Ikan Tradisional Orang Biak) Kabupaten Biak Numfor
- Mumi” Akonipuk” Kabupaten Jayawijaya
Karya budaya yang ditangguhkan adalah Rumah Khombouw orang Sentani. Karya budaya ini ditangguhkan karena belum lengkapnya kajian ilmiah tentang tata ruang dan proses pembuatannya.
Untuk Provinsi Papua Barat yang diajukan sebanyak tiga karya budaya. Namun ketiganya ditangguhkan, karya budaya tersebut adalah tarian Orok suku Tehit, tarian Srar Kab/Kota Sorong, dan tarian Wala kabupaten Raja Ampat.
Salah satu dari benda tak budaya adalah “Bhukere” atau sero-sero merupakan alat tradisional sarang/penangkapan ikan oleh masyarakat Sentani. Bhuyakha Bhukere terbuat dari kayu pilihan yang tahan lama, seperti kayu suang dan olulu, yang didapatkan dari kebun maupun lahan masyarakat.
Pada zaman dahulu untuk mendapatkan ikan yang banyak, selesai membuat Bhukere, dilakukan ritual khusus, untuk memanggil ikan oleh orang-orang khusus yang mempunyai kemampuan yang sudah dipatenkan oleh masyarakat maupun marga dari komunitas adat. (*)
Editor: Timoteus Marten