Papua No.1 News Portal | Jubi
Brussels, Jubi – Seorang pejabat senior Uni Eropa, Rabu (1/9/2021) kemarin mengatakan tidak akan terburu-buru untuk secara resmi mengakui kelompok militan itu sebagai penguasa baru Afghanistan. Meski pejabat itu mengatakan berhubungan dengan Taliban juga perlu.
Direktur pelaksana Komisi Eropa untuk Asia dan Pasifik, Gunnar Wiegand, mengatakan hubungan resmi hanya akan terjadi jika Taliban memenuhi sejumlah persyaratan, termasuk menghormati hak asasi manusia dan memberi akses tak terbatas bagi para pekerja kemanusiaan.
“Tidak ada keraguan di antara negara-negara anggota (EU) dan dalam konteks G7: kita perlu terlibat dengan Taliban, kita perlu berkomunikasi dengan Taliban, kita perlu mempengaruhi Taliban, kita perlu memanfaatkan pengaruh yang kita miliki,” ujar Gunnar.
Baca juga : Pemimpin G7 janji bersatu untuk menentukan sikap terhadap Taliban
Negara tetangga Afghanistan dimohon membuka perbatasan, hindari krisis kemanusiaan
Puluhan negara sampaikan pernyataan untuk Afghanistan
Wiegand mengatakan tidak jelas apakah Taliban akan dapat memerintah secara efektif, tetapi bagi EU syarat utama untuk menjalin hubungan resmi adalah pembentukan pemerintahan transisi yang inklusif dan representatif.
“Tapi kami tidak akan tergesa-gesa mengakui formasi baru ini, atau menjalin hubungan resmi (dengan Taliban),” kata Wiegand kepada anggota Parlemen Eropa di Brussels.
Sedangkan Taliban belum menunjuk pemerintahan baru atau mengungkapkan cara dan niat mereka dalam memerintah setelah dua minggu menguasai ibu kota Afghanistan, Kabul.
Wiegand mengatakan syarat lain Uni Eropa bisa mengakui Taliban adalah bila kelompok itu memberikan kebebasan pada warga Afghanistan yang ingin meninggalkan negara itu, tidak melakukan pembalasan terhadap warga Afghanistan yang berafiliasi dengan kekuatan asing atau pemerintah sebelumnya, dan mencegah Afghanistan menjadi surga bagi teroris.
Wiegand lebih lanjut menekankan perlunya penilaian tentang langkah atau tindakan apa yang salah setelah 20 tahun keterlibatan Barat di Afghanistan.
Dia mengacu pada langkah evakuasi warga sipil dan pasukan asing yang kacau dari Kabul setelah serangan Taliban ke ibu kota Afghanistan itu. “Kami harus menilai alasan kenapa kehancuran seperti itu bisa terjadi,” katanya. (*)
Editor : Edi Faisol