Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
Jayapura, Jubi – Komunitas Tim Peduli Kesehatan dan Pendidikan (TPKP) Rimba Papua memandang, persoalan sosial yang terjadi di Korowai yang masuk dalam lima kabupaten perbatasan, yakni Boven Digoel, Asmat, Yahukimo, Pegunungan Bintang dan Mappi, harus menjadi perhatian serius oleh semua pihak baik pemerintah, gereja dan tokoh adat.
Di Korowai, banyak perusahaan yang sudah masuk, seperti perusahaan kayu, emas, dan gaharu. Sehingga burung cendrawasih, burung kaka tua dan masih banyak kekayaan alam lainnya terancam. Karena secara ilegal diambil dengan motif pencurian, membuat perjanjian dengan warga setempat yang awam dengan aturan, dan mudah dihasut serta ditipu oleh orang luar. Ini dilakukan atas nama jaminan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan serta pembangunan jalan dan jembatan.
Sejumlah keresahan ini disampaikan Soleman Itlay, Sekretaris TPKP Rimba Papua kepada Jubi, Minggu (11/3/2018), di Jayapura.
"Hingga saat ini ilegal logging masih terus terjadi di wilayah Korowai, terutama para pendulang emas di sana bebas beroperasi sehingga merusak lingkungan sekitar terutama air bersih yang dicemari dengan bahan kimia untuk mendulang emas," ujar Soleman.
Soleman menegaskan, masih banyak orang Korowai yang sakit, menderita dan meninggal. Masyarakat masih jauh dari Pustu (Puskesmas Pembantu), Puskesmas dan rumah sakit. Bahkan masih banyak anak-anak yang mengalami gizi buruk dan meninggal dibawah umur.
"Hari ini pemerintah belum menepati sebagian besar janji dari 44 butir rekomendasi yang dibuat pada 23 Oktober 2017 di Danowage, Korowai Batu bersamaan dengan kunjungan mantan gubernur Papua Lukas Enembe," ujarnya.
Kata Soleman mengingatkan, pembangunan jalan dan jembatan di wilayah Korowai sementara waktu ditunda, sejauh masyarakat adat belum siap dan sadar menghadapi tantangan baru.
"Kalau bisa buka lapangan terbang di Brupmakot, dan beberapa kampung yang pesawat atau helikopter bisa mendarat yang sudah di jangkau," ujarnya.
Sementara itu, Norberd Kemi Bobi, Ketua TPKP Rimba Papua mengatakan, saat ini ancaman hilangnya rumah tinggi atau rumah pohon sangat besar. Hal itu bisa terjadi karena beberapa perusahaan skala nasional seperti kelapa sawit, kayu, emas dan lainnya sudah membuat pergeseran di wilayah Korowai.
"Kami mendesak kepada pemerintah pusat, provinsi dan daerah agar segera merealisasikan janji dalam bentuk 44 butir rekomendasi untuk membangun Pustu, Puskesmas, Rumah Sakit, sekolah satu atap dari TK, SD, SMP, SMA/SMK serta mengirim petugas kesehatan dan guru pengajar ke Korowai termasuk membangun rumah sehat, instalasi air bersih bagi penduduk asli setempat," tegasnya.
Lanjut Norberd, jika permintaan ini tidak diindahkan, timnya akan menanyakan langsung dalam bentuk aksi demonstrasi damai di kantor Dinas Kesehatan Papua, DPR Papua, dan instansi terkait lainnya. Tim bersama komunitas akan menunggu hingga April 2018 mendatang. (*)