Transmigrasi di Papua

Papua
Lahan transmigran di SP 5 telah ditanami sawit oleh perusahaan dan kelompok tani. Setahun lebih menjadi transmigran, lebih dari 200 KK belum terima lahan – Jubi/dok
Papua No.1 News Portal | Jubi

Papua jadi lokasi transmigrasi tertinggi di Indonesia. Berlangsung sejak zaman kolonial.

 Tahun lalu, Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, kembali membuka program transmigrasi. Dalihnya untuk mendorong pemerataan penduduk dan pembangunan.

Read More

Permukiman transmigrasi baru itu ada di Kampung Werianggi, Distrik Nikiwa. Kabupaten Teluk Wondama bersama Kabupaten Fakfak merupakan dua daerah di Provinsi Papua Barat yang ditetapkan sebagai Kawasan Transmigrasi Nasional yang diprioritaskan.

“Lahannya sudah dibuka dan langsung pembangunan perumahan dan penempatan tahun ini,“ kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Teluk Wondama, I Wayan Redana di Wasior, sebagaimana diberitakan Antara, Rabu (11/3/2020).

Kawasan transmigrasi baru di Werianggi atau yang dikenal dengan SP-2 Werianggi tersebut bersifat transmigrasi lokal. Warga yang menempati adalah penduduk lokal Wondama.

“Jadi yang kita lakukan di Werianggi adalah transmigrasi lokal bukan transmigrasi nasional. Ada pun seumpamanya ada saudara-saudara dari seberang masuk, itu atas izin dari pemilik hak ulayat tapi yang kita prioritaskan yang lokal,“ jelasnya.

Pada 2015 silam, Pemerintah membuka lahan di 12.000 kampung untuk menunjang ketahanan pangan dan reformasi agraria. Lahan yang diperuntukkan bagi transmigran itu paling luas terdapat di wilayah Indonesia Timur.

Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes) kala itu, Marwan Jafar, mengklaim banyak transmigran sukses karena bersinergi dengan masyarakat setempat.

“Kita akan buka lahan seluas-luasnya, sebagian akan digunakan dalam rangka pemetaan daerah perbatasan,” kata Marwan Jafar, di Jakarta, Selasa (25/8/2015) sebagaimana diberitakan Harian Sindo, Selasa (25/8/2015).

Kawasan transmigrasi mandiri itu disebar di 122 daerah tertinggal. Sebaran kampung berpotensi di kawasan Indonesia Timur, antara lain 12 kabupaten di Kalimantan, 18 kabupaten di Sulawesi, 26 kabupaten di Nusa Tenggara Timur, 14 kabupaten di Maluku, dan 33 kabupaten di Papua.

Umi Yuninarti dalam “Kebijakan Transmigrasi Dalam Kerangka Otonomi Khusus di Papua; Masalah dan Harapan (Jurnal Kependudukan Indonesia, Vol. 12 No.1 Juni 2017) menulis, transmigrasi di Papua telah berlangsung sejak 1902. Pemerintah kolonial Belanda menamakan program itu kolonisasi.

Orang-orang Jawa didatangkan ke Merauke. Selanjutnya, pada 1908, Pemerintah Belanda kembali mendatangkan penduduk dari Jawa dan masyarakat Timor yang ditempatkan di daerah Kuprik dan Kampung Timor.

Transmigran di Papua diingatkan tidak menjual lahan transmigrasi

Pada 1910, Pemerintah Belanda mendatangkan masyarakat Jawa ke Spadem dan Mopah Lama. Setelah Perang Dunia II berakhir, program kolonisasi masih tetap berlanjut, bahkan pemerintah Nederlands Nieuw Guinea mengadakan penelitian dan survei di area dekat Sungai Digul dan Bian hingga wilayah Muting untuk membuat daerah persawahan.

Lokasi transmigrasi Karya Bumi lumpuh akibat pemalangan

Setahun setelah Papua jatuh ke tangan NKRI, pemerintah Indonesia mendatangkan transmigran dari Jawa. Masing-masing 12 Kepala Keluarga (KK) ke Kabupaten Manokwari, 27 KK ke daerah Kumbe, Kabupaten Merauke, dan 9 KK ke daerah Dosai Kabupaten Jayapura.

Program transmigrasi di Papua mulai ditetapkan dengan adanya kebijakan Presiden Soeharto melalui Keppres No.7 Tahun 1978 tentang Penentuan Provinsi Irian Jaya sebagai Salah Satu Daerah Provinsi di Indonesia. Kala itu, Papua dapat dikatakan sebagai salah satu wilayah penerima transmigran tertinggi pada tahun 1978, selain Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara.

Keinginan kuat transmigran untuk bertahan hidup di tempat baru dengan kemampuan dan keterampilan yang lebih baik dalam beberapa hal membuat penduduk pendatang sering kali terlihat lebih berhasil secara ekonomi dibanding penduduk asli.

Hal ini sebenarnya bisa diatasi bila pemerintah terlebih dahulu mempersiapkan penduduk asli dengan melibatkan mereka dalam program-program transmigrasi, terutama dalam bidang sosial, ekonomi melalui penyuluhan atau pembinaan keterampilan untuk bersaing dengan transmigran dari luar Papua.

Besarnya gelombang transmigrasi dari Pulau Jawa juga membuat nama-nama lokal di lokasi transmigrasi berganti. Misalnya Desa Kertosari di lokasi transmigrasi di Kabupaten Jayapura, Desa Marga Mulya di Manokwari.

“Nama-nama asli tentu berhubungan dengan mitos dan asal usul tempat. Keputusan ini dianggap tidak berpihak pada masyarakat lokal karena menyebabkan sejarah suatu tempat dapat menjadi kabur dengan penggantian nama secara sepihak untuk kepentingan para pendatang,” tulisnya.

Mantan  Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigai pernah mengutip  data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1971-2000 migrasi masuk ke Papua mencapai 719.866 jiwa.

Sementara penduduk yang keluar Papua hanya 99.614. Setelah transmigrasi reguler dihentikan, Pemerintah kemudian mengubah model transmigrasi menjadi berbasis Kerja sama Antar Daerah (KSAD).

Tidak seperti transmigrasi reguler di mana pemerintah pusat berwenang menentukan tempat transmigrasi, kerja sama antar daerah didasarkan permintaan daerah. “Tapi untuk Papua, terbentur dengan UU 21 tahun 2003 tentang Otsus yang mengatakan kebijakan transmigrasi dilakukan bersarkan perdasus serta setelah penduduk Papua sudah mencapai 25 juta jiwa,” kata dia sebagaimana dikutip kompas.com, 07/06/2015,

Menurutnya, jika Presiden ingin menghentikan transmigrasi secara keseluruhan, sebaiknya dilakukan melalui pengaturan mobilitas penduduk yang baik. Persoalan transmigrasi selama ini, terjadi karena adanya sikap diskrimantif terhadap penduduk asli.

“Kaum migran di Papua bersama anggota TNI dan Polri telah terbentuk karakter eksklusif dan diskriminatif yang cenderung tidak menyukai orang Melanesia (Melanesiaphobia) dan inilah salah satu faktor kegagalan integrasi sosial di Papua,” ucap Natalius. (*)

Editor: Angela Flassy

Related posts

Leave a Reply