Tak ada pasar, sungai pun jadi

Ilustrasi sampah di sungai – Jubi/pixabay.com
Ilustrasi sampah di sungai – Jubi/pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Larangan membuang sampah di pasar menimbulkan masalah baru. Sungai pun dijadikan lokasi pembuangan karena tidak ada tempat penampungan sementara (TPS).

Read More

YUNI diliputi gundah karena sampah semakin menumpuk di rumahnya. Angkutan sampah tidak kunjung tiba padahal sudah dipesan beberapa hari lalu.

Yuni bingung hendak dikemanakan limbah-limbah rumah tangga tersebut. Tidak ada satu pun lokasi khusus yang disiapkan pemerintah sebagai tempat pembuangan sementara (TPS) di Nabire, kota tempat tinggalnya.

Yuni pun hanya bisa menggerutu lantaran kesal tidak berkesudahan.

“Saya sudah hubungi sepeda motor roda tiga yang biasa mengangkut sampah, tetapi belum juga datang.”

Permasalahan Yuni berpangkal pada larangan membuang sampah sembarangan yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Nabire. Larangan itu tertuang dalam Instruksi Bupati Nabire tertanggal 17 Juli 2019.

Peraturan tersebut diterbitkan untuk mengatasi penumpukan sampah di kompleks pasar dan terminal angkutan umum. Mereka yang kedapatan masih membuang sampah sembarangan bakal didenda sebesar Rp100 ribu.

Lokasi pasar dan terminal selama ini kerap menjadi sasaran pembuangan sampah oleh sejumlah warga. Selain merusak pemandangan dan menganggu aktivitas pasar, sampah tersebut berpotensi menyebarkan penyakit karena menggunung dan tumpah ruah hingga ke jalanan.

Lokasi yang sering menjadi tempat pembuangan sampah ialah Pasar Kalibobo, Karang Tumaritis, Nabarua, dan Siriwi, serta Terminal Oyehe. Peringatan untuk tidak membuang sampah pun ditancapkan pada lokasi tersebut sebagai ultimatum kepada warga.

Masyarakat sebetulnya mendukung upaya pemerintah setempat dalam menertibkan pembuangan sampah. Sayangnya, aturan tersebut tidak diikuti dengan penyiapan TPS sebagai alternatif penampungan sampah, sebelum diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA).

“Kebijakan itu bagus, sayangnya tidak disertai penyediaan TPS. Kasihan mereka yang rumahnya tidak berhalaman luas, bingung mau membuang sampah ke mana,” kata Jose Major, warga lainnya, Selasa (23/7/2019).

Buang ke sungai

Sarana pengangkutan sampah juga serbaterbatas di Nabire. Armada angkut baru bisa melayani di seputaran pusat kota. Itupun hanya di kawasan pasar dan jalur hijau. Lokasi permukiman warga, belum terlayani.

Layanan angkutan sampah menjadi sarana vital bagi warga, apalagi tidak ada TPS di Nabire. Mereka tidak mungkin membuang sampah langsung ke TPA di Distrik Wanggar karena jaraknya sekitar sekitar 30 kilometer dari Kota Nabire.

Lantaran bingung, beberapa warga memilih mengambil jalan pintas. Mereka membuang sampah ke kali atau sungai.

Warga berinisial WN adalah salah satu contohnya. Dia secara sembunyi-sembunyi melemparkan sampah ke sungai di dekat tempat tinggalnya.

“Rumah saya di dekat kali. Saya membuang sampahnya sembunyi-sembunyi. Habis mau bagaimana lagi daripada numpuk di rumah,” kata WN.

Bupati Nabire Isaias Douw, sebelumnya telah mewanti-wanti para lurah maupun kepala kampung untuk mengatur pengelolaan sampah di wilayah masing-masing. Teknis pengelolaannya bisa melibatkan atau berkoordinasi dengan pengurus rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) setempat. (*)

Editor: Aries Munandar

Related posts

Leave a Reply