Papua No. 1 News Portal | Jubi
Merauke, Jubi – Menindaklanjuti hasil diskusi dan pernyataan sikap yang dibacakan dalam pertemuan di Hotel Megaria beberapa waktu lalu, sejumlah tokoh Marind dan Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Merauke, Ignasius Ndiken, menemui langsung Staf Khusus (stafsus) Presiden RI, Joko Widodo, Ali Mochtar Ngabalin.
“Kami sudah serahkan pernyataan sikap masyarakat Marind kepada Pak Mochtar Ngabalin dan dia berjanji akan bertemu langsung Presiden Jokowi untuk menyerahkan sekaligus mendiskusikan,” ungkap salah seorang Tokoh Marind, Hendrikus Hengky Ndiken, kepada Jubi Kamis (19/9/2019).
Dikatakan, pihaknya berbicara tentang persoalan nyata di Kabupaten Merauke. Salah satunya adalah banyak orang asli Papua (OAP) ketika mengikuti pencalegan pada Pileg bulan April lalu, tak mendapatkan suara signifikan, lantaran politik uang dimainkan caleg non Papua.
“Saya mempertanyakan apakah caleg non Papua yang terpilih menjadi anggota DPRD Merauke, dapat memberikan jaminan untuk menjaga daerah ini tetap kondusif? Itu yang harus dipertimbangkan matang (oleh) pemerintah pusat,” tegasnya.
Dikatakan, agar tak menimbulkan gejolak, perlu adanya kebijakan dari pemerintah pusat. Sehingga adanya keseimbangan antara orang Papua dan non Papua.
“Selama ini juga, kami orang Marind tak pernah berbicara atau berteriak tentang Papua meredeka,” ungkapnya.
Lebih lanjut Hengky mengungkapkan apa yang menjadi tuntutan tokoh Marind sejalan dengan pemikirannya.
“Apalah artinya kalau pemerintah memberikan kursi tambahan, daripada menimbulkan gejolak baru,” ungkapnya menirukan ucapan Ngabalin.
Ditegaskan, meskipun Ngabalin bukan pengambil keputusan, tetapi jelasnya akan bertemu Presiden Jokowi sekaligus menyerahkan sejumlah pernyataan sikap itu.
Ditambahkan, pihaknya sedang mengatur strategi agar sebelum pelantikan DPRD Merauke, tim sudah bertemu Majelis Rakyat Papua (MRP) serta Gubernur Papua, Lukas Enembe, serta Menkopolhukam.
“Kami akan meminta kepada MPR serta gubernur agar pelantikan 30 anggota DPRD Merauke tak boleh dilakukan. Karena saat deklarasi di kantor bupati beberapa waktu lalu, Bupati Merauke, Frederikus Gebze, juga menyampaikan seperti demikian,” ujarnya.
“Intinya pelantikan tak boleh dilakukan, sebelum tuntutan 15 kursi bagi orang Marind direspons pemerintah pusat,” katanya.
Sementara itu, Gerfasus Mahuze, saat membacakan beberapa pernyataan sikap di Hotel Megaria beberapa waktu lalu mengatakan aspirasi yang disampaikan ini adalah murni dan sesuai realita di lapangan. Olehnya, harus ditindaklanjuti pemerintah pusat.
“Salah satu poin penting adalah perlunya tambahan 15 kursi bagi orang Marind di lembaga DPRD Merauke. Sehingga ada keseimbangan antara orang Papua dengan non Papua,” ungkapnya. (*)
Editor: Dewi Wulandari