SODELPA bergeming mengenai komentar SARA

Ketua Partai HOPE, Tupou Draunidalo. - FBC News
Ketua Partai HOPE, Tupou Draunidalo. – FBC News

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Suva, Jubi – Bungkamnya partai SODELPA mengenai pernyataan SARA yang diutarakan oleh MP Mosese Bulitavu dan mantan presidennya, Ratu Naiqama Lalabalavu, adalah indikasi tentang kepemimpinannya.

Read More

Ini adalah deskripsi Ketua Partai HOPE, Tupou Draunidalo, tentang SODELPA, karena beberapa minggu setelah pesan rasis itu diterbitkan belum ada tindakan apa-apa yang diambil terhadap mereka. Draunidalo mengutuk komentar yang dikeluarkan oleh MP Bulitavu dan Ratu Naiqama, dan dia juga mempertanyakan diamnya pemimpin partai, Sitiveni Rabuka, atas masalah ini.

“Karena mereka memiliki pemimpin partai yang etnosentris, yang memiliki sejarah bertindak etnosentris, yang telah menyebabkan kekacauan di negara ini lebih dari satu kali sebelumnya, jadi kita tidak bisa mengharapkan partai itu untuk mencerminkan apa pun, selain hal yang sama.”

Sejumlah upaya untuk mencoba mendapatkan komentar dari Rabuka dan Presiden Partai itu sekarang, Ro Filipe Tuisawau, tidak menghasilkan apa-apa.

Draunidalo juga menegaskan bahwa partai SODELPA harus segera berhenti mengklaim bahwa mayoritas orang pribumi I-taukei mendukung mereka, karena data-data yang ada menunjukkan lebih banyak orang i-Taukei yang memilih partai FijiFirst pimpinan PM Bainimarama.

“Mereka tampaknya berpikir bahwa mereka adalah satu-satunya partai yang mewakili orang i-Taukei, padahal sudah jelas dari angka-angka yang ada bahwa partai yang memerintah (FijiFirst) mewakili mayoritas suarat pemilih i-Taukei.”

Sementara itu, MP Bulitavu telah datang untuk wawancara dengan pihak kepolisian pekan lalu, namun semua pihak masih menanti tindakan apa yang akan dilakukan partainya.

Menyusul komentar SARA tersebut, Menteri Pendidikan, Rosy Akbar, berkata dia tidak melihat dirinya sebagai ‘vulagi’ – tetapi dengan bangga sebagai orang Fiji.

Memberikan sambutan di sebuah konferensi tentang Kerja Paksa dan Migrasi di Universitas Saweni, Fiji, Senin kemarin (15/7/2019), Akbar mempertanyakan bagaimana bisa dia menjadi pendatang kalau kakek dan neneknya lahir dan dikuburkan di Fiji.

MP Akbar menambahkan bahwa Fiji telah mengalami kemajuan dalam hal menangani persoalan krisis identitas, dengan cara yang paling positif, sejak periode Indentured orang India ke Fiji antara 1879-1916.

“Saya tidak melihat diri saya sebagai pendatang di rumah saya sendiri, di negara saya sendiri.” (FBC News)


Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply