Papua No.1 News Portal | Jubi
Oleh Dewan Editorial Samoa Observer
Berita tentang rencana pemerintah Samoa dalam meluncurkan kampanye vaksin Covid-19 secara nasional yang diliput pada Rabu pekan ini membuat pihak-pihak tertentu merasa resah.
Kita harus memuji pemerintah Samoa. Samoa adalah salah satu negara Pasifik pertama yang memesan vaksin dari program COVAX, yang dimungkinkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dengan demikian, Samoa akan menjadi beberapa negara pertama yang menerima pengiriman pertama vaksin Covid-19, dengan total 80.000 dosis, dalam beberapa minggu mendatang.
Tetapi satu pernyataan yang agak meresahkan diumumkan pada konferensi pers hari Rabu, dimana pernyataan ini tampaknya merupakan pelanggaran yang berat atas prinsip-prinsip paling dasar dari kehidupan di tengah-tengah sebuah pandemi: kita semua bersama-sama menghadapi situasi ini.
Pemerintah Samoa telah mengumumkan bahwa pemberian vaksin Covid-19 tidak akan diwajibkan bagi semua warganya, dan semua orang akan diberikan kebebasan untuk menolak.
Ini merupakan pesan pertama yang disampaikan oleh pemerintah sementara mereka menjabarkan rencana nasionalnya dalam meluncurkan vaksinasi itu di tingkat nasional. Pesan seperti ini seharusnya merupakan hal paling jauh dari pemikiran mereka.
Pengumuman tersebut menunjukkan bahwa ia tidak belajar dari epidemi 2019 yang fatal tentang bahaya yang dapat dihadapi negara ini ketika mereka memakan waktu terlalu lama untuk mengambil tindak tegas mengenai vaksinasi.
Investigasi oleh Samoa Observer telah mengungkapkan beberapa hal mengenai tanggapan pemerintah terhadap epidemi campak tersebut, dimana semuanya telah menimbulkan rasa ragu atas kemampuannya untuk memimpin.
Dalam berita-berita yang tidak pernah ia tanggapi, kami dari Samoa Observer telah mengungkapkan sejauh mana Perdana Menteri caretaker Samoa, Tuilaepa Dr. Sailele Malielegaoi, tampaknya belajar dari tokoh politik Amerika, Robert F. Kennedy Jr. Kennedy adalah seseorang dengan pemikiran yang berbahaya tentang vaksin secara umum, tetapi baru-baru ini dia semakin vokal tentang pandemi Covid-19.
Hal itu menyebabkan ia diblokir dari beberapa platform media sosial karena menyebarkan klaim mengenai vaksin Covid-19 yang telah dibantah oleh sains dan ia tidak diakui, bahkan oleh anggota keluarganya sendiri.
Menurutnya, dan berdasarkan pernyataan-pernyataan publik yang dibuat oleh Tuilaepa sebelumnya, dia sebenarnya adalah sosok yang meragukan keamanan vaksin, tetapi ia dikelilingi oleh orang-orang yang terus meyakinkannya bahwa dia tidak dapat mengambil pendekatan itu. Di antaranya adalah Komisi Penyelidikan pemerintah Samoa sendiri, yang terdiri dari sekelompok orang terkemuka, dan yang pada tanggal 29 Maret memperingatkan kabinet negara itu tentang bahaya yang akan segera menyerang anak-anak bangsa akibat epidemi campak.
Satu-satunya solusi, menurut rekomendasi komisi tersebut, adalah agar pemerintah segera memimpin peluncuran kampanye vaksinasi massal untuk mencegah epidemi yang saat itu sudah menyebar ke seluruh dunia, agar tidak sampai di Samoa serta membawa dampak yang menyedihkan.
Seperti yang kita semua ketahui, epidemi campak itu lalu menyebabkan dampak yang fatal.
Sebuah survei statistik yang ditemukan oleh Samoa Observer menunjukkan bahwa jumlah resmi korban fatal epidemi campak dari pemerintah itu 83 jiwa, kebanyakan masih bayi dan anak-anak. Namun angka yang sebenarnya mencapai 100. Bahkan ada klaim yang belum diverifikasikan oleh suatu parpol oposisi dimana menurut mereka angka ini bisa mencapai 130 korban jiwa.
