Surat cinta buat Ainan Nuran, diplomat muda yang perlu belajar tentang Papua

Papua No. 1 News Portal I Jubi,

HAI Ainan, semoga kamu baik-baik saja seperti terakhir kali kita bertemu di New York. 

Oh ya, saya kagum sekali melihat gaya kamu menanggapi pidato empat negara Pasifik di sidang Majelis Umum PBB kemarin. Tak ada bedanya dengan Nara Masitha, rekan kamu itu. Kamu sangat berapi-api membantah semua tuduhan. Seakan tak ada hari lain untuk membantah, saat itu harus tuntas. 

HOAX, kata itu kamu gunakan di awal tanggapan yang kamu baca itu. Memang di Indonesia saat ini, HOAX sedang menjadi trend. Pemerintah hingga masyarakat awam seperti menjadi kerdil kalau tak menyebut kata HOAX itu. Itu pilihan kata yang bagus untuk tanggapan yang kamu bacakan itu.

By the way Ainan, sudah lama saya tinggal di Papua. Kamu tahu itu kan? Tapi kok saya seperti tak pernah mendengar apa yang kamu sebut "proses pembangunan masif dalam tiga tahun belakangan ini"? 

4.325 kilometer jalan? Dimana saja itu Ainan? Bisakah kamu menjelaskan pada saya 4.325 kilometer jalan itu terbentang dari mana hingga kemana dan kapan dibangun? Jika jalan itu ada, tak mungkin harga BBM bisa mencapai 50 ribu perliter dan harga semen diatas 1 juta per sak. Bukankah Presiden Joko Widodo mengatakan infrastruktur jalan adalah sarana mengurangi kemahalan di Papua? 

Ainan, tahun depan ajaklah Nara menikmati Festival Lembah Baliem di Wamena, agar kalian bisa merasakan mahalnya BBM di Wamena. Saya bersedia menemani kalian berdua menempuh perjalanan darat dari Jayapura ke Wamena. Tapi maaf, perjalanan darat itu hanya mimpi saja. Hahaha….. tak usah khawatir, saya bisa mentraktir kalian tiket pesawat New York – Wamena pulang pergi.

30 pelabuhan baru dan 7 airport? Bolehlah disebutkan pelabuhan dan airport baru dimana saja itu?

2,8 juta OAP dapat pelayanan kesehatan gratis? Jika 2,8 juta itu adalah penduduk OAP, termasuk saya, Ainan oh Ainan, mulutmu lincah membaca teks tapi pengetahuan dan pemahamanmu tentang Papua sangat minim. Sebagai Orang Asli Papua, saya tidak pernah mendapatkan layanan kesehatan gratis itu. Kamu seharusnya tahu, kesehatan itu mahal. Dan negara Indonesia ini tak sanggup memenuhi kemahalan itu. Masih banyak orang seperti saya Ainan, jangan lebay deh.

Kalaupun kamu tetap bersikeras mengatakan demikian, lalu mengapa banyak balita yang meninggal di Nduga, Koroway, Deiyai hingga Merauke? Atau kamu berpikir balita itu bukan OAP? Jangankan berpikir mendapatkan layanan kesehatan gratis, layanan berbayar pun tak bisa dipenuhi karena dokter dan tenaga medis sangat terbatas. Kamu tak akan pernah bisa membayangkan apa yang dihadapi oleh Orang Asli Papua di pedalaman Papua. 

Lalu, 360 ribu siswa dan mahasiswa asli Papua mendapatkan pendidikan gratis? Oh my God, please Ainan, datang ke Papua saja. Kamu bisa jadi panitia seleksi beasiswa. Lalu lihat sendiri, seberapa banyak Orang Asli Papua yang mendapatkan beasiswa dibandingkan Non Papua yang mengambil beasiswa yang menjadi hak Orang Asli Papua itu?

9,21 persen pertumbuhan ekonomi? Yang ini saya tak bisa berkomentar karena tak tahu bagaimana cara menghitungnya. 

Nah, kalau soal tuduhan negara-negara Pasifik itu, saya tak perlu mempertanyakannya pada kamu. Kamu bukan orang yang tepat untuk ditanyai. Tapi penangkapan, pembunuhan, penembakan itu kenyataan yang terjadi di Papua. Awal Agustus lalu kan ada anggota Brimob yang tembak belasan warga sipil hingga meninggal dan lainnya terluka. Sekalipun mereka ini menjalani sidang etik, sanksinya kamu tahu apa? Hanya mutasi dan permintaan maaf. Menyebabkan orang meninggal dengan menyalahi prosedur kok hanya disanksi minta maaf? Itu hanya salah satu contoh diantara puluhan atau mungkin ratusan kasus sejak Papua ini menjadi bagian NKRI.

Sebagai seorang yang berpendidikan tinggi, kamu seharusnya sadar berdebat itu hanya bisa terjadi jika masing-masing pihak yang berdebat memiliki pengetahuan dan informasi yang setara. Jika tidak, maka satu pihak akan menjadi pihak yang tidak rasional! Celakanya lagi, bisa menjadi penyebar HOAX!

Tahun lalu Nara mengakhiri kata-katanya dengan pepatah “satu jari menunjuk ke depan dan empat jari menunjuk diri sendiri”. Dia tak sadar saat mempraktekan pepatah itu, empat jari menunjuk dirinya sendiri. Tahun ini Ainan kamu mengakhiri tanggapan yang kamu baca itu dengan pepatah, “siapa menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri”. Siapa yang menepuk air dan muka siapa yang terpercik Ainan? 

Kamu sendiri Ainan. Karena kamu sudah menyebarkan HOAX. 

PS. 
Anyway, I love you full!
Saya akan datang ke New York akhir Oktober. Jemput saya di JFK ya!

Jayapura, 28.9.2017 (*)

Related posts

Leave a Reply