Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Gara-gara sebagian siswa tidak memiliki telepon seluler (ponsel) sebagian siswa di Papua terpaksa belajar luring (di luar jaringan) atau tatap muka di sekolah. Hal itu dilakukan sekolah agar hak anak mendapatkan pendidikan tetap terpenuhi.
Kepala SMA Pembangunan V Yapis, Kota Jayapura, Papua Ahmad Yunaidi kepada Jubi di ruang kerjanya, Selasa (3/11/2020) menyebutkan, proses pembelajaran di sekolahnya dilakukan dengan dua cara, yakni secara daring (dalam jaringan) dan luring (di luar jaringan), karena sebagian siswa ada yang tidak memiliki ponsel.
“Bagi siswa yang memiliki ponsel android proses belajar melalui beberapa aplikasi seperti Google Meet, Zoom, dan WhatsApp, sedangkan siswa yang tidak memiliki ponsel android belajarnya secara tatap muka di sekolah,” katanya.
Ahmad Yunaidi mengatakan tidak semua siswa di sekolahnya memiliki gawai untuk bisa mengikuti setiap mata pelajaran yang dilakukan lewat daring.
“Untuk mengantisipasi agar proses belajar bisa terus berlanjut dan merata, tidak merugikan satupun siswa, maka kami berlakukan belajar secara luring,” ujarnya
Untuk siswa yang mengikuti belajar-mengajar luring, mereka menjalankan proses belajar-mengajar di sekolah dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Achmad mengatakan pemerintah sudah menyediakan kuota internet untuk belajar bagi siswa dan kuota internet bagi guru.
“Tapi saya rasa itu tidak cukup, karena kalau diberikan kuota kepada siswa yang tidak memiliki ponsel percuma saja,” katanya
Hal yang sama juga terjadi di SMP Negeri 11 Kota Jayapura, Papua. Kepala SMP Negeri 11 Kota Jayapura Beatriks Simon mengatakan di sekolahnya juga dilaksanakan dua metode belajar, daring dan luring.
Belajar luring dilakukan untuk siswa yang tidak dapat menjangkau internet.
“Guru menyediakan materi, lalu diberikan kepada setiap siswa yang datang ke sekolah,” katanya.
Beatriks mengatakan pelaksanaan pembelajaran secara daring tidak seratus persen terlaksana, karena setiap kali belajar daring dilakukan hanya dua puluhan siswa saja yang aktif mengikutinya.
“Siswa mengalami kendala dalam kuota internet,” katanya.
Kemdikbud sudah membantu kuota internet untuk siswa dan guru, kata Beatriks, namun tidak semua siswa dan guru mendapatkannya.
Guru SMPN 11 Kota Jayapura Rosalina Maripadang mengatakan guru mendapatkan bantuan kuota internet 37 GB dan siswa 5GB.
Di SD Negeri Inpres Perumnas 1 Waena, Kota Jayapura, Papua pembelajaran lebih banyak dilakukan secara luring. Guru menyediakan materi mata pelajaran untuk dibagikan kepada setiap siswa melalui orang tua mereka.
Kepala SDN Inpres Perumnas 1 Waena Dominggas Mawene mengatakan sudah mengumpulkan data dan nomor ponsel siswa dan guru untuk mendapatkan bantuan kuota internet dari Kemdikbud. Namun bantuan tersebut belum masuk.
“Tapi hal itu tidak mengurangi semangat kami para guru untuk mengajar siswa,” katanya. (CR-5)
Editor: Syofiardi