Solider berunjukrasa menolak penggunaan pasal makar kepada aktivis Papua

Para aktivis Solidaritas Demokrasi untuk Rakyat berunjukrasa di Tugu Yogyakarta, menolak penggunaan pasal makar dan memperingati 18 tahun pembunuhan tokoh Papua, Theys Hiyo Eluay, Senin (11/11/2019). - Dok. Solider
Para aktivis Solidaritas Demokrasi untuk Rakyat berunjukrasa di Tugu Yogyakarta, menolak penggunaan pasal makar dan memperingati 18 tahun pembunuhan tokoh Papua, Theys Hiyo Eluay, Senin (11/11/2019). – Dok. Solider

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Yogyakarta, Senin – Para aktivis Solidaritas Demokrasi untuk Rakyat berunjukrasa di Tugu Yogyakarta pada Senin (11/11/2019), menolak penggunaan pasal makar untuk menjerat para aktivis mahasiswa dan aktivis hak asasi manusia yang terlibat dalam unjukrasa menolak kasus rasisme di Surabaya. Unjukrasa Senin itu juga memperingati 18 tahun pembunuhan tokoh Papua, Theys Hiyo Eluay.

Read More

Para aktivis Solidaritas Demokrasi untuk Rakyat (Solider) berunjukrasa di Tugu Yogyakarta sejak pada Senin pukul 15.00 – 17.00. Mereka berdiri mengelilingi Tugu dengan membentangkan poster bergambar para aktivis yang ditangkap dan dijadikan tersangka makar. Sejumlah pengunjukrasa juga memakai topeng Theys Hiyo Eluay untuk mengenang pembunuhan tokoh Papua itu pada 10 November 2001.

Sejak kasus persekusi dan rasisme terhadap para mahasiswa di Papua terjadi pada 16 dan 17 Agustus 2019 lalu, muncul reaksi berupa unjukrasa yang terjadi di berbagai kota di Papua dan wilayah lain di Indonesia. Sejumlah unjukrasa itu berkembang menjadi  amuk massa, karena proses penegakan hukum atas rasisme di Surabaya yang berlarut-larut. Pasca gelombang unjukrasa dan amuk massa di sejumlah wilayah, polisi melakukan penangkapan besar-besaran terhadap para aktivis di Papua maupun di luar Papua.

Dalam siaran pers yang diterima Jubi pada Senin, Solider menyatakan sejak 19 Agustus 2019 telah ada 22 orang aktivis dan pembela hak asasi manusia yang ditangkap atau dijadikan tersangka kasus makar. Para aktivis dijerat dengan Pasal 106 atau Pasal 110 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang makar, karena dianggap mengorganisir dan/atau terlibat aksi-aksi demonstrasi yang memprotes ujaran dan tindakan diskriminasi rasial terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.

Di Jakarta misalnya, pada 30 dan 31 Agustus 2019, Polda Metro Jaya menangkap tujuh aktivis mahasiswa Papua dan seorang Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Surya Anta. Ariana Lokbere, Ambrosius Mulait, Surya Anta, Dano Tabuni, Charles Kossay, dan Isay Wenda ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Penangkapan mereka terkait dengan pengibaran bendera bintang kejora saat demonstrasi damai di depan Istana Negara, Jakarta, 28 Agustus 2019.

“Banyak ahli hukum menyebut bahwa penerapan pasal 106 KUHP yang disangkakan harus memuat unsur aanslag (serangan fisik). Sedangkan para aktivis tersebut di atas mengekspresikan aspirasi politiknya secara damai tanpa kekerasan. Sekalipun aspirasi yang mereka suarakan adalah kemerdekaan Papua, selama disampaikan secara damai, tidak bisa dikenai pasal tersebut. Karena itu, Amnesty International Indonesia menyebut para tahanan sebagai ‘tahanan hati nurani yang dipenjara hanya karena mengungkapkan pendapat mereka dengan damai.’ Melalui surat yang ditujukan pada Presiden Jokowi, Amnesty International Indonesia meminta agar presiden membebaskan para tapol itu tanpa syarat,” demikian siaran pers Solider.

Aksi Senin juga mengenang kasus pembunuhan terhadap tokoh Papua, Theys Hiyo Eluay. Theys merupakan tokoh pemimpin Papua yang pada 1999-2001 berhasil menyatukan gerakan-gerakan dan individu di Papua untuk menuntut Referendum. Pada 10 November 2001, Theys menghadiri kegiatan Hari Pahlawan di Markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di Jayapura, Papua. Sepulang dari acara itu, dia dibunuh. Pengadilan menyatakan sejumlah prajurit Kopassus terbukti bersalah membunuh Theys. Solider menyatakan kasus pembunuhan Theys membuktikan kejahatan militer terhadap rakyat Papua.

“Kenyataan yang lebih menyakitkan harus ditelan oleh rakyat Papua ketika Mayjen TNI Hartomo, yang divonis bersalah karena melakukan pembunuhan terhadap pemimpin Theys Hiyo Eluay, malah dipromosikan menjadi Kepala Badan Inteljen Strategis. Hal ini semakin menunjukan praktek impunitas terhadap penjahat kemanusiaan terhadap rakyat Papua hingga saat ini,” demikian siaran pers Solider.

Solider menuntut kriminalisasi para aktivis dan pembela hak asasi manusia segera dihentikan, dan meminta para tahanan politik yang dijerat dengan pasal makar segera dibebaskan. Solider juga menuntut Negara menjalankan hukum terhadap para pembunuh Theys dan pelaku pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Selain itu Solider meminta pemerintah segera menarik militer di Papua dan membuka ruang demokrasi bagi rakyat Papua.

Pada Senin, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan menunda sidang pra peradilan yang diajukan tim kuasa hukum aktivis Papua Surya Anta kepada Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya. Sidang pra peradilan itu ditunda setelah pihak Polda Metro Jaya selaku tergugat mangkir hadir.

Anggota tim kuasa hukum aktivis Papua Surya Anta, Muhammad B Fuad menyatakan kekecewaan mereka kepada Polda Metro Jakarta yang tidak memenuhi kewajibannya menghadiri sidang Senin. “Jujur kami kecewa terhadap pihak termohon dalam hal ini kepolisian karena beberapa waktu lalu pihak kepolisian pernah merespon terkait gugatan kami dan siap menghadapi itu di hari pertama, tetapi hari inipun mereka tidak kunjung hadir,” kata Fuad kepada Kantor Berita Antara.

Kekecewaan itu disampaikan tim kuasa hukum Surya Anta, lantaran sebelumnya Kabid Humas Polda Metro Jaya (PMJ) yang dijawab oleh Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan siap untuk menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan aktivis Papua ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Kami juga kecewa dengan pihak pengadilan karena kemudian panggilan baru dua minggu akan diselenggarakan sidang lagi dengan alasan bahwa sidang itu harus dilakukan secara patut,” kata Fuad.

Menurut Fuad, praperadilan ini menjadi penting bagi pihaknya harus cepat diselenggarakan karena ini berkaitan dengan ketika kemudian kasus makar yang ditujukan kepada Surya Anta dan kelima teman-temannya itu dilimpahkan ke pengadilan maka secara otomatis gugatan praperadilannya akan gugur.

“Itu yang kami khawatirkan. Jadi kami menduga ini, ya kami kecewa terhadap kedua belah pihak ini,” kata Fuad.(*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply