Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ficky, laki-laki 18 tahun, asyik menata biji-biji kopi yang telah dikemas dalam botol-botol kaca ke atas rak-rak kontainer di tempat usahanya di Jayapura, Papua.
Gelas-gelas kopi ditata pada posisinya, baik digantung maupun diletakan di atas rak. Mesin pembuat kopi dilap hingga mengkilap.
Kursi-kursi dan meja dilap bersih hingga tidak meninggalkan debu. Memasuki sore, bola-bola lampu dinyalakan, memancarkan cahaya kuning.
Semua ditata seindah mungkin, sebisa mungkin bisa meninggalkan kesan bagi pelanggan yang datang.
Bila pelanggan tiba, Ficky menghentikan pekerjaannya dan melayani mereka. Jika itu pelanggan baru, ia biasa mengajak berdiskusi terlebih dahulu, kemudian menawarkan pilihan minuman kopi yang dijual.
Jenis kopi yang dipakai adalah Arabica dan Robusta yang didatangkan dari Wamena dan Sorong, Papua. Dalam sebulan ia bisa menghabiskan kopi 5 sampai 6 kg.
BACA JUGA: Awalnya dari rumah ke rumah, kini omzet ‘barber shop’ itu sehari Rp800 ribu
“Kami pakai kopi produk lokal Papua saja,” katanya.
Setelah pelanggan memesan, mereka lalu diantar ke tempat duduk, Ficky pun meracik kopi pesanan pelanggan. Sekitar sepuluh menit kopi pun diantar dan pelanggan dapat mencicipinya.
Begitulah aktivitas sehari-hari Ficky, salah seorang pemilik usaha kafe “Bit Coffee” di Jalan Raya Abepura-Sentani yang berhadapan dengan Hollamart, Padang Bulan, Kota Jayapura.
Padang Bulan kini telah berkembang menjadi salah satu tempat strategis untuk membuka usaha. Menjadikannya tempat yang sangat ramai dikunjungi karena mudah dicapai.
Di tempat itu pula berkembang beberapa usaha berkonsep kafe mini yang dijalankan anak-anak muda. Salah satunya adalah Ficky.
Ficky menjalankan kafe mini bersama dua teman sebayanya, Samuel dan Mario. Mereka bertiga sama-sama tamatan SMA YPPK Teruna Bakti Waena pada 2020.
Mereka bertiga untuk sementara tidak kuliah, tetapi memilih membuka usaha kopi dengan nama “Bit Coffee”, singkatan dari kata “biter”.
“Kami pakai kata ‘bit’, artinya pahit, karena kopi rasanya pahit,” ujar Ficky tersenyum.
Ide Ficky teman-temannya untuk membuka usaha kafe kopi muncul karena terinspirasi dari kebiasaan melihat dan menonton usaha-usaha kopi di media sosial.
“Kita lihat di media sosial lalu tertarik, lihat unik gitu, terus kita coba untuk belajar,” katanya.
Pada Oktober 2020 Ficky, Samuel, dan Mario memutuskan untuk menjalankan usaha kopi bersama. Sambil mengumpulkan modal mereka mengunjungi beberapa kafe untuk sekadar bertanya dan mempelajari cara menjalankan usaha.
“Kita sering nongkrong di cafe untuk tanya-tanya sama dia punya barista,” ujar Ficky.
Setelah sebulan mempelajari cara pembuatan kopi dari barista dan secara otodidak juga belajar di Youtube pada November 2020 mereka mulai membuka usaha. Modal awal yang terkumpul Rp11 juta.
“Dulu kita belum pakai kontainer, modalnya untuk beli alat sekitar Rp7 juta, setelah pakai container habis sekitar Rp11 juta,” kata Ficky.
Harga kopi yang dijual cukup bevariasi dan terjangkau. Dari yang termurah kopi tubruk Rp15 ribu sampai harga yang tertinggi red coffee Rp30 ribu.
“Yang menjadi andalan minuman kami saat ini adalah red coffee, campuran kopi dan red vevet. Kan namanya unik, orang belum pernah dengar begitu,” ujar Ficky.
Dengan buka dari Senin sampai Sabtu pukul 11 siang hingga 10.30 malam dalam sehari mereka mampu menghabiskan sekitar 50 cup kopi.
Pendapatan sehari bisa mencapai Rp1.250.000. Sebulan sekitar Rp30 juta.
Kini usaha kopi yang telah mereka jalankan selama enam bulan tersebut berkembang cukup pesat. Meski begitu, Ficky dan Samuel tetap berencana akan meneruskan kuliah di Jakarta.
“Rencana tahun ini, kalau sudah kuliah offline, saya dan Samuel akan berangkat kuliah, terus Mario kami bimbingan dia sampai bisa. Nanti dia yang akan jaga dan jalankan usaha ini,” kata Ficky.
Selain kopi, ada pula minuman lainnya yang mereka jual, di antaranya lemon tea, es teh, green tea, dan chocolate. Juga makanan seperti kentang goreng, sosis goreng, dan mie rebus.
Seorang pelanggan, Erin mengaku menyukai kopi yang dijual di “Bit Coffe”. Tiap kali berkunjung ia biasa memesan espresso.
“Kopinya enak, pas dengan lidah, cocok saja rasa di sini beda sama tempat lain,” ujar Erin.
Menurut Erin usaha yang dijalankan Ficky dan teman-temannya bisa dibilang berani. Ia berharap usaha mereka tetap berjalan dan lebih maju.
“Bagus karena baru lulus SMA saja sudah berpikir bikin usaha, dong punya keberanian yang patut diikuti nak muda lain,” kata mahasiswa Semester IV Politekes Jayapura tersebut. (*)
Editor: Syofiardi