Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Kelompok teroris ISIS mengaku bertanggungjawab pengeboman di pemakaman non-Muslim, Jeddah, Arab Saudi, pada Rabu (11/11/2020). Aksi teror itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap publikasi karikatur Nabi Muhammad oleh majalah satire asal Prancis, Charlie Hebdo. Teror tersebut berlangsung ketika upacara peringatan Perang Dunia I berlangsung dan dihadiri diplomat-diplomat negara Eropa, termasuk perwakilan dari konsulat Prancis di Jeddah. Insiden itu setidaknya melukai dua orang.
ISIS melalui media propagandanya, Amaq, mengatakan serangan itu utamanya ingin menargetkan konsul Prancis atas ketidakpedulian negaranya terkait penerbitan kartun-kartun yang menghina Nabi Allah.
Baca juga : Teror Wina, Austria tutup dua masjid usai temui pemimpin muslim
Serangan teror terhadap Prancis, Arab Saudi : terorisme tak terkait agama
Teror di Prancis kembali terjadi, kali ini penyerangan di gereja dan konsulat
ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Melalui saluran telegramnya, ISIS mengatakan para anggotanya telah “memasang alat peledak” di lokasi kejadian. “Serangan itu dilakukan untuk mendukung Nabi Muhammad,” kata ISIS dalam pernyataannya.
Kementerian Luar Negeri Saudi mengutuk teror bom tersebut dan menegaskan akan menggelar penyelidikan untuk mencari pelaku yang bertanggung jawab dalam serangan tersebut.
Serangan bom itu tercatat sebagai insiden teror kedua yang terjadi di Jeddah. Bulan lalu, warga Arab Saudi melukai seorang penjaga di konsulat Prancis di Jeddah dengan menggunakan pisau.
Lihat juga: Saudi Selidiki Pelaku Serangan Teror di Jeddah
Kejadian itu terjadi di hari yang sama ketika seorang pria bersenjatakan pisau membunuh tiga orang di Gereja Notre Dame Basilica di Nice, Prancis selatan pada Kamis (29/10/2020).
Dua kejadian tersebut berlangsung ketika Prancis mendapat hujan kritikan atas pernyataan Presiden Emmanuel Macron yang menganggap agama Islam tengah mengalami krisis.
Pernyataan itu diutarakan Macron setelah pembunuhan brutal menimpa seorang guru di Prancis setelah menggunakan karikatur Nabi Muhammad yang kembali diterbitkan majalah satire Charlie Hebdo.
Macron juga membela penerbitan ulang karikatur tersebut dengan alasan kebebasan berekspresi dan berpendapat. (*)
Editor : Edi Faisol