Papua No. 1 News Portal | Jubi
Manokwari, Jubi – PT.Prabu Alaska memiliki dokumen perizinan yang lengkap dan sah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Hendrik Runaweri. “Status perizinan PT.Prabu Alaska di kabupaten Teluk Bintuni lengkap, baik dari Kementerian LHK maupun izin RKT dari kami (Dinas Kehutanan),” kata Runaweri, Jumat (30/4/2021).
Menurutnya, dokumen perizinan Rencana Kerja Tahunan (RKT) perusahaan produksi kayu bulat itu telah dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat.
Menanggapi pernyataan sejumlah LSM terkait status dan kewajiban perusahaan (PT.Prabu Alaska), Runaweri menyatakan bahwa perusahaan lah yang berkewajiban menyelesaikan hak-hak masyarakat adat di sekitar areal konsesi.
“Saya hanya meluruskan, bahwa Pemerintah sebagai pemberi izin tidak berkewenangan untuk melakukan ganti rugi maupun membayar hak ulayat masyarakat adat sekitar areal konsesi. Itu kewajiban perusahaan terkait,” ujarnya.
Terkait tuntutan hak masyarakat adat, Runaweri menjelaskan hal itu sudah ditindaklanjuti oleh pihak perusahaan, “Namun ada klaim lagi dari tiga marga. Perusahaan sudah di lokasi untuk menyelesaikan itu,” kata Runaweri.
Runaweri menyampaikan terima kasih kepada pegiat lingkungan maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang selalu tanggap terhadap perkembangan isu konsesi hutan di provinsi ini.
“Saya tak masalah, justru terima kasih karena peran LSM juga bagian dari kontrol sosial,” kata dia.
Baca juga:Masyarakat adat kampung Fruata dan Rauna Tolak Penebangan Hutan di Teluk Bintuni
Sebelumnya, dalam siaran pers organisasi masyarakat sipil di Manokwari kepada Jubi (19/4/2021), meminta Gubernur Papua Barat untuk meninjau kembali RKT Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (RKTUPHHK) PT.Prabu Alaska.
Permintan peninjauan RKT itu atas desakan masyarakat Kampung Fruata, Distrik Fafurwar Kabupaten Teluk Bintuni (lokasi kerja PT.Prabu Alaska) yang sempat dipalang oleh masyarakat kampung itu
“Alasan pemalangan tersebut karena pihak perusahaan telah melakukan penebangan tanpa sepengetahuan pemilik tanah ulayat yaitu orang Fruata dari Marga Tanggarofa dan Wanusanda Suku Irarutu,” kata Sulfianto Alias direktur Perkumpulan Panah Papua. (*).
Editor: Angela Flassy