Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Industri musik Indonesia kehilangan salah satu musisi terbaik. Seorang pejuang musik yang peduli Papua.
Penyanyi dan pejuang musik, Glenn Fredly, meninggal dunia pada Rabu petang, 8 April 2020. Ia menghembuskan napas terakhir pada usia 44 tahun di RS Setia Mitra Fatmawati, Jakarta karena radang selaput otak (meningitis).
Glenn menikah dengan penyanyi bernama Mutia Ayu pada Agustus 2019. Mereka baru saja dikaruniai seorang putri bernama Gewa Atlana Syamayim Latuihamallo yang lahir pada 28 Februari 2020.
Sebelum menikah dengan Mutia, Glenn pernah membina rumah tangga dengan Dewi Sandra pada 2006 yang kandas tiga tahun kemudian.
Kepergian Glenn yang mendadak di usia relatif muda menimbulkan duka di berbagai kalangan. Media sosial dibanjiri dengan ucapan duka dari warganet. Mereka mengunggah foto, video, dan berbagi kenangan tentang lagu Glenn atau pengalaman saat menyaksikan langsung sang penyanyi di atas panggung.
Rekan-rekan sesama musisi menyampaikan rasa terkejut dan duka mendalam atas kabar yang tak disangka-sangka.
“Harusnya tahun depan kita menggarap sebuah project bersama, tapi takdir berkata lain. Dengan dada sesak, saya ingin bersyukur untuk hidupmu yang begitu sarat makna dan manfaat bagi begitu banyak orang. Tuhan sayang Ale, Bung @glennfredly309,” ujar Ernest Prakasa.
Pemilik nama lengkap Glenn Fredly Deviano Latuihamallo ini lahir di Jakarta pada 30 September 1975. Putra dari Hengky David Latuihamallo dan Linda Mirna Siahaya-Latuihamallo ini tumbuh di lingkungan yang dekat dengan dunia musik.
Saat masih berseragam putih abu-abu, Glenn menjadi vokalis Funk Section. Suara khasnya membuat Glenn dikenal oleh orang-orang.
Karier solo
Tiga tahun bermusik bersama Funk Section, Glenn kemudian menapaki karier sebagai solois. Musik yang dia pilih adalah musik bergenre R&B soul.
Album musik perdananya berjudul “Glenn” yang diluncurkan pada 1998. Lagu “Cukup Sudah” menjadi andalan.
Banyak lagu hits yang sudah dibawakan oleh Glenn, sebagian besar adalah lagu-lagu dengan lirik romantis yang membuatnya dibanjiri penghargaan. Lagu cinta memang sudah lekat dengan identitas Glenn.
“Nanti siapa yang nemenin teman-teman galau (jika dia tidak membuat lagu cinta)?” canda Glenn pada 2016 ketika bicara tentang karya terbarunya.
Pelantun “Adu Rayu” –kolaborasi bersama Tulus dan Yovie Widianto– mendapat banyak penghargaan Anugerah Musik Indonesia sepanjang kariernya.
Pada 2001, lagu “Kasih Putih” mengantarkannya pada penghargaan untuk kategori Best Urban Production Work. Lagu yang sama membuat Glenn dinobatkan sebagai solois pria terbaik untuk genre RnB.
Ia juga membawa pulang penghargaan Anugerah Musik Indonesia pada tahun-tahun berikutnya, sebagai solois pop pria terbaik tahun 2005, lagu berbahasa asing terbaik pada 2006 lewat “When I Fall In Love” hingga lagu tema terbaik lewat “Lights From The East: I Am Maluku” dan “Tinggikan” (2014).
Kiprah film
Glenn juga membuat lagu-lagu tema untuk film layar lebar. Film yang dihiasi oleh musiknya antara lain “Cinta Silver” (2005), “Filosofi Kopi” (2015).
Ia juga turun tangan sebagai produser di film “Cahaya dari Timur”, “Surat dari Praha” dan “Tanda Tanya”.
Film “Cahaya Dari Timur” adalah kali pertama Glenn menjadi seorang produser film. Dia bertugas mengisi lagu tema mengurus musik dalam film. Kala itu, dia punya misi untuk mengemas musik lokal kontemporer seperti film “Lion King”.
Glenn pernah menyatakan pada wawancara tahun 2015, banyak hal baru yang ia temukan saat terjun ke industri film. Menjadi produser adalah tantangan untuk memperhatikan hal-hal kecil sebagai orang di belakang layar.
“Musik mempertemukan saya dengan banyak orang termasuk film. Core utama saya tetap musik. Kalau film menyampaikan pemikiran saya, musik sebuah fondasi,” tutur dia.
Album penuh pamungkasnya, “Romansa ke Masa Depan”, diluncurkan pada akhir 2019, tepat sembilan tahun setelah ia tidak merilis karya berformat album penuh. Album ini dirilis dalam dua bagian dan diramaikan sederet penyanyi tamu seperti Tantowi Yahya dan rapper Yacko.
Bagian pertama sudah digulirkan ke hadapan publik pada November 2019, namun bagian kedua baru akan dirilis pada Agustus 2020.
Pejuang musik
Glenn Fredly adalah musisi yang juga seorang pejuang musik dan vokal untuk isu-isu lingkungan serta pelestarian seni budaya.
Pada 2012, Glenn Fredly pernah membuat rekaman DVD di studio Lokananta, label rekaman pertama di Tanah Air yang bersejarah. Dia menggaungkan kampanye “Save Lokananta” agar studio tersebut tak terlupakan.
