Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
Timika, Jubi – Pemimpin Gereja Katolik Keuskupan Timika, Monsinyur John Philip Saklil, mengajak semua pihak di wilayah itu memberikan dukungan penuh terhadap penyelenggaraan pendidikan yang dinilainya sebagai tungku api kehidupan masyarakat lokal.
"Kami percaya bahwa sekolah bagaikan tungku api yang harus terus menyala. Pendidikan itu tungku api bagi masyarakat, lebih khusus masyarakat lokal yang semakin tersingkir dalam arus perubahan," katanya di Timika, Jumat (24/8/2018).
Uskup berharap semua pihak, seperti pemerintah daerah, DPRD, PT Freeport Indonesia, Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) ikut melindungi serta mengelola hak-hak hidup masyarakat lokal, terutama bidang pendidikan.
Ia mengemukakan bahwa pendidikan satu-satunya sarana yang paling ampuh dalam menyelamatkan generasi masa depan masyarakat lokal.
Bertepatan dengan peringatan 44 tahun Yayasan Pendidikan Persekolahan Katolik (YPPK) di Tanah Papua, Kamis (23/8/2018), Badan Pengurus YPPK Tillemans Keuskupan Timika meresmikan gedung baru SMP Santo Bernardus Timika dan SMA Tiga Raja Timika.
Pembangunan gedung sekolah baru dengan konstruksi dua setengah lantai yang berada di kawasan Jalan Cenderawasih Kota Timika itu, menghabiskan anggaran lebih dari Rp 7 miliar yang bersumber dari swadaya sekolah dan pinjaman dari Credit Union Keuskupan Timika.
Meski berjalan dengan berbagai kekurangan, Uskup Saklil menegaskan gereja Katolik di Tanah Papua tidak akan pernah berhenti berkarya di bidang pendidikan, semata-mata demi keselamatan generasi ke generasi.
"Terima kasih kepada pemerintah, juga kepada LPMAK dan PT Freeport yang telah membantu mendukung karya-karya gereja di bidang pendidikan dan mendukung semua perjuangan kita bersama untuk mengubah peradaban bangsa melalui karya pendidikan," katanya.
Sebagian besar sekolah YPPK Tillemans Keuskupan Timika, kini berada di kampung-kampung pesisir dan pedalaman Papua.
Khusus di lingkungan Pengurus Sekolah Wilayah/PSW Mimika-Agimuga, tercatat lebih dari 6.000 anak-anak asli Papua dari Suku Amungme dan Kamoro bersekolah di sekolah-sekolah YPPK kampung-kampung pesisir dan pedalaman.
"Sekolah-sekolah YPPK yang ada di kampung-kampung pesisir dan pedalaman itu merupakan kantong-kantong masyarakat lokal. Kami memang tetap berkomitmen memberikan perhatian penuh kepada sekolah-sekolah itu. Kami percaya pasti akan mendapat dukungan dari pemerintah dan pihak-pihak lain untuk lebih memperhatikan sekolah-sekolah yang ada di kantong-kantong masyarakat lokal itu," kata Uskup Saklil.
Perhatian terhadap pengembangan pendidikan masyarakat lokal di pesisir dan pedalaman Papua, khususnya Mimika, perlu ditingkatkan mengingat keberlangsungan masa depan generasi Suku Amungme dan Kamoro hanya bisa terjadi jika anak-anak mereka ikut menikmati pendidikan yang berkualitas.
"Hanya melalui pendidikan maka mereka bisa menjawab persoalan kehidupan mereka di kemudian hari. Karena itu semua gerakan di bidang pendidikan kami memohon dukungan dan kerja sama dari semua pihak supaya kita bersama-sama dapat melakukan hal terbaik untuk menyelamatkan generasi masa depan bangsa," kata dia.
Dengan berbagai kemudahan yang ada di Mimika seperti adanya perusahaan tambang berskala multinasional, yaitu PT Freeport Indonesia, kemudian ditopang dengan APBD yang besar mencapai lebih dari Rp 3 triliun per tahun, Uskup Saklil optimistis ke depan dunia pendidikan di Mimika, terutama pendidikan anak-anak asli, bisa diperhatikan secara baik jika semua orang memiliki kepedulian yang sama.
"Kalau pendidikan anak-anak lokal semakin diperhatikan, kami percaya kelak mereka bisa ikut ambil bagian dalam pusaran arus perubahan zaman dan perkembangan global yang begitu pesat dewasa ini. Dengan demikian, mereka bisa diandalkan untuk dapat mengelola sumber daya alam yang melimpah di negerinya, bukan sekadar menjadi penonton atau merasa terasing dengan berbagai perubahan dan kemajuan yang terjadi di negerinya," kata Uskup Saklil. (*)