Sejumlah aktivis kiri Filipina terbunuh usai kebijakan Duterte menghabisi komunis

Papua
Ilustrasi, pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Sebanyak sembilan aktivis kiri di Filipina terbunuh usai kebijakan Duterte menghabisi komunis setempat.  Al Jazeera menyebut kesembilan pemberontak komunis tersebut terbunuh sebuah operasi serentak di Filipina Utara pada Minggu, (7/3//2021) kemarin. Kejadian itu terjadi usai perintah Presiden Filipina Rodrigo Duterte agar komunis dihabisi.

Read More

Keterangan Kepolisian Filipina menyebutkankesembilan pemberontak itu tidak mereka bunuh dengan sengaja. Mereka mengklaim melakukannya sebagai bentuk bela diri karena para pemberontak tidak kooperatif saat hendak ditangkap. Total, kata Kepolisian Filipina, mereka seharusnya menangkap 18 orang hidup-hidup.

“Kami memiliki surat penangkapan untuk 18 orang, namun beberapa di antaranya melawan yang berujung pada kematian mereka,” ujar Kepolisian Filipina dalam pernyataan persnya.

Baca juga : Duterte keluarkan penryataan bias gender, sebut Presiden bukan pekerjaan wanita 

Ini kecaman Taiwan terhadap pemerintahan komunis China  

Kasus Covid-19 di Havana berkurang, Kuba cabut lockdown

 

Salah satu figur yang terbunuh dalam peristiwa tersebut adalah Emmanuel “Manny” Asuncion. Ia adalah kepala buruh di Provinsi Cavite, tepat di luar Manila. Selain itu, ada juga pasangan suami istri Chai dan Ariel Evangelitsta, koordinator buruh.

Kasus pembunuhan oleh polisi lainnya terjadi di Provinsi Rizal. Menurut laporan Al Jazeera, ada dua aktivis yang meninggal di sana akibat baku tembak.

Kelompok Karapatan dan Partai Pemuda Kabataan tidak mempercayai klaim Kepolisian Filipina. Mereka menuding para pemberontak itu dieksekusi, bukan hendak ditangkap. Sebab, beberapa orang yang dinyatakan tewas sebelumnya sempat dikabarkan hilang.

Bukti itui disampaikan kelompok Karapatan mendapati Chai dan Ariel menghilang bersama anaknya beberapa jam sebelum mereka ditemukan tewas. Status sang anak masih belum diketahui hingga sekarang.

“Militer dengan mudahnya menurut kepada Presidennya untuk terus membunuh, membunuh, dan membunuh,” ujar Sekretaris Jenderal Karapatan, Cristina Palabay.

Organisasi Non Pemerintah Human Rights Watch (HRW), memiliki kecurigaan yang sama. Menurut mereka, operasi “penangkapan” yang terjadi pekan lalu lebih seperti operasi penyerangan yang terkoordinir.

“Insiden pembunuhan ini jelas bagian dari kian brutalnya kampanye pemerintah untuk menghabisi pemberontak komunis,. Ancamannya terhadap komunis bisa memicu berbagai insiden berdarah seperti yang terjadi pada Perang Terhadap Narkotika,” ujar Deputi Director HRW Asia, Phil Robertson.

Duterte meluncurkan suatu langkah pembalasan terhadap pemberontak komunis di Mindanau pada Jum’at pekan lalu. Menurut Duterte, para komunis tersebut adalah ancaman yang harus segera disingkirkan.

“Saya telah mengatakan kepada Militer dan Kepolisian bahwa jika mereka terjebak di dalam baku tembak dengan komunis, maka warga diperbolehkan untuk membunuh. Namun, pastikan kalian benar-benar menghabisi mereka.” ujar Duterte (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply