SAFEnet: pejabat sering jerat aktivis dengan UU ITE

Papua No. 1 News Portal I Jubi

Jakarta, Jubi -Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menyatakan kebanyakan para pelapor aktivis dengan jerat Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah pejabat negara. Pasal yang digunakan cenderung seragam, yaitu pasal pencemaran nama baik yang disebut dalam pasal 27 ayat 3 UU ITE jo pasal 45 ayat 3 dengan ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara dan atau denda Rp750 juta.

Koordinator Regional SAFEnet, Damar Juniarto menyatakan postingan para aktivis berisikan argumen berbasis data dan fakta yang disertai sumber.

Menurutnya, kebebasan berekspresi seharusnya dilindungi jika Indonesia tetap mengklaim diri sebagai negara demokrasi. Kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat dijamin dalam pasal 28E ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 dan pasal 19 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang juga telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia.

SAFEnet mencatat aktivis antikorupsi, pegiat lingkungan, dan jurnalis merupakan tiga kelompok yang paling rentan dipidanakan dengan UU ITE. Setidaknya 35 aktivis yang dijerat dengan pasal karet UU ITE sejak 2008, 28 aduan di antaranya terjadi pada tahun 2014 sampai sekarang.

Sepanjang 2017, SAFEnet menerima sejumlah laporan upaya pemidanaan terhadap sejumlah aktivis, di antaranya aktivis antikorupsi Mohamad Aksa Patundu (Tojo Una-una, Sulawesi Tenggara), aktivis nelayan tradisional Rusdianto Samawa (Jakarta), peniup peluit kasus korupsi di Manado Stanly Handry Ering, aktivis lingkungan Edianto Simatupang (Tapanuli), dan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan.

SAFEnet merilis laporan itu pascapelaporan jurnalis yang juga aktivis Dandhy Dwi Laksono oleh Ketua Dewan Pengurus Daerah Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur Abdi Edison. Dandhy dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Timur karena tulisannya yang berjudul "Suu Kyi dan Megawati" dianggap berisi penghinaan dan ujaran kebencian terhadap Megawati.

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) Asfinawati, meminta ketua umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, menjelaskan secara jelas bahwa tindak pelaporan yang dilakukan oleh Repdem tidak ada kaitan dengannya.

"Karena itu yang bersangkutan itu harus menyatakan bahwa beliau tidak ikut-ikutan dalam upaya menghancurkan demokrasi seperti yang dilaporkan oleh anggota Repdem," ungkapnya. (*)
 

Sumber: Tempo.co/Merdeka.com

 

 

 

 

 

 

 

 

Related posts

Leave a Reply