Papua No. 1 News Portal | Jubi
Afganistan Jubi – Kelompok militan Taliban di Afghanistan memproduksi opium untuk dijadikan sumber pendapatan mereka. Bahkan sekitar 85 persen opium di dunia, dihasilkan dari negara tersebut.
Selama bertahun-tahun, setiap kali panen, kelompok tersebut menyelundupkan opium yang telah disuling dalam bentuk sirup. Penyulingan tersebut, mempermudah mereka untuk menyelundupkannya ke Negara Barat. Selain itu mereka juga mengolahnya ke dalam bentuk morfin atau heroin dengan tingkat kemurnian yang bervariasi.
Pejabat Afghanistan menyatakan perdagangan obat-obatan terlarang tersebut membawa keuntungan yang sangat besar bagi kelompok pemberontak tersebut. Bahkan, sedikitnya 60 persen dari pendapatan mereka didapatkan dari perdagangan narkoba dan hal itulah yang membuat perang melawan kelompok tersebut tak kunjung usai hingga saat ini.
"Tanpa adanya narkoba itu, perang ini pasti sudah berakhir sejak lama. Heroin adalah pendorong perang antara pemerintah dan kelompok pemberontak yang paling utama," kata Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, dikutip dari the New York Post, Senin (30/10/2017).
Upaya Taliban dalam merebut sejumlah wilayah dari pemerintah, terutama daerah penghasil opium, juga menambah prospek keuntungan bagi mereka sehingga mencapai perdamaian dengan kelompok itu menjadi hal yang mustahil.
"Jika seorang komandan Taliban yang buta huruf di Helmand menghasilkan USD 1 juta perbulan, apa keuntungan yang mereka dapat jika mau berdamai?" kata seorang pejabat senior Afghanistan.
Wakil Menteri Dalam Negeri Afghanistan, Jenderal Abdul Khalil Bakhtiar, mengatakan bahwa para pemberontak itu juga membawa keresahan bagi negara dalam dua tahun terakhir dengan cara mendirikan laboratorium pemurnian yang lebih mumpuni dan memindahkan basis mereka lebih dekat ke ladang opium.
"Ada 400 sampai 500 laboratorium di negara ini yang sebagian besar dikuasai oleh Taliban. Sejauh ini pasukan pemerintah baru menghancurkan 100 di antaranya. Tetapi mereka bisa membangun laboratorium sama hanya dalam satu hari," paparnya.
Kendati demikian, juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengungkapkan, kelompok tersebut tidak ada hubungannya dalam pembuatan heroin di negara tersebut. Dia juga membantah laboratorium besar yang berada di sejumlah daerah ada di bawah kendalinya.
Sementara itu berdasarkan laporan terbaru, perekonomian opium di Afghanistan mengalami pertumbuhan di tahun 2016 menjadi USD 3 miliar, dua kali lipat lebih banyak dari jumlah di tahun sebelumnya.
Peningkatan itu berarti Taliban telah mampu mengambil bagian lebih besar dari USD 60 miliar lewat perdagangan global. Terlebih permintaan terhadap opium dari negara-negara di Eropa, Amerika Utara, Kanada sampai Inggris tetap tinggi.
Terlepas dari besarnya masalah opium di Afghanistan, tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mengatasinya. Pemberantasan opium pun kerap mengalami kegagalan disebabkan oleh banyaknya pasukan polisi yang terlibat dengan perdagangan opium itu sendiri.
Narkotika sebagai sumber pendapatan utama untuk jaringan Taliban, geng mafia dan politisi.
Andrey Avetisyan, Kepala Daerah untuk Komisi PBB untuk Narkoba dan Kejahatan, menyatakan narkotika menimbulkan ancaman terbesar bagi stabilitas di Afghanistan. Avetisyan juga menyatakan bahwa panen opium kemungkinan besar akan meningkat pada tahun 2015.
PBB memperkirakan nilai penjualan opium di Afghanistan mencapai US$850 juta, atau setara dengan Rp10,7 triliun pada tahun 2014.(*)
Sumber: Merdeka.com/CNN Indonesia