Papua No.1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Pelajar SMP dan SMA di Kabupaten Nabire, Papua menyampaikan tanggapan beragam terkait sistem pendidikan yang mereka ikuti pada masa pandemi Covid-19.
Rata-rata mereka mengatakan banyak ketinggalan pelajaran dan berharap ada metode yang lebih baik meski wabah masih mengganas.
Preti Magrid Matheus, siswa Kelas VIII SMPN 4 Nabire kepada Jubi mengatakan selama pandemi belajar tatap muka sangat terbatas. Seminggu hanya dua kali, Selasa dan Jumat. Sekali pertemuan selama lima jam, dari pukul 7 pagi hingga 12 siang.
“Sekali pertemuan belajar empat mata pelajaran, akibatnya kami banyak ketinggalan pelajaran, sebab sebelum pandemi atau kondisi normal ada enam mata pelajaran,” katanya Selasa (15/9/2020).
Dijadikannya dua kali pertemuan dalam seminggu untuk mengantisipasi penumpukan siswa di sekolah. Sebab setiap kelas diatur dengan sesi yang berbeda.
“Saya rasa kami banyak ketinggalan pelajaran karena kami tidak ada belajar daring, sedangkan belajar seminggu hanya dua hari dengan setiap hari lima jam,” ujarnya.
Penambahnya, kata Preti, tugas yang diberikan guru untuk dikerjakan di rumah.
Preti mengaku gara-gara ke sekolah hanya dua kali seminggu menyebabkannya sulit bangun pagi. Namun untuk mengisi waktu yang kebanyakan di rumah ia sering membuka internet untuk membantu menyelesaikan tugas yang diberikan guru.
Meski menyadari situasi yang sulit akibat pandemi, ia berharap ada metode yang baik dari pemerintah dan guru agar siswa tidak ketinggalan pelajaran.
“Sebenarnya saya takut ke sekolah, tapi bagaimana lagi, daripada ketinggalan pelajaran, yang penting saya pakai masker dan ikuti protokol,” katanya.
Dwika Gielsen Nugraha, siswa Kelas XII SMAN 3 Nabire mengaku tidak puas dengan materi yang disampaikan guru dalam kondisi waktu yang terbatas. Penjelasan guru tidak maksimal dan kurang dipahami.
Penyebabnya memang karena waktu belajar yang terbatas. SMAN 3 Nabire juga menerapkan belajar tatap muka di sekolah setiap kelas hanya dua kali seminggu dari pukul 07.30 hingga 12.00 WIT. Untuk kelas XII jadwalnya Jumat dan Sabtu. Setiap pertemuan tiga dan empat mata pelajaran.
“Karena waktu terbatas tidak semua yang disampaikan guru, kebanyakan disingkat-singkat, jadi saya tidak puas dengan materi pelajaran,” katanya.
Di sekolahnya selain tatap muka, juga ada pelajaran daring setiap hari dari Sening hingga Kamis. Namun Dwika mengaku kurang memahami pelajaran, karena materi hanya dibacakan tanpa penjelasan.
“Teman-teman lain juga kurang memahami,” ujarnya.
Umumnya saat pelajaran daring guru mengirimkan video materi lewat WhatsApp tanpa tambahan penjelasan dari guru. Jika ada penjelasan, kata Dwika, materinya instan.
“Meningkatnya kasus Covid-19 sangat berpengaruh pada proses pembelajaran sehingga kurang efektif, namun perlu ada upaya dari pemerintah untuk memantau perkembangan siswa di rumah,” katanya.
Menurutnya pemerintah perlu memantau agar siswa tetap aktif dan tak ketinggalan pelajaran meski jarang belajar tatap muka.
“Juga agar siswa tidak dibebani tugas-tugas tanpa penjelasan, materi pelajaran harus seimbang dengan penjelasan,” ujarnya.
Ia berharap Dinas Pendidikan dan guru mengatur agar tugas yang diberikan kepada siswa seimbang.
“Kalau bisa ada inovasi cara belajar di rumah agar tidak ketinggalan dan materi gampang dipahami,” katanya.
Hal berbeda disampaikan Adji Bachtiar, siswa SMKN 2 Nabire. Adji mengatakan guru-gurunya sangat aktif setiap hari memberikan materi kepada siswa.
Sekolahnya juga menerapkan belajar tatap muka dua hari seminggu dengan waktu yang sama. Setiap mata pelajaran hanya 30 menit. Sisanya setiap hari dengan belajar daring. Hanya saya pelajaran daring terkadang terganggu jaringan internet yang kurang bagus.
“Ini memang masa sulit, mau tak mau kita terima resikonya, walaupun masih kurang mengerti karena waktu tatap muka terbatas tapi kami bisa memperjelas melalui daring,” katany siswa Kelas XI Jurusan TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) tersebut.
Wakil Kepala SMK Negeri 2 Nabire Bidang Kesiswaan Yanuarius Wakei mengakui sekolahnya masih kesulitan melaksanakan proses belajar-mengajar di masa pandemi. Penyebabnya jaringan yang tidak stabil sehingga belajar daring tidak efektif.
“Selain itu tidak semua siswa memiliki ‘smartphone’,” katanya.
Untuk mengatasi itu guru diwajibkan datang setiap hari ke sekolah untuk memberikan tugas kepada siswa yang tidak memiliki “smartphone”.
“Tatap muka sebenarnya lebih efektif, tapi bagaimana lagi, kalau belajar daring selain jaringan kurang stabil dan tidak semua siswa memiliki smartphone, juga bisa saja siswa tidak belajar melainkan hanya main HP,” katanya. (*)
Editor: Syofiardi