Papua No.1 News Portal | Jubi
Lae, Jubi – Pemasokan obat-obatan Tuberculosis yang tidak konsisten kepada fasiltas kesehatan di Lae, mengakibatkan pasien TB berpindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya dengan harapan untuk memperoleh bantuan.
Seorang ibu (nama disamarkan) mengatakan ia dipaksa untuk mengorbankan pasokan obat anaknya, untuk keponakan perempuannya dan sangat membutuhkan obat.
Ia mengatakan anak dan keponakannya (tujuh tahun), merupakan pasien teregistrasi di antara 400 pasien TB lainnya di klinik perkotaan yang sedang menunggu pemasokan obat TB selama hampir dua bulan.
Ia melanjutkan bahwa keponakannya mengunjungi klinik perkotaan untuk dosis keduanya, namun tidak ada dosis untuknya.
“Akhirnya, saya kembali ke rumah dan memberikan dosis pertama putri saya untuk keponakan saya, karena saya tidak mau meninggalkan keponakan saya tanpa pengobatan untuk sehari.”
“Saya tidak tahu apakah yang saya lakukan ini merupakan hal yang benar karena tidak ada hal lain yang dapat menolongnya,” kata sang ibu.
Pasien lainnya, Wildon John, mengatakan ia didiagnosis dengan extra pulmonary TB dan terhitung sudah empat bulan lamanya kekurangan pemasokan obat-obatan TB terjadi. Hal tersebut sangat mempengaruhi pasien penderita TB.
John mengungkapkan TB telah membunuh banyak orang dikarenakan kurangnya persedian obat. Kondisi para pasien makin memburuk karena tidak mendapat dosis mereka.
Ia mengimbau otoritas kesehatan dan Marobe Provincial Health Authority untuk memantau persediaan obat-obatan TB, dan segera mempertahankan konsistensi stok obat tersebut.
Seorang ibu lainnya (nama disamarkan) menyatakan putra 4 tahunnya menderita TB dan mengalami penurunan berat badan. Putranya menjadi sangat lemah karena kurangnya pengobatan.
Pasien TB, Kevin Kema menambahkan ia mulai mengalami batuk-batuk parah dan merasa penyakit tersebut mulai mngambil alih tubuhnya secara perlahan karena tidak ada pengobatan untuknya.
Pasien lainnya, Sam Kuty, juga menambahkan mereka tidak dapat menemukan obat TB di mana pun kecuali di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya di tengah merosotnya pengobatan TB. Pemerintah tidak menanggapi dengan serius keadaan ini, dengan kata lain, pemerintah membunuh masyarakat mereka sendiri.
Dua klinik perkotaan di ditrik Lae mengkonfirmasi adanya kekurangan obat TB dengan lebih dari 600 pasien teregistrasi di klinik tersebut.
Marobe Provincial Health Authority, Dr. Kipas Binga mengkonfirmasi keadaan tersebut dan mengatakan obat TB sama seperti obat HIV/AIDS yang dibeli secara terpisah dari obat lain melalui prosedur toko medis daerah.
Dr. Binga menambahkan obat TB dibeli dan diberikan kepada petugas berdasarkan laporan mereka. Obat tersebut kemudian didistribusikan kepada fasilitas kesehatan yang mengalami kekurangan. Kurangnya pemasokan merupakan hal sistemik yang mempengaruhi seluruh provinsi, dan bukan kesengajaan salah satu pihak.
Ia juga menyatakan seluruh fasilitas kesehatan harus memiliki perencanaan stok untuk menanggulangi keadaan para pasien disituasi seperti ini. Namun berdasarkan informasi yang didapatkan, pasokan obat TB akan datang ke provinsi tersebut dan akan didistribusikan segera. (postcourier.com)
Editor: Kristianto Galuwo