Papua No. 1 News Portal | Jubi
Merauke, Jubi – Kurang lebih 300-an sopir angkutan antar kabupaten jurusan Merauke-Boven Digoel, mengeluhkan kondisi terminal yang tidak representative karena masih tanah dan ketika datang musim hujan, sangat becek dan berlumpur.
Demikian disampaikan Ketua Himpunan Transportasi Lintas Papua (Merauke-Boven Digoel), Eddy Latumahina, kepada sejumlah wartawan, Senin (3/6/2019).
Menurutnya, lokasi terminal yang berada di belakang SMPN II Merauke itu,adalah tanah milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merauke. Sejak beberapa tahun silam telah ditempati atas persetujuan pemerintah.
Saat ditempati, lanjut Eddy, para sopir yang berjumlah 300 orang, meminta agar dibangun terminal yang representatif. Artinya, dilakukan pengecoran dan fasilitas lain, agar tak menyulitkan ketika penumpang akan bepergian ke Kabupaten Boven Digoel.
“Memang beberapa waktu lalu, ada pasir diturunkan sebanyak 15 truk. Hanya saja, tak ada material lain seperti batu maupun semen. Sehingga kegiatan pengecoran badan terminal tak bisa dilakukan,” katanya.
Tahun 2017 lalu, menurutnya, pemerintah membangun dua box calver bersama WC di dalam area terminal. Hanya saja, fasilitan utama berupa pengerjaan terminal tak kunjung direalisasikan.
Dia mengaku sebagai koordinator, pihaknya tidak mungkin memungut uang dari para sopir untuk membangun terminal.
“Satu unit terminal yang dikerjakan, juga hasil swadaya para sopir,” ungkapnya.
Dia berharap apa yang telah diusulkan para sopir, sekiranya direspons oleh pemerintah.
“Kami tak minta lain-lain, hanya bangunan terminal yang representatif. Sehingga para sopir dapat melakukan aktivitas dengan baik setiap hari,” pintanya.
Salah seorang sopir, Markus, mengakui jika kondisi terminal sekarang sangat memrihatinkan, apalagi pada musim hujan.
“Selain becek, juga genangan banjir yang menyulitkan para sopir memarkir mobil sekaligus mencari penumpang,” katanya.
Ditanya tarif ke Boven Digoel, Markus mengaku, untuk ke Asiki Rp500 ribu. Sedangkan ke Tanah Merah, Kabupaten Boven Digoel Rp700 ribu. Harga dimaksud masih bisa dilakukan negosiasi ketika penumpang kekurangan uang. (*)
Editor: Dewi Wulandari