Delapan bulan pun berlalu, pemerintah lalu memulai kampanye wajib vaksinasi untuk mengakhiri krisis yang berlarut-larut.
Sekarang Samoa dihadapkan pada tantangan lainnya, yang mungkin lebih luas jangkauannya, atas kesehatan masyarakat global dan ekonomi, namun mengapa pemerintah tampaknya sudah lupa pelajaran memilukan pada tahun 2019.
Cakupan vaksin 40%, 50%, atau 60% itu tidak akan cukup untuk menghadapi virus Corona.
Belum ada bukti ilmiah tentang apakah vaksinasi bisa menghentikan transmisi virus di komunitas. Tapi kita tahu bahwa pertahanan terbaik melawan virus Corona adalah apa yang disebut oleh para ilmuwan sebagai ‘kekebalan kelompok’ terhadap virus tersebut. Ini hanya dapat dicapai jika sebanyak mungkin populasi menerima vaksin Covid-19.
Jumlah pasti yang perlu dicapai untuk secara efektif mencegah Covid-19 masih tidak diketahui. Untuk beberapa penyakit, campak contohnya, kekebalan kelompok hanya dapat dicapai jika hingga 95 % dari populasi sudah menerima vaksinasi. Penyakit lainnya, seperti Polio, membutuhkan cakupan yang lebih sedikit, yaitu 85%.
Tetapi berapapun persentase populasi yang diperlukan untuk mencapai kekebalan kelompok terhadap Covid-19, yang sudah pasti itu tidak akan pernah bisa dicapai jika orang-orang diizinkan secara bebas untuk tidak menerima vaksin.
Pemerintah Samoa tahu bahwa skeptisisme terhadap vaksin cukup besar di Samoa. Bahkan dalam penjelasan resminya tentang mengapa ada begitu banyak nyawa tidak berdosa yang melayang pada tahun 2019 akibat wabah campak, ia menyalahkan keluarga-keluarga yang tidak percaya akan vaksin dan obat tradisional.
Ini adalah keputusan yang tidak masuk akal, untuk membiarkan warga di Samoa menolak pemberian vaksin Covid-19 terbaru. Jika Samoa tidak bisa mencapai kekebalan kelompok secara nasional, lalu apa gunanya pelaksanaan kampanye imunisasi nasional?
Pemerintah perlu menanggapi skeptisisme masyarakat terhadap vaksin secara langsung, seperti yang mereka lakukan pada 2019, demi kebaikan Samoa, dan untuk memberikan harapan untuk melewati pandemi yang telah menghancurkan penghidupan begitu banyak orang Samoa.
Dan itu perlu dilakukan sejak awal, dengan menetapkan aturan-aturan, tanpa kompromi, untuk mengatasi pandemi ini.
Pusat National Emergency Operations Centre (NEOC) Selasa kemarin (23/3/2021) mengungkapkan bahwa berdasarkan proyeksi saat ini, cakupan vaksin Samoa diharapkan akan mencapai hampir 40% dari populasi negara itu.
Rekan-rekan Samoa yang tinggal di wilayah Samoa Amerika diharapkan akan selesai memvaksinasi penduduk mereka pada, menurut beberapa perkiraan, pertengahan tahun ini.
Ada juga beberapa proyeksi bahwa mitra-mitra pembangunan Samoa, setelah memvaksinasi populasi mereka sendiri, akan memberikan cukup vaksin bagi Samoa untuk mencapai cakupan total pada akhir tahun. Tetapi jika ada satu hal yang telah kita pelajari selama pandemi ini, proyeksi adalah hal yang berguna, tetapi semua proyeksi terbukti terlalu optimis.
Terlepas dari apakah itu akan tercapai dalam satu tahun atau lebih lama dari itu, pemerintah memiliki kewajiban agar Samoa kembali dianggap sebagai negara yang aman bagi orang-orang yang ingin berkunjung, dan yang telah mencapai cakupan vaksin seoptimal mungkin.
Hanya dengan begitu ekonomi Samoa bisa punya harapan – meski sedikit – untuk kembali pulih dan menarik wisatawan lagi.
Dengan memberitahu publik sejak awal bahwa vaksinasi Covid-19 ini adalah pilihan, bukan kewajiban, pemerintah hanya akan melemahkan upaya untuk membangkitkan ekonomi yang saat ini sangat diperlukan. (Samoa Observer)
Editor: Kristianto Galuwo