Beberapa SMA penggerak di Papua telah terapkan Kurikulum Merdeka

papua
Siswa SMA di Papua memasuki gerbang sekolah. - Jubi/Theo Kelen.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Sekolah-sekolah yang berstatus sebagai sekolah penggerak di Provinsi Papua sudah hampir setahun menerapkan “Kurikulum Merdeka”. Kurikulum yang masih berstatus prototipe atau contoh itu memberikan kemerdekaan memilih kepada siswa dan sekolah.

Read More

Ada tujuh SMA di Provinsi Papua yang sudah menerapkan “Kurikulum Merdeka” dalam pembelajaran. Ke tujuh sekolah tersebut merupakan sekolah penggerak, yakni SMA Gabungan Jayapura, SMA Kisten Kalam Kudus, SMA YPK Diaspora, SMA Muhammdiyah, SMA Mandala Trikora Jayapura, SMA Negeri 5 Kota Jayapura, dan SMA Negeri 2 Skanto, Kabupaten Keerom.

Kepala SMA Gabungan Jayapura Sandra G. Titihalawa, S.Pd, M.Si mengatakan sekolahnya sudah menerapkan Kurikulum Merdeka sejak Juli 2021.

BACA JUGA: Pandangan guru di Papua tentang kurikulum merdeka

“Kita kan sekolah penggerak, jadi secara otomatis melaksanakan Kurikulum Merdeka,” ujarnya.

Titihalawa menjelaskan Kurikulum Merdeka dalam belajar memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih mata pelajaran yang menunjang cita-cita yang diinginkannya. Menurut Titihalawa selama kurang lebih sembilan bulan penerapan kurikulum tersebut telah membawa dampak yang positif kepada siswa di SMA Gabungan Jayapura, Papua.

“Karena peserta didik dilayani berdasarkan kemampuannya. Kalau di SMA Gabungan itu melakukan penilaian diagnoksis untuk melihat kemampuan peserta didik, kemudian mengategorikan kemampuan peserta didik dan dilayani sesuai kemampuan peserta didik. Mereka memilih mata pelajaran yang mendukung mereka untuk mencapai cita-citanya,” katanya.

Nanti saat peserta didik naik ke kelas XI sudah tidak ada penjurusan lagi, tetapi lebih fokus kepada pemilihan mata pelajaran. “Intinya kurikulum merdeka belajar itu melihat kepentingan, kemampuan, minat, dan bakat peserta didik,” ujarnya.

Kurikulum Merdeka, kata Titihalawa, memang akan membuat jam mengajar guru berkurang yang berpengaruh kepada pembayaran tunjangan sertifikasi. Akan tetapi ada wacana pembayaran tunjangan guru tidak berpatokan lagi pada jam mengajar.

“Tetapi sekolah sendiri berupaya memenuhi jam mengajar supaya tidak berpengaruh pada pembayaran tunjangan sertifikasi,” katanya.

Kepala SMA Kristen Kalam Kudus Drs. Jerry Langi, MBA, MPd mengatakan sekolahnya juga sudah menerapkan Kurikulum Merdeka sejak 2021. Sekolahnya ikut menerapkan Kurikukum Merdeka sebab sudah memenuhi syarat, yakni sebagai sekolah penggerak, kemampuan tenaga pengajar yang memadai, dan sarana-prasarana yang mendukung.

Menurut Jerry pada Kurikulum Merdeka potensi siswa akan lebih dikembangkan. Misalnya, jika potensi siswa di bidang seni dan olahraga, maka bidang itu yang dikembangkan. Tugas guru adalah menemukan, mengembangkan, dan memaksimal potensi yang ada pada siswa.

“Semua fokus pembelajaran, fokus aktivitasnya berpusat pada siswa. Inti Kurikulum Merdeka kan di situ. Jadi betul-betul peran guru hanya sebagai fasilitator menemukan minat dan bakat yang ada pada siswa,” ujarnya.

Akan tetapi, kata Langi, perlu perhatian yang serius dari Pemerintah Provinsi Papua atau Dinas Pendidikan, Perpustakaan, dan Arsip bagi sekolah-sekolah penggerak yang menerapkan Kurikulum Merdeka, baik dalam hal kebijakan, maupun dukungan dana, monitoring, dan evaluasi.

“Sebagaimana dalam MoU antara Gubernur Papua dan Kemendikbud Ristek bahwa sekolah penggerak ini menjadi tanggung jawab Pemprov melalui Dinas Pendidikan. Saran saya, kalau bisa perhatian dari kepala dinasnya dan kepala bidang SMA/SMK lebih intens kepada kami sekolah-sekolah penggerak,” katanya.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan, dan Arsip Daerah Provinsi Papua Protasius Lobya mengatakan walaupun Kurikulum Merdeka merupakan kebijakan nasional yang pasti sudah melalui kajian, namun dalam penerapan tidak serta merta harus diterapkan, melainkan disesuaikan dengan kondisi sekolah yang ada di Papua.

“Belum bisa diterapkan semuanya, masih ingat Kurikulum 13, masih berjalan sudah ada kurikulum baru lagi sehingga sekolah jadi bingung. Jadi disesuaikan dengan kesiapan sekolah,” ujarnya.

Lobya mengatakan di Papua hanya sekolah-sekolah penggerak yang memang sudah mulai mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Tetapi bukan berarti serta merta semua, melainkan minimal bisa memenuhi kualitas standar tertentu.

“Ini kebijakan yang menarik untuk diikuti, tapi ada kesulitan yaitu progam besar ini datang, lalu Papua dalam tanda kutip kondisi begini. Apalagi sekarang kewenangan SMA dan SMK berubah lagi ke kabupaten dan kota, jadi putar-balik saja, habis biaya dan enegi hanya soal itu. Disesuaikanlah dengan konteks di Papua,” katanya.

Penerapan Kurikulum Merdeka mendapat sambutan baik dari siswa. Siswa menilai kurikulum baru memberikan kesempatan untuk lebih fokus belajar sesuai dengan profesi yang akan dicapainya.

“Lebih simpel dan fokus di satu bidang,” kata Tores Asso, siswa SMA YPK Diaspora.

Hal yang sama disampaikan siswa SMA Gabungan Jayapura, Adeleid Paiki. Menurutnya Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan dalam belajar. Meski begitu siswa kelas XII tersebut mengaku merasa tertekan lantaran harus lebih fokus belajar agar nanti bisa diterima kuliah di Politekes Jayapura. “Saya mau lanjut ambil jurusan gizi,” ujarnya. (*)

Editor: Syofiardi

Related posts

Leave a Reply