Suvenir khas dari kulit kayu untuk PON XX Papua

papua
Teresa Ohee menunjukkan hasil karya hiasan dinding dari kulit kayu yang akan dijual saat PON XX. - Jubi/Theo Kelen.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Papua – Teresa Ohee, perempuan 37 tahun asal Kampung Asei Besar, Kabupaten Jayapura, Papua sudah sejak 2009 menekuni kerajinan kulit kayu. Ia menekuni kerajinan kulit kayu sebagai upaya untuk tetap menjaga dan melestarikan budaya peninggalan leluhur.

Read More

”Karena ini memang kerajinan kita dari Kampung Asei, kerajinan khas dari Sentani, terus di Kabupaten Jayapura, Papua kerajinan kulit kayu cuma ada di Kampung Asei,” ujarnya.

Pada PON XX di Papua, Ohee ikut membuat suvenir khusus PON. Ia sudah memulai sejak 2019. Namun karena agenda PON ditunda, ia berhenti dan menjual habis yang dibuat. Ohee memulai lagi pada Januari 2021.

Bermodalkan sebuah mesin jahit yang diperoleh dari bantuan Disperidagkop Kabupaten Jayapura, Papua Ohee menyulap kulit kayu menjadi beragam produk kerajinan yang bernilai seni untuk PON XX, seperti gantungan kunci, tas, topi, dan hiasan dinding.

BACA JUGA: Perlu partisipasi masyarakat dalam menyukseskan PON XX

kerajinanIa bermaksud para atlet yang bertanding dan wisatawan yang datang saat ajang PON XX dapat membawa pulang oleh-oleh khas dari Papua yang ia buat. Selain itu juga kehidupan ekonominya sebagai pengrajin seni kulit kayu terus bergerak.

Suvenir PON XX yang dibuat Ohee berbahan dasar kulit kayu pohon Khombouw yang diambil dari daerah Genyem, Lere, dan Keerom. Namun ia memilih kulit kayu dari Genyem karena kualitas lebih bagus.

“Kulit kayu memang agak sulit didapat karena kita harus pesan dulu, harganya juga lumayan mahal per meter Rp50 ribu sampai dengan Rp100 ribu,” katanya.

Suvenir yang dibuat Ohee bermotif ciri khas Sentani dan khusus bernuansa PON XX. Ada motif maskot PON XX, stadion Lukas Enembe, tulisan “Pace Juara”, dan “Kitorang Bisa”.

Ia menjual suvenir bervariasi. Yang murah gantungan kunci seharga Rp10 ribu hingga Rp20 ribu. Kemudian tas Rp150 ribu sampai dengan Rp350 ribu. Lalu topi dan hiasan dinding seharga Rp150 ribu.

Ia tidak hanya menjualnya untuk atlet dan wisatawan, tetapi untuk semua kalangan yang memang menyukai kerajinan dari kulit kayu.

Meski PON XX masih enam bulan lagi, suvenir khusus PON XX dari kulit kayu yang dibuat Ohee sudah ada yang terjual.

“Ada yang sudah beli, kalau tas dari Dinas Perindagkop Provinsi 19 buah,” katanya.

Kemudian ia ikut pameran dan staf dari kementerian membeli hiasan dinding. Ada juga masyarakat yang membeli topi untuk dibawa sebagai oleh-oleh.

“Jadi saya sudah dapat Rp5 juta tahun ini dari jualan tas, hiasan dinding, sama topi yang dipadukan dengan burung kasuari,” ujarnya.

Dalam membuat suvenir Ohee dibantu lima anggota keluarganya. Sehari bekerja bisa menghasilkan sebuah topi dan 20 buah gantungan kunci. Membutuhkan waktu dua sampai tiga hari untuk mengerjakan selembar hiasan dinding.

Sedangkan untuk mengerjakan 30 buah tas diperlukan waktu seminggu,  karena dalam mengerjakan tas harus terlebih dahulu mengukur, memotong, dan setelah dipastikan sesuai ukuran baru dijahit.

Menurutnya ada kerumitan menggambar langsung pada kulit kayu yang harus dibuat sesuai dengan gambar PON. Kemudian pewarnaan banyak, ketika disablon pada kain baru dipadukan dengan kulit kayu akan lebih cepat dan mudah.

“Kalau hiasan dinding kulit kayu bisa satu bulan hanya dapat 20 saja karena kerjanya rumit,” ujarnya.

Biaya produksi yang dikeluarkan Ohee bervariasi. Satu topi Rp20 ribu, satu hiasan dinding dan tas sekitar Rp50 ribu. Jadi ia memperoleh keuntungan Rp100 ribu hingga Rp250 ribu untuk tiap suvenir.

Hingga acara PON XX nanti ia berencana membuat 200 gantungan kunci dan 100 buah untuk tas, topi, dan hiasan dinding. Artinya ada sekitar 500 suvenir yang akan dijualnya saat acara PON XX  pada Oktober 2021. Jika terjual habis Ohee bisa mendapatkan keuntungan Rp20 juta.

“Ini kan banyak yang jualan nanti, targetnya segitu dulu, syukur kalau dapat banyak, itu berarti berkatnya kita,” ujarnya.

Ia sudah mulai menjual melalui akun Facebook “Teresa Ohee”. Juga di Galeri “Fansoway” yang mulai buka pukul 09.00 hingga pukul 19.00 WIP di Jl. Baru Pantai Kalkhote, Kampung Asei Besar, Sentani, Kabupaten Jayapura.

Untuk penjualan di arena PON ia berharap Dinas Perindagkop Provinsi Papua atau Pemkab Jayapura atau panitia PON XX membuatkan stan.

Pengrajin seni lainnya dari Kampung Asei Besar, Sentani, Kabupaten Jayapura adalah Lousia Pepuho. Perempuan 46 tahun tersebut sebenarnya sudah membuat suvenir khusus PON XX pada 2019. Namun karena agenda PON ditunda, ia telah menjual habis yang sudah dibuatnya.

“Ada dua atau tiga kali saya buat sebelum dibatalkan, saya pajang saja di rumah, orang datang lihat lalu beli,” ujarnya.

Kini ia memulai lagi membuat untuk persiapan PON Oktober 2021. Ia memilih membuat kerajinan dari kulit kayu menjadi noken karena sangat diminati.(*)

Editor: Syofiardi

Related posts

Leave a Reply