Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Sinovac di Bandung, Kusnandi Rusmil, mengatakan masa kedaluwarsa vaksin buatan Cina itu berkisar 2 hingga 3 tahun. Ia mengacu berdasarkan keterangan pihak produsen, meski kemudian masa kedaluwarsanya dipercepat.
“Diganti menjadi enam bulan karena akan dipakai secepatnya,” kata Kusnandi Rusmil, yang juga guru besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran itu, Selasa, (9/3/2021).
Menurut dia, pemakaian vaksin segera itu disebutnya juga agar stok tidak menumpuk. Beberapa pihak seperti dirinya dan Kementerian Kesehatan, sempat menanyakan ke PT Bio Farma soal percepatan masa kedaluwarsa vaksin Sinovac. “Saya pernah nanyain ke Bio Farma, bilangnya supaya yang datang duluan cepat dipakai sehingga expired-nya diganti,” kata Kusnandi menambahkan.
Baca juga : Sejumlah wartawan di Wamena divaksin, Kepala Dinas Kesehatan Jayawijaya: Membantu kita sosialisasi
Dinkes Merauke targetkan vaksinasi 500 orang per hari
Daerah ini prioritaskan vaksinasi pekerja keraton
Ia membantah semua jenis vaksin bermasa kedaluwarsa 6 bulan. Namun tergantung jenis vaksinnya, ada yang tahan sampai 2 tahun lebih. Selain itu percepatan tanggal kedaluwarsa vaksin Sinovac juga agar stok yang di tempat penyimpanan Bio Farma segera keluar untuk dipakai.
PT Bio Farma atas persetujuan Badan Pengawasan Obat dan Makanan mengubah masa kedaluwarsa vaksin buatan Sinovac yang kini sedang disuntikkan ke warga di Indonesia. Dari masa kedaluwarsa 19 September 2023 untuk produksi vaksin angkatan pertama misalnya, menjadi 20 Maret 2021.
Kusnandi menyarankan semua pihak mengikuti masa kedaluwarsa baru yang dipercepat waktunya itu. Menurutnya, masih ada perpanjangan waktu pemakaian setelah tanggal kedaluwarsa. “Sesuai aturan Badan POM, ada masa tenggang sampai satu bulan,” ujar Kusnadi menegaskan.
Dampak penggunaan vaksin kedaluwarsa, kata Kusnandi, bisa mengurangi sensitivitas vaksin sehingga antibodi yang ditimbulkan dari vaksin menjadi rendah. Adapun kejadian ikutan pasca imunisasi dari vaksin kedaluwarsa, menurutnya, tergantung kondisi tubuh seseorang. (*)
Editor : Edi Faisol