Tanah longsor semakin mengancam, Pemerintah belum beri solusi

Tanah longsor yang berada di batas distrik Asolokobal dan Asotipo, Jayawijaya yang semakin mengancam kehidupan masyarakat sekitar-Jubi/Islami.
Tanah longsor yang berada di batas distrik Asolokobal dan Asotipo, Jayawijaya yang semakin mengancam kehidupan masyarakat sekitar-Jubi/Islami.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Wamena, Jubi – Longsor yang terjadi sejak lama di batas antara distrik Asolokobal dan Asotipo, kabupaten Jayawijaya semakin mengancam kehidupan masyarakat setempat dan sekitarnya.

Read More

Kepala Kampung Asolokobal, Distrik Asolokobal, Markus Lokobal mengatakan, kondisi tanah longsor kini semakin memprihatinkan dalam beberapa tahun terakhir, karena material longsor semakin mengarah ke pemukiman warga.

“Situasi sekarang semakin lama menimbun kebun milik masyarakat hingga masuk ke perkampungan sekitar dan ditakutkan terkena ke kantor distrik Asolokobal, Puskesmas, sekolah dan juga gereja,” katanya kepada wartawan di lokasi tanah longsor, Sabtu (4/4/2020).

Menurut dia, keluhan itu pernah beberapa kali disampaikan ke pemerintah daerah, baik melalui perumusan bersama di musyawarah kampung, distrik hingga ke kabupaten, namun tidak ada tanggapan.

“Sejauh mana realisasi dari pemerintah kami bingung dan sekarang semakin meluap ke distrik Asolokobal, kami juga mau atasi tetapi bingung,” katanya.

Berbagai upaya secara adat pun telah dilakukan, namun hingga kini belum juga berhenti material longsor ditambah disaat musim hujan saat ini.

“Awalnya memang yang terdampak di Distrik Asotipo, tetapi semakin lama masyarakat yang ada di distrik Asolokobal juga terkena dampaknya. Kebun masyarakat ditutup material longsor baik itu pasir dan bebatuan, sejauh ini sudah dua kampung di Asolokobal yang terkena dampak tetapi masyarakatnya belum pindah karena bingung mau pindah kemana,” katanya.

Tokoh gereja Asolokobal, Pastor Jhon Djonga melihat kondisi alam saat ini di lokasi longsor sangat mengancam beberapa kampung di wilayah Asolokobal dan Asotipo.

Maka gereja berharap ada suatu upaya secara budaya untuk menyelesaikan, karena terjadinya longsor terus menerus ini dianggap ada suatu kaitan atau ikatan budaya atau adat.

“Saat ini ada beberapa desa yang terancam, apalagi seperti di Kampung Hesatum ada suatu kumpulan honai-honai adat di sana. Karena itu saya ajak masyarakat untuk kumpul duduk bersama, supaya mengatasi selain usaha secara modern artinya dengan pekerjaan perbaikan, tetapi secara adat pun harus dibicarakan,” kata Pastor Jhon Djonga.

Hal ini kata dia harus segera diambil tindakan cepat, apalagi satu jembatan penyeberangan orang menuju ke Distrik Maima dan Popukoba sudah terputus akibat diterjang banjir, meskipun telah dibangun jembatan baru.

“Ini sangat mendesak dan harus penanganan secara darurat, jangan sampai sebagian besar masyarakat kehilangan tempat tinggal mereka. Kebun mereka sudah hancur, rusak tidak bisa panen hasil kebun lagi akibat tertutup material longsor. Untuk itu saya kembalikan masyarakat mengambil langkah cepat, jangan sampai bencana ini tambah besar,” katanya. (*)

Editor: Edho Sinaga

 

Related posts

Leave a Reply