Dia banyak berkolaborasi dengan musisi Indonesia untuk menyampaikan pesan kemanusiaan. Dia menciptakan lagu “Kita Untuk Mereka” yang didedikasikan untuk korban bencana tsunami Aceh.
Pada perayaan 17 tahun berkarir di dunia musik, Glenn membuat konser “Cinta Beta” yang dijadikan aksi nyata untuk melestarikan seni serta budaya Indonesia bagian timur.
Glenn pun menyuarakan perdamaian di Tanah Papua dalam konser “Musik Untuk Republik” tahun lalu.
Glenn rutin membuat konser Tanda Mata sebagai tanda apresiasi untuk musisi Indonesia. Tiap tahun dia fokus pada musisi legendaris yang berbeda. Dimulai dari Ruth Sahanaya pada 2016, dilanjutkan dengan Slank, Yovie Widianto, dan Koes Plus Bersaudara.
Konser musik bukan cuma tempatnya berkarya, tapi juga berbagi dengan sesama. Sebagian hasil penjualan tiket konser Tanda Mata untuk Yovie Widianto disumbangkan untuk korban gempa dan tsunami Palu, sementara hasil konser Tanda Mata untuk Koes Plus Bersaudara didonasikan untuk korban gempa di Maluku dan asap di Riau.
Glenn juga ikut mengorbitkan bakat-bakat baru di dunia musik lewat label Musik Bagus. Yura Yunita salah satunya. Glenn turut memproduseri album perdana Yura pada 2014, juga berduet dalam lagu “Cinta dan Rahasia” yang tenar.
Trio Lestari
Ia juga dikenal sebagai bagian dari Trio Lestari, grup yang beranggotakan Tompi dan Sandy Sondhoro. Trio Lestari ingin membawa budaya musik pop dalam konsep yang berhubungan dengan kondisi sosial politik mutakhir.
Baru-baru ini, Trio Lestari mengungkapkan rencana membuat lagu anak-anak sebagai karya teranyar.
Glenn adalah pejuang musik. Bukan sekadar berkarya, tapi ikut serta berupaya mengelola dan melindungi bakat-bakat dan karya musik.
Pada 2018, Glenn menggagas konferensi musik pertama di Indonesia bertajuk Konferensi Asosiasi Musik Indonesia (KAMI). Konferensi itu dibuat untuk menciptakan ekosistem yang sehat bagi kemajuan industri musik tanah air.
Konferensi yang digagas Glenn kembali berlanjut untuk kedua kalinya tahun lalu dan membahas tata kelola industri musik yang adil dan berkelanjutan.
Tahun 2020 adalah perayaan 25 tahun Glenn Fredly berkarya di dunia musik. Dia sudah punya serangkaian rencana acara yang digelar selama setahun penuh yang berakhir pada awal 2021.
Bagi Glenn, 25 tahun berkarya adalah sebuah pengingat bahwa untuk mencapai angka tersebut banyak pihak yang selalu membantu dan memberikan dukungan.
“Ini menyadarkan saya bahwa saya bisa sampai pada titik ini bukan karena saya tapi karena begitu banyak orang-orang di sekeliling saya yang membawa saya pada titik ini,” kata Glenn pada Desember 2019.
“Jadi saya bukan merayakan saya, tapi merayakan orang-orang yang sudah membawa saya pada titik ini, ya teman-teman media, teman-teman penikmat musik, orang-orang yang berkarya bersama saya, orang-orang yang ada di sekeliling saya yang men-support saya,” lanjut dia.
Kepeduliannya pada Papua
Seperti dilansir Tempo.co, pegiat Hak Asasi Manusia, Veronica Koman, menganggap Glenn Fredly sebagai sosok yang sangat konsisten menyuarakan isu seputar kemanusiaan, khususnya untuk Papua.
“Saya sangat kehilangan karena sangat jarang ada seniman papan atas yang berani bersuara untuk perdamaian di Papua,” ujar Veronika Koman, kepada Tempo, Rabu (98/4/2020) petang
Veronica berujar meski tergolong seniman papan atas, Glenn tetap mengedepankan nurani dibandingkan kariernya sendiri. Glenn dianggap berani memperjuangkan isu-isu yang tergolong tidak populis.
Veronica memiliki pengalaman yang bisa menggambarkan kepedulian dari Glenn.
“Dia pernah hubungi saya dua kali, tanya apa yang bisa dibantu ketika sedang terjadi penangkapan massal terhadap mahasiswa Papua atas peristiwa yang berbeda,” kata Veronica.
Dalam wawancara dengan Tempo, Minggu, 1 April 2012, Glenn sempat menceritakan keprihatinannya terhadap Papua yang kerap diselimuti konflik berdarah.
“Melihat Indonesia timur, seperti Papua, seperti melihat apa yang diceritakan dalam film Avatar,” kata dia.
Menurut Glenn, persamaan itu terletak pada persoalan pengakuan identitas, yang kemudian merambah pada perjuangan menuntut kesetaraan, keadilan atas tanah, dan bumi sebagai sumber kesejahteraan masyarakat.
“Hari ini pembukaan lahan-lahan untuk investasi, pertambangan, masih berlangsung dan semakin menyingkirkan masyarakatnya, juga identitas lokalnya,” kata Glenn.
Pelantun lagu Akhir Cerita Cinta itu berujar, kepentingan yang masuk ke Papua tidak pernah dibarengi dengan kerja sama dan kolaborasi masyarakat setempat. Hasil yang didapat dari sana disetor ke Jakarta dan asing.
Rest in love. (*)
Editor: Dewi Wulandari