Wakil Ketua KPK ajak ormas sipil di Papua berantas korupsi

Tatap muka Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dengan sejumlah pimpinan organisasi masyarakat sipil di Papua. - Humas KPK untuk Jubi

Papua No.1 News Portal | Jubi

Nabire, Jubi – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengajak segenap pimpinan organisasi masyarakat (ormas) sipil di wilayah Provinsi Papua di antaranya Yayasan Instia (Kayu Besi), Yayasan KIPRA, World Wide Fund for Nature (WWF), Yayasan Lingkungan Hidup, FOKER Papua, Aliansi Demokrasi untuk Papua, Yayasan Anak Dusun Papua, Papuan Voices, Swara Papua, KPKC GKI di Tanah Papua, Walhi Papua, PPMA, JERAT, serta Budget Resource Center Papua dan Papua Barat, untuk turut aktif dalam pemberantasan korupsi.

Hal itu disampaikannya dalam dialog dengan sekitar 30 aktivis dan pegiat di bidang sumber daya alam, perlindungan masyarakat adat, demokrasi, hak asasi manusia, dan perempuan pada Minggu, 21 November 2021.

“KPK dalam pelaksanaan tugasnya selalu mengajak seluruh elemen bangsa, untuk mari kita bersama-sama perbaiki bangsa dan negara kita. Kita masih terpuruk karena korupsi,” ujar Alexander Marwata kepada Jubi melalui keterangannya, Selasa (23/11/2021).

Lebih lanjut dia memaparkan data yang menempatkan Indonesia masih dalam kategori negara korup. IPK tahun 2020, sambungnya, dengan skor 37 menempatkan Indonesia pada peringkat 102 dari 180 negara yang disurvei. Padahal, menurutnya, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk sejahtera dengan kekayaan alam yang melimpah.

“Tapi, korupsi masih menjadi bisul dalam pengelolaan sumber daya alam maupun pengelolaan keuangan. Baik keuangan daerah maupun keuangan negara. Kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi?” tanya Alex.

Karenanya, Alex mengajak peserta yang hadir untuk terus melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya. KPK, kata Alex, bukannya tidak mengetahui kebiasaan koruptif yang dilakukan para pejabat di Indonesia. Namun KPK juga memiliki sejumlah keterbatasan. Karenanya, peran serta masyarakat untuk menjadi mata dan telinga KPK, sangat penting.

“Jangan sampai para pejabat negara tersebut merasa tidak ada yang mengawasi. Maka, mari kita bersama-sama lakukan yang terbaik setidaknya di daerah di mana kita tinggal,” ajak Alex.

Selain itu, Alex juga menyampaikan, bahwa sebagai organisasi masyarakat sesungguhnya memiliki peran yang strategis untuk melakukan pembinaan dan pendampingan kepada masyarakat.

“Kekayaan alam yang melimpah seharusnya dinikmati pertama oleh masyarakat setempat. Namun, dia menyadari, kenyataannya adalah ketika masyarakat setempat belum mampu untuk mengelola kekayaan alam terebut, maka hanya sebatas potensi yang tidak menghasilkan apa pun.”

Alex menyarankan untuk mengambil peran dalam meningkatkan literasi, pemahaman dan pemberdayaan masyarakat agar dapat menjadi bagian yang berperan aktif dalam pembangunan di daerah. Dia mencontohkan bagaimana biaya ganti rugi yang diterima masyarakat, hanya berakhir menjadi konsumsi yang konsumtif dan habis dalam waktu singkat. Namun jika diberikan pemahaman, menurutnya, dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih produktif yang dapat menopang kesejahteraan masyarakat.

“Kalau tidak diberdayakan, maka masyarakat setempat hanya menjadi penonton. Ketika alamnya dieksploitasi, masyarakat hanya akan menderita banjir,” tegasnya.

Menurutnya, inilah pentingnya pendidikan bagi masyarakat. Dengan pendidikan, ujar Alex, akan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Mengutip pernyataan Nelson Mandela, katanya, pendidikan adalah senjata yang paling ampuh untuk mengubah dunia. Atas dasar tersebut, KPK memandang strategi pendidikan sama pentingnya dengan dua pendekatan lainnya, yaitu pencegahan dan penindakan sebagai strategi pemberantasan korupsi, yang harus dilakukan secara terintegrasi.

Plt. Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding mengatakan melalui strategi pencegahan, KPK melakukan perbaikan sistem untuk mencegah orang korupsi.

Namun, dia juga memastikan, pihaknya akan tetap tegas menindak pejabat yang masih mencari celah korupsi. Sedangkan pendidikan, harapnya, untuk mendorong pembangunan budaya antikorupsi.

“Kita ingin anak-anak didik kita untuk menjadi generasi yang berintegritas. Ketika masuk dunia kerja, tidak ingin korupsi,” katanya. (*)

 

Editor: Kristianto Galuwo

Leave a Reply