Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi- Senegal baru saja meraih prestasi besar dalam sepak bola, menjadi juara Afrika 2022. Sadio Mane dan kawan-kawan baru saja mengalahkan rekan setimnya di Liverpool, Mohammad Salah bersama kesebelasan Mesir. Lewat adu pinalti Mane dan kawan kawan mengalahkan tim berjuluk Pharao dari Sungai Nil, Mesir.
Senegal mengalahkan Mesir dalam partai final Piala Afrika di Paul Biya Stadium, Kamerun, Senin (7/2/2022) dini hari Waktu Indonesia Barat (WIB). Sado Mane cs menang adu penalty 4-2 usai bermain tanpa gol selama 120 menit.
Kemenangan ini merupakan gelar pertama dari tim berjuluk The Lions of Terangga dari Afrika Barat itu sudah dua kali masuk final pada 2002 dan 2019, hanya meraih runner up dua kali.
Sontak kemenangan Sado Mane dan kawan-kawan mendapat sambutan hangat dari masyarakat Senegal di jantung ibukota negara Dakar. “Sorak sorai, suara klakson mobil dan kembang api serentak menyambut peliut akhir laga itu di Dakar,”sebagaimana dilansir Antara, Senin (7/2/2022) siang.
Siang itu di Dakar ribuan orang turun ke jalan jalan dan melambaikan bendera Senegal dari atap mobil yang laju kencang. Para penonton berpelukan dan menangis. Orang-orang berlarian ke sebuah pantai di pinggiran utara sembari berseru keras keras pada malam hari.
“Senegal sudah begitu sering gagal mendapatkan trofi dalam final. Ini melegakan. Akhirnya kami mendapatkannya!,”kata Papi Malick Diba, seorang pedagang berusia 31 tahun yang menari bersama teman temannya di sebuah fanzone di Dakar di mana para pendukung berjubel menyaksikan siaran langsung laga itu di layar besar.
Sungguh pemandangan langka melihat penggemar sepak bola Senegal tumpah ruah bersama menuntaskann paceklik gelar olahraga mereka. Dalam dua tahun terakhir mereka menderita akibat pembatasan dan kesulitan ekonomi yang disebabkan pandemi Covid 19.
Saat helatan Piala Dunia, Juni 2018 di Rusia mereka tersingkir dalam babak penyisihan grup, gara- gara aturan baru yang menghukum Senegal, karena mendapatkan kartu kuning lebih banyak ketimbang Jepang yang merupakan saingan Mane dan kawan kawan dalam fase group itu.
Dukungan warga Papua juga begitu kuat terhadap Senegal dalam hajatan Piala Dunia 2018 Rusia waktu itu. Veronica Koman dalam akun twitter pribadinya@VeronicaKoman menyebutkan “banyak orang Papua , khususnya yang aktivis mendukung Senegal di Piala Dunia karena persamaan kulit. Secara hisotirs, dulu West Papua pernah punya kedutaan besar di sana”
Perwakilan OPM di Senegal
OPM pertama kali membuka kantor perwakilan di Stockholm Swedia pada 1972 hingga ditutup pada 1979 karena kekurangan dana. Selanjutnya dukungan diberikan dari negara-negara Afrika dan negara Senegal membuka perwakilan OPM di Dakar hingga 1989. (Prof Dr Nazaruddin Sjamsuddin, Integrasi Politik di Indonesia, Integrasi Politik Gerakan Papua Merdeka, hal 90-109).
Baca juga:
- Kisah anak tokoh OPM dan TPNPB, dari menjadi buronan sampai didiskriminasi
- Label teroris OPM justru berdampak buruk bagi Indonesia
Dubes OPM saat itu di Senegal, Benn Tanggahma mengakui, dukungan terhadap perjuangan Papua akhirnya sirna ketika pemerintah Indonesia membuka kerja sama ekonomi hingga sekarang ini. “Sayang akhirnya kantor perwakilan OPM ditutup karena dukungan dan kerja sama ekonomi,”kata Tanggahma yang pernah bekerja di Kantor POS di Den Haag negeri Belanda.
Sejak itu, 1979 perwakilan kedutaan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Senegal ditutup dan pemerintah Indonesia mulai menjalani kerja sama. Mantan Kapolda Irian Jaya waktu itu, Mayjen Polisi Suradi Permana ditempatkan sebagai Dubes RI di Nigeria.
Mengutip Websitekemenkeu.go.id edisi Minggu, 21 Maret 2021 menyebutkan,PT Dirgantara Indonesia (PT DI) sukses mengekspor satu unit pesawat terbang CN235-220 Martim Patrol Aircraft (MPA) senilai Rp 354 miliar untuk Angkatan Udara Senegal dalam kegiatan Ferry Flight pada 19 Maret 2021 dari Hanggar Fixed Wing PT DI di Bandung Jawa Barat.
Tak heran kalau Filep Karma pejuang Papua Merdeka dan mantan Tapol/Napol mengingatkan jangan sampai kerja sama ekonomi Indonesia dengan negara-negara Pasifik Selatan membuat kerja sama Vanuatu dan perjuangan Papua Merdeka semakin melemah dan berkurang.(*)
Editor: Syam Terrajana