Papua No.1 News Portal | Jubi
Wamena, Jubi – Rencana pelaksanaan pemilukada ulang di Kabupaten Yalimo pada Desember 2021 mendatang, diharapkan bisa dipikirkan kembali baik oleh pemerintah daerah setempat maupun penyelenggara seperti KPU dan Bawaslu.
Hal tersebut disampaikan mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Yalimo, Yanes Alitnoe. Ia menilai berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), maka pemungutan suara ulang secara keseluruhan di Yalimo akan dilaksanakan pada 17 Desember 2021.
Menurutnya, dari batas waktu 120 hari itu, sekitar 72 hari sudah terlewatkan dan kemudian masih tersisa kurang lebih 47 hari atau sekitar sebulan lebih. Sedangkan untuk pemungutan suara ulang ini, KPU Yalimo harus melaksanakan seluruh tahapan atau mengulang dari nol lagi sekitar 15 tahapan.
“Sebanyak 15 tahapan yang ada itu dengan tenggang waktu 47 hari lagi, tidak akan cukup. Bagaimanapun, jika dipaksakan maka akan sangat sulit untuk melaksanakan tahapan pemilukada di Yalimo,” kata Alitnoe kepada Jubi di Wamena, Selasa (12/10/2021).
Menurutnya KPU mempunyai kepentingan harus melayani hak pemilih, sedangkan di sisi lain masyarakat menolak pemilihan ulang. Bahkan, anggota PPS dan KPPS pun menolak sehingga hal tersebut akan menyulitkan KPU.
“Mau tidak mau, suka tidak suka, 15 tahapan yang akan dilaksanakan itu tidak memungkinkan dengan sisa waktu yang ada, jangan sampai ada beberapa tahapan dihilangkan dan itu tidak boleh,” katanya.
Dengan waktu yang sudah tidak memungkinkan ini, ia berharap KPU Yalimo harus menyikapi secara profesional, jangan sampai berdampak ulang seperti kejadian sebelumnya.
“Saran saya, baik penyelenggara maupun pemerintah mengevaluasi apa yang terbaik untuk Kabupaten Yalimo, kalau dipaksakan sangat rawan kembali terjadi konflik, baik antarpendukung maupun terhadap penyelenggara pemilu,” katanya.
Ia berharap kepada penjabat Bupati Yalimo agar dapat membangun dialog bersama masyarakat, sebab tanpa berdialog lalu melakukan pelaksanaan pilkada ulang, maka situasi pasti akan sangat sulit, sedangkan yang punya hak memilih adalah rakyat.
“Baiknya penjabat bupati mengundang dan ajak dialog tokoh-tokoh pendukung setiap pasangan calon, agar ada solusi,” katanya.
Sebelumnya, salah satu masyarakat Yalimo, Niko Loho, menyebut seluruh masyarakat Yalimo menolak tegas hasil keputusan MK yang meminta pemilukada ulang dan mendiskualifikasi Calon Bupati Erdi Dabi.
“Yalimo selama pemilu tidak pernah gunakan sistem noken, tetapi kenapa demokrasi ini diciderai oleh MK sendiri,” katanya.
Menurutnya, putusan MK itu membuat situasi kamtibmas di Yalimo menjadi tidak kondusif, sehingga masyarakat menuntut MK untuk mempertanggungjawabkan keputusan tersebut. (*)
Editor: Kristianto Galuwo