Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1,
Manus, Jubi – Sebanyak 400 orang atau separuh dari kurang lebih 900 pengungsi yang berada di kamp pengungsian menelan pil penenang setiap hari karena gangguan mental yang dideritanya.
Berdasarkan informasi yang dirilis Saturday Paper, inspeksi Perserikatan Bangsa-bangsa telah menemukan fakta bahwa 88 persen pengungsi di pulau Manus, Papua Nugini menderita gangguan mental karena berada di kamp dalam jangka waktu yang cukup lama.
Tingkat stres yang tinggi dan gangguan jiwa memang biasa dialami para pengungsi di kamp-kamp pengungsian di manapun di dunia. Namun, tingkat stres yang menimpa pengungsi di pulau Manus tergolong yang tertinggi di dunia.
Salah seorang pengungsi keturunan suku Kurdi dari Iran, Behrouz Boochani mengatakan faktor penyebab utama gangguan jiwa yang dialami para pengungsi yaitu karena terpisah dari keluarganya.
“Setiap hari, lebih dari 400 orang pengungsi di kamp menelan pil tidur dan pil penenang. Orang-orang ini terganggu mentalnya karena terpisah dari keluarganya; anak dan isterinya. Semua orang memiliki masalah mental dan fisik,” ujarnya.
Selain itu, para pengungsi juga merasa serba salah berada di kamp. Nasibnya kian tak menentu karena pemerintah negara-negara terkait belum juga mengumumkan keputusannya terkait pemberian suaka politik.
Sementara, perilaku kekerasan sering dialami oleh pengungsi yang dilakukan oleh penduduk lokal. Akhir pekan lalu, seorang pengungsi asal Somalia, Masoud Ali Shiekhi menjadi korban penyiksaan oleh penduduk asli pulau Manus. Shiekhi yang tengah berada di dalam kamp pengungsian milik Australia itu disiksa menggunakan batu di dekat pusat transit di wilayah East Lorengau.
Pertengahan Agustus lalu, dua pengungsi asal Afghanistan juga mendapat perlakuan yang sama dari penduduk lokal. Keduanya terluka parah karena dilempari dengan batu. (*)