Papua No. 1 News Portal | Jubi
“Saya sudah menelepon pimpinan PT Plasma Nutfah Marind-Papua menanyakan surat kesepakatan pembayaran honor ketua marga serta ketua adat. Lalu perusahaan mengakui kalau ada kesepakatan yang dituangkan dalam surat itu.”
Belasan warga dari Boepe, Distrik Kaptel, Kabupaten Merauke mendatangi kantor PT Plasma Nutfah Marind-Papua di Jalan Raya Mandala, Jumat, 24 Januari 2020.
Kedatangan mereka untuk menagih janji perusahaan tersebut dalam pembayaran honor para ketua adat dan ketua marga yang masih menggantung sampai sekarang.
Dalam pertemuan yang berlangsung di salah satu ruangan kantor perusahaan tersebut, hadir seorang perwakilan perusahaan. Sempat terjadi adu argumentasi lantaran janji perusahaan membayar honor para ketua adat dan ketua marga secara rutin tiap bulan pasca perusahaan hadir tidak ditepati.
Kurang lebih satu jam pertemuan belum ada titik temu penyelesaian dan pernyataan kesanggupan perusahaan membayar honor ketua adat dan ketua marga.
Juru bicara masyarakat pemilik ulayat di Boepe, Robert Amos Ndiken, kepada wartawan mengatakan sudah 15 bulan honor ketua adat dan ketua marga tak kunjung dibayar.
Menurutnya ada delapan marga dan enam ketua adat sebagai pemilik tanah ulayat di Boepe yang telah digunakan selama ini oleh perusahaan untuk kegiatan bidang Hutan Tanaman Industri (HTI).
Robert merincikan sesuai kesepakatan dengan perusahaan masing-masing ketua marga dibayar Rp1 juta per bulan dan ketua adat Rp1,5 juta per bulan. Total honor yang belum dibayarkan perusahaan sekitar Rp255 juta.
“Saya mendampingi belasan ketua adat maupun ketua marga menemui perusahaan, sekaligus mendesak untuk segera dilakukan penyelesaian pembayaran honor sesuai janji dan kesepakatan perusahaan saat operasi perdana,” ujarnya.
Honor tersebut, kata Robert, masuk dalam program CSR (Corporate Social Responsibility) yang disepakati dan mestinya direalisasikan perusahaan.
“Tunggakan honor ketua adat maupun ketua marga bukan satu atau dua bulan, ini sudah sampai satu tahun lebih,” ujarnya.
Dikatakan, berbagai upaya telah dilakukan, termasuk bertemu dengan wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Merauke, Dominikus Ulukyanan.
“Kami berterimakasih karena Pak Ulukyanan merespons dengan positif dan memberikan solusi untuk berdialog kembali dengan perusahaan mencari jalan keluar penyelesaian,” ujarnya.
Ia menyarakankan untuk segera melaporkan jika tidak ada titik temu, sehingga DPRD bisa mengundang bupati dan dinas terkait membahasnya.
Dia mengaku pertemuan bersama perwakilan perusahaan masih berlanjut, karena itu ia belum bisa menyimpulkan apa yang menjadi kesepakatan bersama. Namun masyarakat pemilik ulayat tetap ngotot agar perusahan segera membayar.
“Memang telah ada kesepakatan bersama bahwa belasan masyarakat tidak akan bergerak pulang sebelum ada komitmen perusahaan membayar honor para ketua adat serta ketua marga, karena itu adalah janji serta komitmen perusahaan,” ujarnya.
Dijelaskan, jika dibandingkan dengan perusahaan lain yang beroperasi di Merauke dalam bidang perkebunan kelapa sawit, apa yang menjadi kesepakatan dibayar mulai dari uang tali asih maupun lain-lain termasuk honor para ketua adat maupun ketua marga. Karena itu tak ada aksi protes.
Namun berbeda dengan PT Pasma Nutfah Marind yang tak merealisasikan janjinya.
Dia juga meminta perusahaan merealisasi kompensasi pembayaran kubikasi kayu sesuai Surat Keputusan (SK) Gubernur Papua, misalnya kayu jenis merbau maupun meranti perlu dibayar atau diselesaikan.
Jubi belum berhasil mewawancarai perwakilan perusahaan karena pertemuan bersama masyarakat masih berlangsung. Ia menyampaikan melalui petugas security bahwa perwakilan perusahaan belum bisa diganggu karena pertemuan masih berlangsung.
“Saya harus komunikasikan terlebih dahulu mengingat pertemuan juga baru dilangsungkan. Nanti saya kabari atau infokan rekan-rekan jurnalis kalau sudah selesai pertemuan,” ujar pertugas security tersebut.
Perusahaan akui ada surat perjanjian
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Merauke, Dominikus Ulukyanan, mengakui adanya pengaduan sejumlah masyarakat beberapa waktu lalu, sekaligus membawa beberapa bukti, termasuk surat perjanjian terkait pembayaran honor ketua adat maupun ketua marga sesuai jumlahnya.
“Untuk memastikan keabsahan surat perjanjian dimaksud saya menelepon pimpinan PT Plasma Nutfah Marind-Papua untuk menanyakan lebih jelas, itu dengan tujuan agar jangan sampai surat itu palsu,” ujarnya.
Lalu, lanjut Ulukyanan, jawaban perusahaan kalau surat perjanjian dimaksud betul. Dengan demikian, wajib hukumnya perusahaan membayar honor para ketua marga dan ketua adat selama 15 bulan.
“Betul dalam surat tersebut ketua marga Rp1 juta per bulan dan ketua adat Rp1,5 juta per bulan,” katanya.
Ulukyanan berjanji setelah pulang dari dinas luar daerah akan menggelar rapat lengkap dihadiri 30 anggota dewan, juga pimpinan dari perusahaan serta perwakilan masyarakat.
“Sebagai wakil rakyat kami akan mendesak PT Plasma Nutfah Marind-Papua untuk menyelesaikan honor ketua marga dan ketua adat, kan ada dasar hukum berupa surat yang dipegang sehingga bagaimana pun apa yang menjadi hak masyarakat perlu diselesaikan,” katanya.
Permasalahan tersebut, katanya, harus segera dituntaskan agar masyarakat puas dan perusahaan juga dapat melaksanakan aktivitasnya seperti biasa.
“Sepanjang belum adanya penyelesaian sudah tentu masyarakat terus mempersoalkan,” katanya. (*)
Editor: Syofiardi