Uskup Timika ajak umat hormati perbedaan

Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1

Paniai, Jubi – Uskup Keuskupan Timika, Mgr. John Philip Saklil, Pr. mengajak umat Katolik di wilayah yang dipimpinnya untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan di antara sesama manusia. Sebab itu merupakan rahmat Allah.

“Kehancuran kehidupan manusia, terutama umat Katolik di Keuskupan Timika ini, karena orang hanya mementingkan diri sendiri dengan tidak mempedulikan kehidupan dan kepentingan orang lain sebagai sesama makhluk hidup. Semua orang memanfaatkan untuk mengkhianati sesamanya demi kepentingannya sendiri. Padahal kita sama-sama ciptaan Tuhan,” katanya kepada Jubi di Paniai melalui pesan elektronik, Minggu (16/4/2017).

Menurut Uskup Saklil, Tuhan menciptakan manusia beraneka warna agar semua orang bisa bersatu dan saling melengkapi. 

“Hanya dengan saling menghargai dan menghormati perbedaan-perbedaan itu maka manusia bisa membangun persekutuan dan solidaritas yang penuh damai. Kehancuran dunia dewasa ini karena banyak orang hidupnya serakah, penuh kerakusan dan tidak mempedulikan sesamanya yang masih menderita," ujarnya.

Ia mengaku, hingga kini umat Katolik sedang berada dalam kehidupan di persimpangan. 

Ia juga mengatakan, semua manusia berbeba-beda, seperti rambut dan warna kulit, bahasa dan agama. Bahkan dalam satu keluarga pun berbeda-beda. 

“Tuhan menciptakan beraneka warna itu agar semua orang bisa bersatu dan saling melengkapi. Semoga kerahiman Ilahi mendayai kita untuk hidup dalam keinginan Roh dan berbagi kepada semua orang khususnya yang menderita," katanya.

Ia menandaskan, jangan pernah mengaku beragama Katolik kalau hidup umat manusia selalu diliputi dengan kekerasan, memakan dan membunuh orang lain.

Terpisah, Pastor Paroki St. Fransiskus Assisi Epouto, Paniai, P. Michael Tekege, Pr mengajak umat Katolik di Meepago agar taat pada ajaran ilahi dan menolak dengan tegas segala bentuk tindak kekerasan dalam hidup berumah tangga.

Dikatakan Pater Michael, hindarilah segala bentuk kekerasan, permusuhan dan perpecahan yang merusak harkat dan martabat kita sebagai orang beriman.  

“Umat Katolik harus saling mencintai dan mengasihi kepada sesama. Termasuk kepada musuh. Jangan lagi menuntut balasan. Jangan permasalahkan dosa orang lain,” katanya.

“Kita tidak boleh pasrah pada keadaan. Kita jangan menyerah untuk berbuat sesuatu. Pengalaman kegagalan bukan akhir dari segalanya. Pengalaman kekurangan, bukan halangan untuk menghasilkan sesuatu. Setiap orang, Tuhan memberi daya untuk menjalankan tanggungannya. Dan setiap orang diutus Allah untuk membantu mengurangi beban orang lain,” lanjutnya. (*)
 

Related posts

Leave a Reply