Terancam dikeluarkan, 128 mahasiswa FK Uncen mengadu ke LBH Papua

Mahasiswa Uncen Papua
Salah satu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih yang terancam dikeluarkan, Yufri Wenda menandatangani surat kuasa di Kantor LBH Papua, Kota Jayapura, Jumat (14/8/2020). – Jubi/Angela

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua telah menerima pengaduan dari 128 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih, Jayapura, yang akan dikeluarkan dari kampusnya, Jumat (14/8/2020). LBH Papua tengah mempersiapkan gugatan tata usaha negara yang akan didaftarkan jika Universitas Cenderawasih memberhentikan para mahasiswa itu.

Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay mengatakan pada Jumat pihaknya menerima pengaduan dari 128 mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Cenderawasih (Uncen) angkatan 2009- 2014 yang terancam di-DO (Drop Out) atau dikeluarkan dari kampusnya pada tahun ini. Gobay menyatakan 128 mahasiswa itu telah menandatangani surat kuasa yang menunjuk LBH Papua sebagai kuasa hukum mereka.

Read More

Gobay melihat ancaman DO bagi 128 orang calon dokter itu, mayoritas di antaranya adalah mahasiswa asli Papua, sebagai kemunduran berfikir FK Uncen. Gobay menyatakan kebijakan itu seolah mengabaikan banyaknya masalah kesehatan di Papua.

“[Ancaman DO itu] merupakan kemunduran berpikir dari para pihak di fakultas. Belum tentu dokter lulusan Universitas Indonesia mau datang di Papua [dan] memberi pelayanan. Teman-teman [mahasiswa FK Uncen] itu yang kami harapkan [untuk dididik menjadi dokter dan memberi pelayanan kesehatan di Papua],” kata Gobay di Kota Jayapura, Jumat.

Baca juga: Wagub Papua siap mendukung pembangunan rumah sakit pendidikan Uncen

Gobay menyebut, saat ini telah ada 43 mahasiswa FK Uncen yang terpaksa mengundurkan diri. “Selain 128 mahasiswa calon dokter ini, sudah 43 mahasiswa yang terpaksa mengundurkan diri,” kata Gobay usai menerima kuasa hukum dari ke-128 mahasiswa itu.

Selain ancaman DO, 128 mahasiswa FK Uncen itu juga mengadukan mahalnya SPP yang mencapai Rp20 juta per semester. Sementara para mahasiswa yang menjalani Co-Ass membayar Rp10 juta per semester.

“Selain itu, ada pernyataan-pernyataan yang mematahkan semangat, seperti ‘kalian itu tidak cocok kuliah di Fakultas Kedokteran’, ‘kalian itu sebenarnya tidak layak di sini’. Parahnya, Fakultas Kedokteran ini hadir bersamaan dengan hadirnya Otonomi Khusus [Papua],” katanya.

Gobay menyatakan jika Uncen menerbitkan surat yang mengeluarkan 128 kliennya, LBH Papua akan mengajukan gugatan tata usaha negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura. Gobay menyatakan Uncen tidak memiliki dasar hukum untuk mengeluarkan 128 kliennya.

Salah satu mahasiswa yang terancam dikeluarkan itu, Mega Kogoya mengaku dirinya tinggal menyisakan enam mata kuliah untuk bisa lulus dari program pendidikan dokter FK Uncen. Sejumlah enam mata kuliah itu merupakan mata kuliah semester 7 dan 8.

Mega Kogoya mengaku sudah berulang kali mengambil mata kuliah itu, tapi tak pernah lulus. Terakhir ia diminta mengikuti program khusus, berupa pelajaran tambahan dari dosen. “Ternyata, saat penilaian, fakultas hanya menilai [hasil] Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester. Nilai program khusus tidak ditambahkan,” kata Kogoya.

Kogoya menjelaskan, ia sudah pernah ditawarkan pindah jurusan, tapi ia menolak. “NIM bisa diubah, tapi umur saya bertambah. Kalau pindah jurusan, saya tidak mau. Orangtua saya tahu, saya sekolah kedokteran,” kata mahasiswi asal Kabupaten Lanny Jaya itu.

Para mahasiswa itu menyampaikan 13 tuntutan terhadap FK Uncen, diantaranya meminta Dekanat FK Uncen mencabut surat pernyataan DO. Mereka meminta agar bisa segera diwisuda, dan menuntut staf maupun dosen yang dianggap menghambat kelulusan mereka dipecat.

Ketua BEM FK Uncen (2019-2020), Salmon Wantik menjelaskan sebagian besar dari para mahasiswa yang terancam DO itu sudah menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI), namun tak bisa mengikuti wisuda. Mereka tidak boleh mengikuti wisuda karena belum menyelesaikan beberapa mata kuliah.

“Kami tahu mengambil KTI adalah puncak dari semua mata kuliah. Tapi masih saja dipersulit dengan satu, dua mata kuliah yang  wajib diselesaikan dengan mengikuti kuliah reguler,” jelas Wantik.

Ia berharap para dosen bisa memberikan tugas, atau apapun yang bisa menolong mahasiswa itu, “Mereka ini bukan tidak mampu, tetapi ada permainan dari fakultas. Mereka sudah kontrak 7-10 kali tetapi tidak pernah lulus. Itu sangat miris sekali,” katanya.

Baca juga: Alumni Uncen sebut kampusnya berhak mendapatkan perhatian

Wantik menjelaskan para mahasiswa FK diberi blanko surat pernyataan bersedia mengundurkan diri jika gagal menyelesaikan pendidikan pada tahun 2020, atau bersedia dipindahkan dari FK Uncen.  Wantik menyatakan para mahasiswa dan pihak fakultas sudah dua kali bertemu. Akan tetapi, kedua pertemuan gagal membuat kesepakatan di antara para pihak.

“Pertemuan kedua [berlangsung pada Selasa lalu]. Undangannya dikeluarkan oleh fakultas sendiri, akan tetapi mereka tidak mengundang BEM FK Uncen dan para mahasiswa yang akan di-DO. Seakan-akan, [mereka] mau menyelesaikan masalah itu di tingkat fakultas,” kata Wantik.Ia berharap Rektor Uncen bersedia turun dan melakukan mediasi, karena persoalan DO bukan hanya persoalan fakultas, tapi juga masalah di tingkat universitas.

Rektor Universitas Cenderawasih, DR Apolo Safanpo saat dikonfirmasi mengaku sudah beberapa kali pihak pimpinan universitas melakukan  mediasi, dan memfasilitasi para mahasiswa dengan pimpinan Fakultas Kedokteran. Safanpo menyatakan saat ini ia tengah berada di luar kota bersama Pembantu Rektor I Uncen, karena tengah mengurus akreditasi beberapa program studi di Uncen di Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.

Setelah kembali di Jayapura, Safanpo akan segera mempertemuan para mahasiswa dan Dekanat FK Uncen. “Jadi besok pulang, kami coba pertemukan kembali para mahasiswa dengan pimpinan Fakultas Kedokteran lagi,” kata Safanpo.(*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply