Wacana tes HIV dalam penerimaan mahasiswa baru dikritik

Peneliti dan aktivis peduli AIDS, Bagus Sutakertya - Jubi/Ramah
Peneliti dan aktivis peduli AIDS, Bagus Sutakertya – Jubi/Ramah

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Staf Divisi Program HIV/AIDS dan Monitoring/Evaluasi Komisi Penanggulangan AIDS Papua, Gunawan Engko Kusumo, mengkritik wacana penerapan tes HIV dan AIDS dalam penerimaan mahasiswa baru di Papua. Gunawan mengingatkan, kebijakan itu bisa menimbulkan praktik diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS atau ODHA.

Read More

Gunawan menyatakan kampanye yang mendorong setiap orang secara sukarela menjalani tes HIV/AIDS harus terus dilakukan, namun mengingatkan tes seperti itu tidak boleh diwajibkan. Selain berisiko membangkitkan stigma dan diskriminasi, tes yang diwajibkan juga bisa mematahkan semangat belajar calon mahasiswa yang positif terinfeksi HIV

“Kalau ketahuan mengidap HIV dan AIDS bisa menjadi aib (dan menimbulkan stigma) bagi mahasiswa tersebut. Tes HIV dan AIDS (barangkali tepat diterapkan dalam seleksi penerimaan) TNI, polisi dan pegawai negeri sipil, (tetapi tidak tepat jika diterapkan dalam seleksi penerimaan mahasiswa,” kata Kusumo di Jayapura, Sabtu (4/5/19).

Menurut Gunawan, HIV adalah virus yang bisa menyebabkan AIDS, sindrom yang menyebabkan penurunan kekebalan tumbuh melawan infeksi. Gunawan mengingatkan, virus HIV memiliki masa jendela yang panjang, sehingga kebijakan tes HIV dan AIDS dalam penerimaan mahasiswa baru tidak akan efektif.

Gunawan menyatakan daripada menerapkan kebijakan yang mewajibkan calon mahasiswa menjalani tes HIV, lebih baik perguruan tinggi memberikan pendidikan tentang HIV/AIDS kepada seluruh mahasiswa baru. Pemahaman di kalangan generasi muda tentang HIV/AIDS justru akan efektif mendorong mereka menghindari perilaku berisiko. “Bagian yang paling penting dari perubahan perilaku adalah memulai dari diri sendiri,” jelas Gunawan.

Gunawan juga menyatakan pemahaman tentang HIV/AIDS juga akan membantu ODHA untuk mengetahui gejala awal infeksi HIV dan sindrom AIDS. Dengan demikian, ODHA akan memahami penanganan medis HIV/AIDS, dan mengetahui cara mendapatkan penanganan itu.

“Selain menyadarkan masyarakat untuk merubah perilaku berisiko, (pemahaman tentang HIV dan AIDS juga membuat masyarakat mengetahui gejala awal AIDS, seperti) penurunan berat badan, demam atau berkeringat saat melam, kelelahan, dan infeksi berulang. (Pemahaman yang baik akan membuat ODHA tahu bagaimana cara mencari penanganan medis yang tepat),” ujar Gunawan.

Gunawan kembali mengingatkan, ODHA bisa tetap mempertahankan kualitas hidup mereka dengan mengonsumsi anti retroviral (ARV), namun ARV harus dikonsumsi secara disiplin. Pengetahuan seperti itu penting untuk terus disebarluaskan.

Peneliti dan aktivis peduli AIDS, Bagus Sutakertya menyatakan tes HIV/AIDS yang dilakukan secara sukarela kini lebih mudah dilakukan. Bagus menyatakan penting untuk terus mengampanyekan manfaat tes HIV/AIDS secara sukarela.

“(Kita harus berkampanye mendorong agar setiap orang mau menjalani tes HIV/AIDS secara sukarela). Jangan takut dengan tes HIV, karena justru dengan tes itu kita bisa mengetahui kondisi kesehatan kita, dan bisa mencari penanganan medis yang tepat sejak dini. Sekarang, tes HIV bisa dilakukan di rumah sakit maupun Puskesmas,” jelas Bagus. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply